ICW: Politisasi Hukum Berdampak Serius terhadap Demokratisasi
A
A
A
JAKARTA - Upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada musim kampanye pemilihan kepala daerah serentak 2018 dinilai bias politik sehingga acap menyasar pihak-pihak tertentu. Juga dengan maksud tertentu dan karenanya berdampak cukup serius dan kontra produktif terhadap proses demokratisasi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat demikian lantaran banyaknya calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka pada masa musim kampanye pemilihan kepada daerah serentak 2018. Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Sjafrina mengatakan, hukum tidak boleh digunakan sebagai alat destruktif untuk menggerogoti tatanan kehidupan serta keteraturan sosial.
"Umumnya hukum semestinya menciptakan ketertiban dan bukan keributan serta kegaduhan sosial," kata Almas di Jakarta, Selasa (8/5/2018) dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Atas fakta itu, ICW akan mewacanakan partai politik turut bertanggung jawab jika ada calon kepala daerah yang diusungnya terkena kasus korupsi. Apalagi itu, ia sebut sebagai sebuah kecelakaan.
Apa yang dikatakan Almas bukan tanpa sebab. Pasalnya, penegakan hukum pada musim kampanye pemilihan kepala daerah 2018 lebih sering menciptakan kegaduhan ketimbang ketertiban.
Calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi selama ini, kata Almas, seringkali menanggung sendiri kesalahan itu. Padahal, partai pengusungnya juga semestinya ikut bertanggung jawab. Sudah banyak contoh ketika kader partai terlibat korupsi, partai politik langsung berkelit dan lepas tanggung jawab.
"Jika partai tidak dibenahi, maka masalah korupsi calon kepala daerah akan terus berulang. Bahkan, dalam dua bulan terakhir telah ada delapan calon kepala daerah yang tertangkap karena kasus korupsi. Dan empat di antaranya merupakan calon petahana yang masih aktif," ujarnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat demikian lantaran banyaknya calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka pada masa musim kampanye pemilihan kepada daerah serentak 2018. Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Sjafrina mengatakan, hukum tidak boleh digunakan sebagai alat destruktif untuk menggerogoti tatanan kehidupan serta keteraturan sosial.
"Umumnya hukum semestinya menciptakan ketertiban dan bukan keributan serta kegaduhan sosial," kata Almas di Jakarta, Selasa (8/5/2018) dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.
Atas fakta itu, ICW akan mewacanakan partai politik turut bertanggung jawab jika ada calon kepala daerah yang diusungnya terkena kasus korupsi. Apalagi itu, ia sebut sebagai sebuah kecelakaan.
Apa yang dikatakan Almas bukan tanpa sebab. Pasalnya, penegakan hukum pada musim kampanye pemilihan kepala daerah 2018 lebih sering menciptakan kegaduhan ketimbang ketertiban.
Calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi selama ini, kata Almas, seringkali menanggung sendiri kesalahan itu. Padahal, partai pengusungnya juga semestinya ikut bertanggung jawab. Sudah banyak contoh ketika kader partai terlibat korupsi, partai politik langsung berkelit dan lepas tanggung jawab.
"Jika partai tidak dibenahi, maka masalah korupsi calon kepala daerah akan terus berulang. Bahkan, dalam dua bulan terakhir telah ada delapan calon kepala daerah yang tertangkap karena kasus korupsi. Dan empat di antaranya merupakan calon petahana yang masih aktif," ujarnya.
(poe)