DPR Meminta Kemenkes Bentuk Satgas Metode Terawan

Kamis, 12 April 2018 - 07:55 WIB
DPR Meminta Kemenkes Bentuk Satgas Metode Terawan
DPR Meminta Kemenkes Bentuk Satgas Metode Terawan
A A A
JAKARTA - Komisi IX DPR meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk satuan tugas (satgas) untuk meneliti metode digital substraction angiogram (DSA) yang dikembangkan Mayjen TNI Terawan Agus Putranto, Sp. Rad(K)RI.

DPR memberi tenggat waktu 45 hari satgas sudah terbentuk. Selain Kemenkes, satgas juga melibatkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Permintaan ini disampaikan Komisi IX DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan PB IDI di Gedung DPR Jakarta kemarin.

Terawan sebenarnya juga diundang pada RDP tersebut, tapi tidak hadir karena kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto tersebut berada di luar negeri hingga 20 April nanti. “Satgas diminta melakukan penelitian teknologi kesehatan terhadap metode DSA sebagai metode terapetik,” ujar Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di Jakarta kemarin.

Terawan dan metodenya tersebut menjadi perhatian publik setelah mendapatkan sanksi pemecatan sementara per 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019 dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar IDI. Dia dipecat karena dianggap melakukan pelanggaran etika kedokteran karena praktik kedokteran yang dilakukannya.

MKEK PB IDI juga mencabutkan izin praktiknya. Surat pemecatan dan pencabutan izin praktik yang ditandatangani Ketua MKEK IDI Prio Sidipratomo dalam surat PB IDI yang diperuntukkan ke Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Seluruh Indonesia (PDSRI) tertanggal 23 Maret 2018.

Namun, pada 8 April lalu, PB IDI melalui rapat Majelis Pimpinan Pusat memutuskan menunda status pemecatan sementara itu. Selain merekomendasikan pembentukan satgas, komisi yang membidangi masalah tenaga kerja, transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan itu juga meminta Kemenkes, KKI, dan IDI menjelaskan keamanan metode DSA kepada masyarakat agar kelak tidak ada keresahan.

“Kami juga meminta ketiga Kemenkes, KKI, dan IDI agar segera menyelesaikan persoalan Terawan,” ujar Dede Yusuf. Ketua MKEK IDI Prijo Pratomo menjelaskan, kesalahan yang dilakukan Terawan dikait kan dengan Pasal 4 pada Kode Etik Kedokteran. Isi sumpahnya yakni bahwa seorang dokter tidak boleh memuji diri sendiri atau malah mengiklankan keahliannya.

Selain itu, Terawan juga dinilai melanggar Pasal 6. Aturan pasal tersebut mengatakan bahwa setiap dokter senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya. Majelis Kehormatan Etik Profesi (MKEK) menyatakan keheranannya dokter Terawan enggan bertatap muka untuk menyelesaikan masalah.

Sejauh ini MKEK sudah lebih dari tiga kali melakukan pemanggilan, tapi dokter berpangkat mayor jenderal itu tak hadir. “Saya tidak tahu alasannya apa (tidak hadir). Saya ingat ia (dokter Terawan) adalah anggota IDI, akhirnya saya panggil. Tapi, dia beralasan disertasi dan terakhir di panggil tetap tidak hadir,” ujar Prijo di Jakarta kemarin.

Prijo mengungkapkan bahwa pemanggilan Terawan atas kesalahan yang dilakukan dokter tentara itu sejak 2013. Namun, tidak ada respons baik dari yang bersangkutan dan selalu tidak hadir saat hendak ada pelurusan masalah. “Kami memulai memanggil yang bersangkutan sejak 2013. Beliau tidak pernah hadir,” tuturnya.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bambang Wibowo memastikan akan menjemput paksa Terawan jika lebih dari enam kali mangkir dalam rapat. “Dokter Terawan itu anggota IDI, kami tidak menyentuh pelayanan. Dalam panggilan satu sampai lima kali tidak hadir karena paparan diskusi, lalu panggilan keenam dia tetap tidak hadir, kami jemput paksa,” ancamnya.

Sikap TNI AD
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Alfret Denny Tuejeh mengatakan, TNI AD menghormati keputusan PB IDI yang menunda pelaksanaan putusan MKEK yang menjadi polemik selama ini akibat tersebar di ruang publik. TNI AD meyakini bahwa putusan yang di ambil oleh PB IDI tersebut telah dilakukan melalui berbagai pertimbangan matang.

“TNI AD menilai keputusan yang dikeluarkan oleh PB IDI tersebut sebagai representasi proporsionalitas penilaian IDI dalam menyikapi sebuah masalah yang timbul. Karenanya, TNI AD mengajak semua pihak untuk menghormatinya sebagai sebuah keputusan organisasi terhadap anggotanya,” ujarnya dalam rilis kemarin.

Alfret menuturkan, PB IDI telah menyampaikan melalui siaran berita bahwa PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Karena itu, ditegaskan bahwa hingga saat ini Terawan masih berstatus sebagai anggota IDI. Mengenai layanan DSA, TNI AD mendukung sepenuhnya rekomendasi dari PB IDI yang menyerahkan kelanjutan penilaiannya kepada tim Health Technology Assessment (HTA) Kemenkes, termasuk untuk melakukan uji klinis.

TNI AD berkomitmen untuk senantiasa memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan akan mendukung apa pun yang membawa kebaikan bagi kepentingan masyarakat Indonesia. “TNI AD akan mendukung PB IDI untuk melakukan penyelidikan terkait kebocoran Surat Keputusan MKEK yang seharusnya bersifat rahasia dan untuk konsumsi internal,” kata Alfret. (Sucipto/ Neneng Zubaedah/ Okezone.com)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4941 seconds (0.1#10.140)