BWM untuk Kelas Bawah

Selasa, 10 April 2018 - 07:33 WIB
BWM untuk Kelas Bawah
BWM untuk Kelas Bawah
A A A
Suatu siang, pertengahan Maret lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlibat dialog dengan masyarakat pelaku ekonomi kelas bawah. Jokowi membuka dialog, "Ini sudah dapat pinjaman dari bank.

Berapa?" Tanpa dikomandoi, masyarakat yang baru saja menerima pinjaman menimpali, "Rp 1 juta, Pak." Lalu, orang nomor satu di negeri ini melontarkan pertanyaan lagi, “Dipakai untuk apa?" Salah seorang menjawab, "Jual nasi uduk, kue," dengan nada riang.

Demikian sepenggal dialog Presiden Jokowi dengan masyarakat yang menjadi nasabah Bank Wakaf Mikro (BWM) di Serang, Banten, sesaat setelah peresmian lembaga tersebut yang didampingi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Presiden Jokowi seusai peresmian BWM itu tampak semringah dan berharap melalui lembaga tersebut masyarakat tidak terjebak lagi dengan pinjaman dari rentenir.

Harus diakui bahwa masyarakat kecil yang ingin berusaha kerap menjadi korban rentenir akibat keterbatasan terhadap akses keuangan. Memutus tali hubungan antara rentenir dan masyarakat adalah salah satu tugas dari OJK.

Masyarakat terutama di pedesaan harus bisa memperoleh akses keuangan dengan baik sehingga terhindar dari pihak-pihak yang menyengsarakan masyarakat. Atas dasar itulah, pihak OJK setelah mendapat instruksi dari Presiden Jokowi mengembangkan instrumen untuk akses keuangan yang benar berupa BWM.

Pemerintah berharap BWM selain sebagai solusi akses pembiayaan masyarakat kecil, juga selaku inkubator untuk menyiapkan masyarakat mengakses sektor lembaga keuangan formal, di antaranya perbankan dan lembaga pembiayaan syariah hingga ventura syariah.

Bagaimana menjadi nasabah BWM? Pembiayaan difokuskan kepada masyarakat kecil yang punya usaha, tapi belum berkembang. Calon nasabah diikutkan seleksi berupa pelatihan wajib kelompok (PWK) selama lima hari.

Materi PWK meliputi kedisiplinan, kekompakan, solidaritas, dan keberanian untuk berusaha. Pada hakikatnya, BWM memotong masalah yang tak mampu diselesaikan oleh bank. Masyarakat yang akan meminjam di bank wajib pakai agunan, hal itu tidak berlaku pada BWM. Selain itu, pinjaman dari BWM tidak dikenakan bunga hanya biaya administrasi 3% di awal proses pinjaman.

Kehadiran BWM diklaim pihak OJK bahwa telah memberi banyak manfaat kepada masyarakat terutama kalangan pesantren. Saat ini, berdasarkan data OJK, sejak diperkenalkan pada Oktober 2017 sudah terdapat 20 BWM yang sudah beroperasi dengan memiliki 4.000 nasabah yang tergabung dalam 6.800 kelompok usaha, yang tersebar di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Dalam waktu dekat, pihak OJK menargetkan menambah 20 BWM lagi. Program yang diprakarsai OJK dan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) bukan sekadar bagaimana memfasilitasi masyarakat kecil yang ingin berusaha untuk mendapatkan pembiayaan, tetapi juga bertujuan menurunkan tingkat ketimpangan dan kemiskinan.

Lalu dari mana sumber dana yang disalurkan ke masyarakat kecil itu? Ternyata berasal dari donasi perusahaan maupun individu yang dikumpulkan lewat Laznas.

Pada awalnya, pendirian BWM lebih banyak sekitar pesantren yang sudah memiliki komunitas bisnis. Adapun penyaluran pembiayaan melalui organisasi atau biasa disebut Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang memiliki tokoh masyarakat yang berpengaruh.

Skema pembiayaan BWM tidak mengenal syarat khusus. Setiap LKMS menerima dana antara Rp3 miliar hingga Rp4 miliar, sebagian dana tersebut disimpan dalam bentuk deposito pada bank syariah.

Di berbagai negara, peran wakaf bukan lagi hal baru. Wakaf memiliki potensi besar dalam pengembangan perekonomian sebuah negara. Tengok saja, pemerintah Arab Saudi telah membentuk lembaga semacam perusahaan, guna mendorong peran bank wakaf dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

Begitu pula di Bangladesh dimana wakaf sudah menjadi instrumen serius dalam mengatasi ketimpangan di negara itu. Bagaimana dengan potensi wakaf di negeri ini? Berdasarkan data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) disebutkan bahwa potensi wakaf tanah saja di atas Rp370 triliun, sedangkan wakaf tunai sebesar Rp180 triliun. Luar biasa!

Meski niatnya ikhlas dan tulus memanfaatkan wakaf untuk masyarakat kecil, pemanfaatannya yang kini berwujud BWM tetap harus dikelola secara superhati-hati. Jangan sampai lembaga keuangan tersebut dioperasikan serampangan yang minim pengawasan. Harus dipahami, di balik pengelolaan BWM juga mengandung risiko kerugian.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6021 seconds (0.1#10.140)