Lagi, Pertamina Ganti Nakhoda
A
A
A
LAGI, PT Pertamina (persero) mengganti nakhoda. Direktur Utama (Dirut) Elia Massa Manik dicopot. Menduduki kursi orang nomor satu di perusahaan pelat merah yang lowong itu telah ditunjuk sebagai pelaksana tugas (plt) dirut adalah Nicke Widyawati, yang juga menjabat direktur logistik, supply chain, dan infrastruktur. Selain melengserkan dirut, rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) akhir pekan ini juga memberhentikan sejumlah direksi, yakni direktur megaproyek, direktur pengolahan, direktur aset, dan direktur pemasaran korporat. Perombakan direksi pada perusahaan induk badan usaha milik negara (BUMN) minyak dan gas (migas), seolah mengonfirmasi bahwa telah terjadi konflik antara Elia Massa dan petinggi Kementerian BUMN yang sudah menjadi konsumsi publik dalam tiga bulan terakhir ini.
Benarkah pencopotan Elia Massa karena tidak sejalan kebijakan petinggi Kementerian BUMN? Kalau soal konflik menjadi alasan pencopotan, tentu sulit untuk membuktikan. Yang pasti, penjelasan resmi Kementerian BUMN sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis Fajar Harry Sampurno bahwa semua proses dilakukan secara bersama dan mendapat masukan dari dewan komisaris. Kebijakan perombakan direksi Pertamina adalah bagian dari rangkaian tahapan pembentukan holding , untuk memperkuat dan mempercepat holding migas yang terbentuk awal April lalu. Selain itu, pemegang saham menyoroti Elia Massa yang telah melayarkan Pertamina selama 13 bulan, cenderung abai pada peristiwa patahnya pipa Pertamina di Balikpapan, dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenius premium.
Langkah pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah merombak direksi Pertamina diamini sejumlah wakil rakyat di Senayan. Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih menilai keputusan mencopot dirut Pertamina sebagai hal yang tepat. Kepada media massa, Eni Saragih membeberkan sejumlah “dosa” Elia Massa, di antaranya tidak proaktif mengatasi musibah patah pipa Pertamina di Balikpapan. Namun, yang paling disoroti adalah ketidakkompakan Pertamina dengan pemerintah dalam mewujudkan kebijakan BBM satu harga. Kebijakan BBM satu harga memang beban buat Pertamina karena mengurangi keuntungan, namun kebijakan itu harus dijalankan karena penugasan negara untuk kepentingan rakyat. Kabarnya, sikap setengah hati Elia Massa dalam menjalankan kebijakan BBM satu harga itu salah satu sumber pemicu konflik dengan pemegang saham.
Apa saja yang telah dikerjakan Elia Massa yang diangkat sebagai nakhoda Pertamina sejak 16 Maret 2017 lalu? Pada tiga bulan pertama, langsung merombak 15 jabatan di Pertamina dengan target jabatan yang ada di perseroan diisi oleh orang yang kompeten di bidangnya. Adapun kinerja keuangan perseroan di tangan alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mencetak pendapatan sebesar USD42,86 miliar sepanjang tahun lalu atau naik 17% dari 2016. Sayangnya, pendapatan yang meningkat itu tidak diiringi kenaikan laba bersih, malah sebaliknya. Perolehan laba bersih pada 2016 sebesar USD3,15 miliar turun menjadi USD2,4 miliar pada 2017. Penurunan laba bersih sekitar 23% itu, sebagaimana diklaim manajemen Pertamina, karena belum ada penyesuaian harga untuk BBM bersubsidi seperti premium dan solar.
Kita berharap perombakan direksi Pertamina yang juga mencopot sang nakhoda tidak mengganggu kinerja perusahaan andalan negara ini. Persoalan di tubuh Pertamina semakin kompleks menyusul posisinya yang kini menjadi induk perusahaan migas. Karena itu, di pundak Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati terdapat beban yang tidak ringan dalam mengawal perjalanan perseroan dengan status baru tersebut. Dan, harapan kepada pemegang saham hendaknya segera menemukan nakhoda yang tepat, kompeten, dan siap mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Benarkah pencopotan Elia Massa karena tidak sejalan kebijakan petinggi Kementerian BUMN? Kalau soal konflik menjadi alasan pencopotan, tentu sulit untuk membuktikan. Yang pasti, penjelasan resmi Kementerian BUMN sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis Fajar Harry Sampurno bahwa semua proses dilakukan secara bersama dan mendapat masukan dari dewan komisaris. Kebijakan perombakan direksi Pertamina adalah bagian dari rangkaian tahapan pembentukan holding , untuk memperkuat dan mempercepat holding migas yang terbentuk awal April lalu. Selain itu, pemegang saham menyoroti Elia Massa yang telah melayarkan Pertamina selama 13 bulan, cenderung abai pada peristiwa patahnya pipa Pertamina di Balikpapan, dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenius premium.
Langkah pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah merombak direksi Pertamina diamini sejumlah wakil rakyat di Senayan. Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih menilai keputusan mencopot dirut Pertamina sebagai hal yang tepat. Kepada media massa, Eni Saragih membeberkan sejumlah “dosa” Elia Massa, di antaranya tidak proaktif mengatasi musibah patah pipa Pertamina di Balikpapan. Namun, yang paling disoroti adalah ketidakkompakan Pertamina dengan pemerintah dalam mewujudkan kebijakan BBM satu harga. Kebijakan BBM satu harga memang beban buat Pertamina karena mengurangi keuntungan, namun kebijakan itu harus dijalankan karena penugasan negara untuk kepentingan rakyat. Kabarnya, sikap setengah hati Elia Massa dalam menjalankan kebijakan BBM satu harga itu salah satu sumber pemicu konflik dengan pemegang saham.
Apa saja yang telah dikerjakan Elia Massa yang diangkat sebagai nakhoda Pertamina sejak 16 Maret 2017 lalu? Pada tiga bulan pertama, langsung merombak 15 jabatan di Pertamina dengan target jabatan yang ada di perseroan diisi oleh orang yang kompeten di bidangnya. Adapun kinerja keuangan perseroan di tangan alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mencetak pendapatan sebesar USD42,86 miliar sepanjang tahun lalu atau naik 17% dari 2016. Sayangnya, pendapatan yang meningkat itu tidak diiringi kenaikan laba bersih, malah sebaliknya. Perolehan laba bersih pada 2016 sebesar USD3,15 miliar turun menjadi USD2,4 miliar pada 2017. Penurunan laba bersih sekitar 23% itu, sebagaimana diklaim manajemen Pertamina, karena belum ada penyesuaian harga untuk BBM bersubsidi seperti premium dan solar.
Kita berharap perombakan direksi Pertamina yang juga mencopot sang nakhoda tidak mengganggu kinerja perusahaan andalan negara ini. Persoalan di tubuh Pertamina semakin kompleks menyusul posisinya yang kini menjadi induk perusahaan migas. Karena itu, di pundak Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati terdapat beban yang tidak ringan dalam mengawal perjalanan perseroan dengan status baru tersebut. Dan, harapan kepada pemegang saham hendaknya segera menemukan nakhoda yang tepat, kompeten, dan siap mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya.
(pur)