Kampus, Gerbang Utama Tangkal Radikalisme
A
A
A
JAKARTA - Penyebaran paham radikalisme harus ditumpas di lingkungan kampus. Karena itu kampus harus bisa menangkalnya dan melaporkan jika ada gerakan yang mengarah ke intoleransi dan radikalisme.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, kampus harus menjadi pintu utama penangkalan radikalisme. Karena itu, setiap pimpinan perguruan tinggi diminta untuk mengawasi adanya gerakan di lingkungan kampus yang mengarah ke intoleransi dan radikalisme. Jika ada indikasi mahasiswa ataupun dosen terlibat paham radikalisme, maka harus dilakukan pembinaan secara intensif.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini pun menekankan, kampus tidak boleh membiarkan ada paham yang sudah bergerak ke arah terorisme. Karena itu, Menristekdikti berharap jika ada bukti langsung bahwa dosen dan mahasiswa terlibat ke arah tersebut, maka harus segera dilaporkan ke kepolisian.
"Kita berempati terhadap kejadian pemboman di Surabaya, bahwa setiap kampus harus menjadi gerbang utama penangkalan radikalisme. Terorisme tidak ada hubungannya dengan agama apapun. Karena itu saya minta para pimpinan perguruan tinggi bila menemukan indikasi terjadi intoleransi dan radikalisme, segera selesaikan dan bina. Kalau sudah diduga dan terbukti ada dosen dan mahasiswa yang melenceng ke arah terorisme, laporkan segera ke Kepolisian," tandas Nasir saat menjadi pembicara dalam Dialog Nasional 11 Indonesia Maju di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis mengatakan, kampus UI menentang keras segala bentuk radikalisme dan terorisme, termasuk ujaran kebencian baik di dalam maupun luar kampus. Anis juga menegaskan akan menindak tegas setiap warga UI yang melakukan tindakan provokasi yang mengarah pada radikalisme dan memecah belah bangsa.
"Kami berkomitmen untuk bergandengan tangan dengan segenap komponen bangsa guna menggelorakan kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan melalui upaya-upaya konkret, konstruktif, dan inklusif," katanya.
Anis juga mengajak seluruh komponen bangsa Indonesia untuk tidak takut dan bersama-sama menggalang keberanian membasmi terorisme dan segala bentuk radikalisme hingga ke akarnya. UI sangat prihatin atas suasana kebangsaan yang akhir-akhir ini diwarnai dengan terorisme, kekerasan fisik, dan psikologis serta upaya memecah belah berdasarkan politik identitas.
UI, ujarnya, tidak akan membiarkan sejarah panjang kebangsaan Indonesia dalam memperjuangkan kerukunan, kebersamaan, dan persatuan diciderai oleh upaya sejumlah pihak tertentu untuk menjauhkan dan bahkan mengganti dasar negara Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan roh dan alat pemersatu bangsa Indonesia.
Teror, lanjutnya, tidak bisa didiamkan karena teror dan kekerasan mencabik-cabik komitmen bahwa Indonesia menjamin hak hidup dan kesejahteraan setiap warga serta memberi perlindungan hukum bagi semua orang yang berada dalam kawasannya. "Teror dan kekerasan mencabut derajat kita sebagai bangsa yang beradab, berbudi luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal yang didasarkan atas nilai-nilai dasar agama dan Pancasila," tandasnya.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Dwia Aries Tina Pulubuhu juga mengecam dan mengutuk keras segala tindakan kebiadaban, kekerasan, radikalisme, dan terorisme apapun motif dan tujuan yang mendasarinya. Agama apapun tidak mengajarkan perilaku sadisme, teror, menyebar kebencian, dan kekerasan. "Semua agama di muka bumi ini cinta akan perdamaian dan keselamatan untuk seluruh umat manusia, bahkan alam," katanya.
Dia pun menyerukan kepada seluruh perguruan tinggi untuk selalu mendahulukan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara, tetap bersatu dalam perdamaian. Selain itu juga saling menolong untuk kebaikan, keselamatan, keamanan, kemaslahatan, dan ketenteraman hidup sebagai anggota civitas akademika dan warga negara yang baik. "Warga kampus harus menjadi teladan dalam kehidupan politik, sosial, budaya dalam koridor NKRI," ujarnya.
FRI juga mendorong agar aparat keamanan bertindak tegas tanpa pandang bulu dalam mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya perilaku biadab itu secara komprehensif, cepat, dan tuntas. Menurut dia, gerakan radikalisme harus dihentikan secara intensif dari pelbagai pihak. Dia pun menjamin FRI siap untuk bekerja sama dengan semua pihak yang menginginkan perdamaian, ketenangan, dan keselamatan NKRI.
