POP Momentum Membangkitkan Kembali Olahraga Tradisional
A
A
A
SEMARANG - Ajang Pekan Olahraga Perempuan yang dimotori oleh Fatayat NU pada Minggu (6/5/2018) mengawali babak penyisihan. Tiga cabor yang dipertandingkan adalah bola voli, bulu tangkis, dan gobak sodor. Diikuti oleh delegasi dari 16 organisasi perempuan dari area Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI) menyambut baik ajang POP ini. Menurut Choirul Umam, pengurus KOTI pusat, salah satu cabor gobak sodor adalah nilai plus. Permainan gobak sodor sudah hampir tak dikenali lagi saat ini. Masyarakat lebih mengenal olahraga modern.
Gobak sodor sarat makna filosofis. Dalam permainan ini mengisyaratkan kekuatan daya tahan atas tanah air atau rumah milik kita.
Pemain harus sekuat tenaga mempertahankan rumahnya sehingga tidak ada lawan yang mampu masuk dan memeperoleh poin karena merebutnya. Tak hanya itu, permainan yang kerap juga disebut hadang ini mengajarkan nilai-nilai kerja sama, kekompakan, kebersamaan, dan komitmen.
"Permainan ini bukan hanya sehat fisik tetapi juga sehat batin. Karena di dalamnya sarat akan nilai yang jika kita paham sebenarnya itu adalah fondasi kokohnya suatu bangsa," ujar Choirul Umam.
Menurut Umam, melalui event ini Fatayat NU telah berhasil mengubah persepsi masyarakat bahwa gobak sodor itu olahraga yang kampungan dan tidak bisa masuk event nasional. Nyatanya, setelah resmi menjadi salah satu cabor, kini gobak sodor mulai banyak dikenal dan dipertandingkan lagi.
"POP Fatayat ini juga lagi dapat momen banget, pas kemarin Pak Jokowi main hadang di Istana Bogor dan sekarang dipertandingkan di Pekan Olahraga Perempuan ini."
Melihat antusiasme peserta, Umam merasa kagum. Sebab, mayoritas peserta gobak sodor adalah ibu rumah tangga yang berusia di atas 35 tahun bahkan ada satu orang yang berusia hampir 60 tahun. Namun, hal tersebut tidak menghalangi semangat juang mempertahankan rumahnya dan staminanya luar biasa.
"Ada satu tim yang cukup mencuri perhatian wasit dan penonton. Dari PAC Fatayat Gunungpati yang mencapai skor telak 58-0. Stamina dan pertahanannya luar biasa strateginya juga bagus."
Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI) menyambut baik ajang POP ini. Menurut Choirul Umam, pengurus KOTI pusat, salah satu cabor gobak sodor adalah nilai plus. Permainan gobak sodor sudah hampir tak dikenali lagi saat ini. Masyarakat lebih mengenal olahraga modern.
Gobak sodor sarat makna filosofis. Dalam permainan ini mengisyaratkan kekuatan daya tahan atas tanah air atau rumah milik kita.
Pemain harus sekuat tenaga mempertahankan rumahnya sehingga tidak ada lawan yang mampu masuk dan memeperoleh poin karena merebutnya. Tak hanya itu, permainan yang kerap juga disebut hadang ini mengajarkan nilai-nilai kerja sama, kekompakan, kebersamaan, dan komitmen.
"Permainan ini bukan hanya sehat fisik tetapi juga sehat batin. Karena di dalamnya sarat akan nilai yang jika kita paham sebenarnya itu adalah fondasi kokohnya suatu bangsa," ujar Choirul Umam.
Menurut Umam, melalui event ini Fatayat NU telah berhasil mengubah persepsi masyarakat bahwa gobak sodor itu olahraga yang kampungan dan tidak bisa masuk event nasional. Nyatanya, setelah resmi menjadi salah satu cabor, kini gobak sodor mulai banyak dikenal dan dipertandingkan lagi.
"POP Fatayat ini juga lagi dapat momen banget, pas kemarin Pak Jokowi main hadang di Istana Bogor dan sekarang dipertandingkan di Pekan Olahraga Perempuan ini."
Melihat antusiasme peserta, Umam merasa kagum. Sebab, mayoritas peserta gobak sodor adalah ibu rumah tangga yang berusia di atas 35 tahun bahkan ada satu orang yang berusia hampir 60 tahun. Namun, hal tersebut tidak menghalangi semangat juang mempertahankan rumahnya dan staminanya luar biasa.
"Ada satu tim yang cukup mencuri perhatian wasit dan penonton. Dari PAC Fatayat Gunungpati yang mencapai skor telak 58-0. Stamina dan pertahanannya luar biasa strateginya juga bagus."
(zik)