Perekonomian Jadi PR Terbesar Reformasi

Senin, 21 Mei 2018 - 11:52 WIB
Perekonomian Jadi PR...
Perekonomian Jadi PR Terbesar Reformasi
A A A
JAKARTA - Masalah perekonomian masih menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar dari 20 tahun berjalannya era Reformasi di Tanah Air.

Pemerintahan di masa reformasi juga dipandang belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan memadai bagi angkatan kerja. Kondisi demikian terungkap dari hasil survei yang dilakukan Indo Barometer pada 15-22 April 2018.Dari survei nasional bertema Evaluasi 20 Tahun Reformasi, Indo Barometer memotret pandangan masyarakat tentang situasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
“Dari survei yang kami lakukan, permasalahan yang paling penting saat ini adalah bagaimana menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik karena responden memandang era Reformasi belum memberikan kehidupan ekonomi yang stabil bagi seluruh lapisan masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer M Qodari saat merilis hasil survei nasionalnya di Hotel Harris Suites, Sudirman, Jakarta, kemarin.

Dia mengungkapkan, sebanyak 20,4% responden masih memandang masalah perekonomian sebagai persoalan utama bangsa ini. Menurutnya di sebuah negara dengan pendapatan kelas menengah yang tinggi, masalah ekonomi akan selalu menjadi permasalahan penting.

“Siapa pun presidennya, ketika pendapatan kelas menengah ini masih tinggi, pasti sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan, masalah ekonomi akan menjadi yang terpenting karena masyarakat menengah ini bisa menjadikan negara maju atau terbelakang,” tuturnya.

Masalah kedua adalah sulitnya mencari lapangan pekerjaan dengan persentase 9,3%. “Dan masalah korupsi dengan angka 7,8%,” tambahnya. Di peringkat keempat, topik paling krusial yang dirasakan masyarakat adalah harga kebutuhan pokok terasa mahal, mencapai 5,9% responden.

Kemudian di peringkat kelima ada lah tingkat kemiskinan (4,2% responden) dan peringkat keenam persoalan paling penting di mata masyarakat adalah meningkatnya fanatisme agama Islam (3,6% responden). Namun di sisi lain tingkat kepuasan publik terhadap jalannya sistem demokrasi saat ini sudah cukup bagus. Sebanyak 69,9% responden menyatakan cukup puas atau sangat puas dan hanya 19,5% yang menyatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali. Secara umum, kata Qodari, dalam 20 tahun berjalannya reformasi, trennya positif.

“Dulu 2011 yang mengatakan Orde Baru lebih bagus dari era Reformasi, sekarang era Reformasi sudah lebih baik. Tingkat kepuasan publik juga lebih baik. Namun soal-soal ekonomi belum,” katanya.

Sementara itu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebutkan, persepsi masyarakat yang menyebutkan bahwa era demokrasi cukup positif itu harus diyakini, yaitu bahwa reformasi ini memang positif. Menurutnya, hal ini harus menjadi pegangan untuk melangkah ke depan. “Cuma demokrasi ini merupakan sistem yang kompleks sehingga memerlukan kepemimpinan yang canggih.

Demokrasi ini ibarat smartphone yang canggih, jadi pemimpinnya juga harus bisa bertindak agar fungsi demokrasi ini bisa menjanjikan kesejahteraan, pemerataan, dan kebebasan berpendapat. Tapi kalau pemimpinnya tidak canggih, ini bisa jadi kemunduran. Misalnya tidak bisa menghargai perbedaan pendapat, inovasi, maka itu kemunduran demokrasi,” katanya.

Fahri menyebut, saat ini yang dinilai sudah cukup bagus adalah sistem demokrasi itu sendiri, tetapi dari sisi kinerja belum. “Demokrasi kita ini yang terbaik, bahkan diakui du nia. Demokrasi kita ini canggih, tapi kapasitas kita untuk mengelola demokrasi itu yang masih lemah. Terjadi stagnasi pemikiran politik, ekonomi karena sopirnya jelek,” katanya.

Sementara politikus PDIP Budiman Sujatmiko mengakui masih ada banyak PR dalam hal ekonomi rakyat dan juga penegakan hukum, tetapi diakuinya pula sudah banyak kemajuan. Menurutnya dalam reformasi politik sudah ada banyak kemajuan. Misalnya kini banyak kepala daerah atau calon kepala daerah yang merupakan orang-orang muda dan berprestasi.Namun dari sisi birokrasi pemerintahan, diakuinya masih banyak orang lama peninggalan era Orde Baru yang masih menjadi masalah. Kemajuan lainnya, misalnya, pembangunan infrastruktur yang terus digenjot dan kebebasan berpendapat yang terjaga dengan baik. Namun diakuinya dalam hal sumber daya manusia masih kurang.
“Revolusi mental kita yang masih kurang dan pemerintahan Pak Jokowi menuju ke sana,” katanya. Hal lain yang menjadi tantangan di era saat ini adalah perkembangan teknologi dan era digitalisasi yang bisa mengancam lapangan pekerjaan. “Nantinya pekerjaan-pekerjaan tertentu bisa hilang karena otomatisasi. Itulah yang menjadi tantangan kita,” sebutnya. (Abdul Rochim)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1329 seconds (0.1#10.140)