Menguji KPK

Kamis, 12 April 2018 - 07:30 WIB
Menguji KPK
Menguji KPK
A A A
HAKIM Effendi Mukhtar membuat kejutan besar saat membacakan putusan praperadilan terkait kasus Bank Century. Hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tersebut memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menetapkan mantan Wakil Presiden Boediono dan sejumlah nama lain sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Disebut mengejutkan karena putusan praperadilan seperti ini tidak umum terjadi. Bahkan, ini untuk pertama kalinya seorang hakim pra­per­adilan dalam putusannya memerintahkan ditetapkannya sese­orang sebagai tersangka. Selama ini, putusan selalu berkaitan dengan apa yang menjadi objek gugatan praperadilan, misalnya sah atau tidak penangkapan terhadap seseorang, sah atau tidak penetapan tersangka, penyitaan, dan penahanan. Praperadilan juga menangani gugatan yang berkaitan dengan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Putusan Hakim Effendi Mukhtar lantas disikapi beragam. KPK me­nyatakan menghormati putusan tersebut dan akan melihat bagaimana mengimplementasikannya. Sebagian kalangan menyebut putusan tersebut aneh. Termasuk yang berpandangan demikian adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ada pula yang menilai hakim telah melampaui kewenangannya. Alasannya, praperadilan tidak berwenang memerin­tah­kan penegak hukum untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Di lain pihak, ada yang memuji putusan ini dan menyebut Effendi telah melakukan terobosan hukum. Effendi dinilai memaknai secara konkret Pasal 77 KUHAP tentang objek praperadilan, yakni yang berkaitan dengan “penghentian penyidikan”. Dalam konteks Century, KPK dianggap telah menghentikan penyidikan setelah menetapkan Budi Mulya seorang sebagai tersangka. Meski KPK tidak pernah menerbitkan SP3 kasus Century yang merugikan negara triliunan, lembaga tersebut bisa dianggap menghentikan penyidikan karena penanganan kasus yang berlangsung begitu lama.

Namun, di balik pro-kontra putusan praperadilan PN Jaksel tersebut, publik kini menanti tindak lanjut KPK. Diharapkan putusan praperadilan ini akan menandai dibukanya episode baru kasus Bank Century.

Tersendatnya proses penyidikan kasus Century sering dikaitkan dengan isu politik. KPK kerap dituding membiarkan kasus ini mangkrak karena berpotensi menyeret nama-nama besar yang pernah menjadi penguasa negeri. KPK berulang kali membantah tudingan itu, termasuk menepis dugaan kasus tersebut telah di-SP3.

Putusan praperadilan ini tak pelak “memaksa” KPK untuk kembali melanjutkan penyidikan kasus Century. Ini sekaligus menjadi kabar baik bagi publik Tanah Air yang sudah lama menantikan pengusutan kasus-kasus besar oleh KPK dituntaskan hingga pengadilan. Untuk diketahui, selain Century, ada belasan kasus kakap yang ditangani KPK tapi sampai kini masih menunggak. Beberapa di antaranya kasus dugaan korupsi QCC di Pelindo II dengan kerugian negara USD3,6 juta. Tersangka kasus ini adalah mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino. Hingga kini RJ Lino belum pernah diperiksa sebagai tersangka meski menyandang status itu sejak tiga tahun lalu.

Kasus besar lain yang sudah berkali-kali “ulang tahun” di KPK adalah SKL BLBI dengan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Tumenggung. Kasus dengan kerugian negara Rp4,58 triliun ini tidak juga naik ke tahap penuntutan meski penyidikannya sudah berlangsung setahun.

Kasus lainnya yakni pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Diselidiki sejak 2015, kasus ini jalan di tempat meski berdasarkan hasil audit BPK negara dirugikan hingga Rp191,3 miliar.

Dalam dua tahun terakhir, kinerja KPK terlihat lebih menonjol dalam pengungkapan kasus suap yang melibatkan kepala daerah dan anggota DPRD. Sebagian besar pelaku dan penerima suap terjaring melalui operasi tangkap tangan (OTT). Sekilas, dilihat dari rekor jumlah OTT yang dilakukan, itu terlihat sebagai prestasi besar. Namun jika mem­bandingkan ketidakmampuan KPK membangun kasus, ter­masuk menuntaskan sejumlah kasus kelas kakap, itu menjadi catatan negatif bagi lembaga yang berdiri pada 2002 ini.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6919 seconds (0.1#10.140)