Aktivis 98 Dinilai Sudah Saatnya Masuk Kabinet

Sabtu, 28 April 2018 - 13:14 WIB
Aktivis 98 Dinilai Sudah...
Aktivis 98 Dinilai Sudah Saatnya Masuk Kabinet
A A A
JAKARTA - Sudah saatnya aktivis 98 yang memimpin aksi reformasi meruntuhkan orde baru (orba) untuk masuk kabinet demi mencapai tujuan, yang saat itu menggulingkan pemerintahan otoriter Soharto 20 tahun yang lalu.

"Sudah waktunya aktivis 98 masuk kabinet, saya menguslkan kawan-kawan masuk kabinet," akata Wahab, aktivis 98 dari Unija dalam diksuksi Refleksi 20 Tahun Reformasi yang digelar Perhimpunan Aktivis Nasional (PENA) 98 di Jakarta, Jumat (27/4).

Wahab menyebut Sekjen PENA 98, Adian Napitupulu pantas masuk kabinet dan para aktvis yang menumbangkan Orba tidak perlu malu-malu lagi masuk ke politik karena aksi 98 adalah gerakan politik.

"Kenapa hari ini posisi tawar kita lemah, memang aktivis 98 waktu itu kiat standingnya di gerakan moral. Kita tidak di gerakan politik, meskipun yang kita lakukan adalah tindakan politik," ucapnya.

"Karena di gerakan moral itulah kita bisa jatuhkan Soeharto, karena saat itu kita tidak takut mati, diculik, kita wakafkan diri kita untuk bangsa dan negara," tambahnya.

Karena itu, saat ada tawaran dari BJ Habibie atau Amien Rais pada rapat di Semanggi, bahwa ada jatah 100 orang untuk aktivis 98 untuk masuk parlemen, aktivis 98 menyatakan sikap menolak tawaran tersebut.

"Kita menentukan sikap untuk tidak menerima tawaran untuk masuk parlemen, kalau waktu itu kita berpikir politik, kita sekarang senior di DPR. Karena waktu itu tawaran 100 orang aktivis untuk masuk parlemen, kami tolak, clear, itu sikap kita," ujarnya.

Saat itu para aktivis 98 menolak tawaran tersebut, karena tidak percaya terhadap parlemen setelah 32 tahun era orba tidak melakukan tugas dan fungsinya sesuai amanat yang diberikan rakyat.

"Soal lemahnya kedudukan (aktivis 98) di partai, saya kira wajar karena partai masih menjadi oligarki oleh kekuatan lama," ujarnya.

Dalam diskusi yang juga menghadirkan para aktivis 98 lainnya, yakni Eli Salomo Sinaga dan Roy Simanjuntak dari Forkot, dan Sayed Junaidi Rizaldi (Pak Cik), sepakat bahwa setelah menumbangkan Soeharto, pihaknya tidak melakukan cleansing rezim, sehingga kroni-kroninya tetap bercokol.

"Reformasi sebagian dikatakan gagal karena tidak terjadi cleansing government. Waktu reformasi lahir tidak ada pembersihan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya. Padahal, mereka pada waktu berkuasa itu mengasi ekonomi negera ini, sehngga hari ini mereka masih tetap berpengaruh di Republik ini," ujar Wahab
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0902 seconds (0.1#10.140)