Selain itu, dia juga meminta semua pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pimpinan kampus untuk selalu mengajarkan kebaikan, perdamaian, serta toleransi. Dia juga meminta kampus untuk menjauhi perilaku biadab, keras, dan benci karena adanya perbedaan. "Ingat, bahwa perbedaan adalah rahmat. Ingat Indonesia memiliki ideologi Pancasila serta prinsip Bhineka Tunggal Ika yang baik untuk hubungan dengan Tuhan secara vertikal dan hubungan dengan sesama manusia secara horizontal. Ingat bahwa semua manusia adalah bersaudara," katanya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, kampus harus menjadi pintu utama penangkalan radikalisme. Karena itu, setiap pimpinan perguruan tinggi diminta untuk mengawasi adanya gerakan di lingkungan kampus yang mengarah ke intoleransi dan radikalisme. Jika ada indikasi mahasiswa ataupun dosen terlibat paham radikalisme, maka harus dilakukan pembinaan secara intensif.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini pun menekankan, kampus tidak boleh membiarkan ada paham yang sudah bergerak ke arah terorisme. Karena itu, Menristekdikti berharap jika ada bukti langsung bahwa dosen dan mahasiswa terlibat ke arah tersebut, maka harus segera dilaporkan ke kepolisian.
"Kita berempati terhadap kejadian pemboman di Surabaya, bahwa setiap kampus harus menjadi gerbang utama penangkalan radikalisme. Terorisme tidak ada hubungannya dengan agama apapun. Karena itu saya minta para pimpinan perguruan tinggi bila menemukan indikasi terjadi intoleransi dan radikalisme, segera selesaikan dan bina. Kalau sudah diduga dan terbukti ada dosen dan mahasiswa yang melenceng ke arah terorisme, laporkan segera ke Kepolisian," tandas Nasir saat menjadi pembicara dalam Dialog Nasional 11 Indonesia Maju di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis mengatakan, kampus UI menentang keras segala bentuk radikalisme dan terorisme, termasuk ujaran kebencian baik di dalam maupun luar kampus. Anis juga menegaskan akan menindak tegas setiap warga UI yang melakukan tindakan provokasi yang mengarah pada radikalisme dan memecah belah bangsa.
"Kami berkomitmen untuk bergandengan tangan dengan segenap komponen bangsa guna menggelorakan kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan melalui upaya-upaya konkret, konstruktif, dan inklusif," katanya.
Anis juga mengajak seluruh komponen bangsa Indonesia untuk tidak takut dan bersama-sama menggalang keberanian membasmi terorisme dan segala bentuk radikalisme hingga ke akarnya. UI sangat prihatin atas suasana kebangsaan yang akhir-akhir ini diwarnai dengan terorisme, kekerasan fisik, dan psikologis serta upaya memecah belah berdasarkan politik identitas.
UI, ujarnya, tidak akan membiarkan sejarah panjang kebangsaan Indonesia dalam memperjuangkan kerukunan, kebersamaan, dan persatuan diciderai oleh upaya sejumlah pihak tertentu untuk menjauhkan dan bahkan mengganti dasar negara Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan roh dan alat pemersatu bangsa Indonesia.
Teror, lanjutnya, tidak bisa didiamkan karena teror dan kekerasan mencabik-cabik komitmen bahwa Indonesia menjamin hak hidup dan kesejahteraan setiap warga serta memberi perlindungan hukum bagi semua orang yang berada dalam kawasannya. "Teror dan kekerasan mencabut derajat kita sebagai bangsa yang beradab, berbudi luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal yang didasarkan atas nilai-nilai dasar agama dan Pancasila," tandasnya.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Dwia Aries Tina Pulubuhu juga mengecam dan mengutuk keras segala tindakan kebiadaban, kekerasan, radikalisme, dan terorisme apapun motif dan tujuan yang mendasarinya. Agama apapun tidak mengajarkan perilaku sadisme, teror, menyebar kebencian, dan kekerasan. "Semua agama di muka bumi ini cinta akan perdamaian dan keselamatan untuk seluruh umat manusia, bahkan alam," katanya.
Dia pun menyerukan kepada seluruh perguruan tinggi untuk selalu mendahulukan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara, tetap bersatu dalam perdamaian. Selain itu juga saling menolong untuk kebaikan, keselamatan, keamanan, kemaslahatan, dan ketenteraman hidup sebagai anggota civitas akademika dan warga negara yang baik. "Warga kampus harus menjadi teladan dalam kehidupan politik, sosial, budaya dalam koridor NKRI," ujarnya.
FRI juga mendorong agar aparat keamanan bertindak tegas tanpa pandang bulu dalam mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya perilaku biadab itu secara komprehensif, cepat, dan tuntas. Menurut dia, gerakan radikalisme harus dihentikan secara intensif dari pelbagai pihak. Dia pun menjamin FRI siap untuk bekerja sama dengan semua pihak yang menginginkan perdamaian, ketenangan, dan keselamatan NKRI.
Selain itu, dia juga meminta semua pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pimpinan kampus untuk selalu mengajarkan kebaikan, perdamaian, serta toleransi. Dia juga meminta kampus untuk menjauhi perilaku biadab, keras, dan benci karena adanya perbedaan. "Ingat, bahwa perbedaan adalah rahmat. Ingat Indonesia memiliki ideologi Pancasila serta prinsip Bhineka Tunggal Ika yang baik untuk hubungan dengan Tuhan secara vertikal dan hubungan dengan sesama manusia secara horizontal. Ingat bahwa semua manusia adalah bersaudara," katanya.
(amm)