IDI Dinilai Tepat Tunda Pecat Dokter Terawan
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menunda pelaksanaan pemecatan sementara dan pencabutan rekomendasi izin praktik terhadap dr Terawan Agus Putranto dinilai tepat. Sehingga keputusan IDI itu dianggap perlu diapresiasi.
"Saya kira, tindakan IDI yang menunda sanksi etik pada dr Terawan sudah benar dan perlu diapresiasi," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, Senin (9/4/2018).
Sehingga kata dia, keputusan yang diambil IDI terhadap rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
"Tidak hanya secara sepihak seperti terkesan sekarang ini," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Maka itu kata Saleh, Tim Health Technology Assessment (HTA) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus benar-benar melakukan pekerjaannya secara objektif dan transparan.
Jika perlu lanjut dia, Tim HTA juga mengundang berbagai ahli syaraf terkait untuk ikut bersama dalam proses ini. "Di lain pihak, ini kesempatan baik bagi pihak Kemenkes menunjukkan profesionalitasnya dalam menangani perkara seperti ini," ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan pemberian sanksi berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik bagi dr Terawan.
Sebab, Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto itu dianggap telah mengiklankan metode cuci otaknya yang melalui Digital Subtraction Angiography (DSA).
Kemudian, Terawan dianggap menarik bayaran besar dan menjanjikan kesembuhan pada pasien. Sejumlah hal itu dianggap melanggar etika kedokteran.
"Saya kira, tindakan IDI yang menunda sanksi etik pada dr Terawan sudah benar dan perlu diapresiasi," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, Senin (9/4/2018).
Sehingga kata dia, keputusan yang diambil IDI terhadap rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
"Tidak hanya secara sepihak seperti terkesan sekarang ini," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Maka itu kata Saleh, Tim Health Technology Assessment (HTA) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus benar-benar melakukan pekerjaannya secara objektif dan transparan.
Jika perlu lanjut dia, Tim HTA juga mengundang berbagai ahli syaraf terkait untuk ikut bersama dalam proses ini. "Di lain pihak, ini kesempatan baik bagi pihak Kemenkes menunjukkan profesionalitasnya dalam menangani perkara seperti ini," ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan pemberian sanksi berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik bagi dr Terawan.
Sebab, Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto itu dianggap telah mengiklankan metode cuci otaknya yang melalui Digital Subtraction Angiography (DSA).
Kemudian, Terawan dianggap menarik bayaran besar dan menjanjikan kesembuhan pada pasien. Sejumlah hal itu dianggap melanggar etika kedokteran.
(maf)