Langkah Bawaslu Laporkan Petinggi PSI ke Polisi Diapresiasi
A
A
A
JAKARTA - Langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang melaporkan Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni dan wakilnya Chandra Wiguna dalam dugaan pidana pemilu terkait pemasangan iklan partai baru itu diapresiasi. Pasalnya, dugaan pelanggaran pidana Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna merupakan hasil pengawasan aktif pengawas pemilu.
"Apalagi hasilnya menyasar petinggi partai peserta pemilu, sesuatu yang hampir mustahil terjadi sebelumnya," ujar Praktisi Hukum Pemilu, Ahmad Irawan di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Dia menilai bahwa Bawaslu telah menyimpulkan perbuatan Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna merupakan pidana pemilu. Sehingga, laporan Bawaslu itu diyakini bukan laporan mentah.
"Maka dugaan saya, penyidik dan jaksa telah memiliki sikap pemahaman yang sama dengan pengawas bahwa keduanya telah melakukan tindak pidana," katanya.
Dia berpendapat, penyidik dan jaksa saat ini hanya tinggal melakukan pemberkasan untuk dilakukan penuntutan di pengadilan. Pasalnya, prosedur di sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) di antara pengawas, penyidik dan jaksa sudah melakukan pembahasan berkali-kali terhadap perkara secara formil dan materiil.
Maka itu, Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna diyakini bakal menghadapi proses hukum hingga di pengadilan. Adapun pengadilan nantinya yang memiliki wewenang untuk mengadili bersalah atau tidak kedua orang tersebut.
Dia melanjutkan, sebelumnya penegakan hukum Pemilu khususnya terkait kampanye selalu dimandulkan dengan akal-akalan partai yang mengatakan tidak terpenuhinya secara kumulatif unsur kampanye. "Mungkin mereka lupa kampanye itu memang bentuk pendidikan politik," katanya.
Ahmad memandang, setiap partai politik memang memiliki fungsi pendidikan politik. "Tetapi setelah menjadi peserta pemilu, mereka terikat aturan dan tidak bisa melakukannya kapan saja dan dimana saja," katanya.
Dia kemudian mengingatkan bahwa waktu pelaksanaan kampanye pemilu ditetapkan agar setiap partai mendapatkan keadilan dan haknya sebagai peserta pemilu. Sehingga, aturan itu harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh penyelenggara.
"Jadi tidak perlu lagi ada pembuktian secara kumulatif bahwa yang dimaksud kampanye harus ada visi, misi dan program dalam sebuah kegiatan untuk disebut sebagai kampanye," pungkasnya.
"Apalagi hasilnya menyasar petinggi partai peserta pemilu, sesuatu yang hampir mustahil terjadi sebelumnya," ujar Praktisi Hukum Pemilu, Ahmad Irawan di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Dia menilai bahwa Bawaslu telah menyimpulkan perbuatan Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna merupakan pidana pemilu. Sehingga, laporan Bawaslu itu diyakini bukan laporan mentah.
"Maka dugaan saya, penyidik dan jaksa telah memiliki sikap pemahaman yang sama dengan pengawas bahwa keduanya telah melakukan tindak pidana," katanya.
Dia berpendapat, penyidik dan jaksa saat ini hanya tinggal melakukan pemberkasan untuk dilakukan penuntutan di pengadilan. Pasalnya, prosedur di sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) di antara pengawas, penyidik dan jaksa sudah melakukan pembahasan berkali-kali terhadap perkara secara formil dan materiil.
Maka itu, Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna diyakini bakal menghadapi proses hukum hingga di pengadilan. Adapun pengadilan nantinya yang memiliki wewenang untuk mengadili bersalah atau tidak kedua orang tersebut.
Dia melanjutkan, sebelumnya penegakan hukum Pemilu khususnya terkait kampanye selalu dimandulkan dengan akal-akalan partai yang mengatakan tidak terpenuhinya secara kumulatif unsur kampanye. "Mungkin mereka lupa kampanye itu memang bentuk pendidikan politik," katanya.
Ahmad memandang, setiap partai politik memang memiliki fungsi pendidikan politik. "Tetapi setelah menjadi peserta pemilu, mereka terikat aturan dan tidak bisa melakukannya kapan saja dan dimana saja," katanya.
Dia kemudian mengingatkan bahwa waktu pelaksanaan kampanye pemilu ditetapkan agar setiap partai mendapatkan keadilan dan haknya sebagai peserta pemilu. Sehingga, aturan itu harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh penyelenggara.
"Jadi tidak perlu lagi ada pembuktian secara kumulatif bahwa yang dimaksud kampanye harus ada visi, misi dan program dalam sebuah kegiatan untuk disebut sebagai kampanye," pungkasnya.
(kri)