Musyawarah Mufakat, Kelebihan Demokrasi Indonesia yang Mulai Pudar
A
A
A
JAKARTA - Musyawarah dan mufakat adalah warisan leluhur yang menjadi kelebihan Indonesia dalam menjalankan kehidupan berdemokrasi.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia dengan musyawarah dan mufakat, mampu menciptakan kehidupan berdemokrasi yang baik dan indah di tengah keberagaman.
Oleh karena itu, musyawarah mufakat harus terus dijaga dan digalakkan.“Indonesia memiliki kelebihan dibandingkan negara lain dalam hal berdemokrasi melalui musyawarah dan mufakat. Dengan musyawarah dan mufakat, toleransi di Indonesia menjadi kekuatan luar biasa. Ini harus dijaga seluruh masyarakat Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan zaman, terutama kemajuan teknologi informasi,” tutur pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Dr Hendri Satrio di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, akhir-akhir ini semangat musyawarah mufakat agak menurun. Hal itu terjadi seiring perkembangan zaman yang serba instan dan digital.
Alhasil, kata dia, media untuk melakukan musyawarah mufakat bergeser. Apabila dahulu musyawarah mufakat dilakukan dengan berkumpul dan berdiskusi, sekarang bisa melalui media digital, yaitu media sosial (medsos).
Namun, Hendri menegaskan, esensi musyawarah mufakat sudah sangat melekat dengan bangsa Indonesia. Apa pun bentuknya meski akhirnya harus voting, kata dia, musyawarah mufakat selalu digunakan di setiap kegiatan.
“Musyawarah mufakat yang merupakan sila keempat dari Pancasila seperti menjadi ‘napas’ bagi bangsa ini. Artinya musyawarah mufakat itu adalah salah satu kekuatan bangsa Indonesia untuk menjaga NKRI dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya,” tutur pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) ini
Menurut dia, sejauh ini iklim demokrasi di Indonesia masih menuju ke arah dewasa. Dia yakin bila demokrasi Indonesia sudah matang dan dewasa, masalah musyawarah mufakat sudah otomatis dilakukan masyarakat dan tidak perlu dibicarakan lagi.
“Artinya kita sudah sama-sama mengerti, bahwa demokrasi ya begini ini, dan telah sesuai dengan garis-garis yang digininkan para pendiri kita. Makanya musyawarah dan mufakat itu menjadi penting,” tandas Hendri.
Dia menyadari, sejauh ini demokrasi Indonesia masih gonjang-ganjing. Salah satunya karena kondisi politik di Indonesia juga masih naik turun.
Hendri mengimbau para pemimpin bangsa, termasuk politikus untuk memegang teguh musyawarah mufakat demi menciptakan ketenangan di masyarakat
Menurut dia, stabilitas demokrasi di suatu negara tergantung pada tiga hal. Pertama, persamaan di bidang hukum. Kedua, kedewasaan berpolitik, dan ketiga, yakni bagaimana negara ini mampu kuat secara ekonomi.
Di Indonesia, kata Hendri, persoalan hukum dan ekonomi bisa dikejar pemerintah, tetapi kalau mengenai pendewasaan politik harus langsung menyentuh ke hati nurani masyarakat. Pendewasaan politik inilah yang menjadi PR atau pekerjaan rumah berat.
“Tapi untuk melakukan ini sebenarnya tidak terlalu berat. Kenapa? Karena orang Indonesia itu masing-masing memiliki rasa memaafkan, jiwa musyawarah mufakat sudah ada. Hanya perlu ditegaskan jangan sampai kehidupan digital seperti sekarang ini malah mempersempit orang melakukan silaturahmi satu dengan yang lain,” tuturnya.
Hendri menilai, musyawarah mufakat juga menjadi kearifan lokal yang telah terbukti mampu menjadi fondasi bangsa yang kukuh.
Hal itu, kata dia, dibuktikan selama rentang usia Indonesia dari masa kemerdekaan sampai sekarang. Melalui musyawarah mufakat, sambung Hendri, Indonesia mampu menangani dan menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
Dia mengungkapkan, kunci dari semua itu adalah memahami dasar negara Pancasila dengan baik. Bahwa lima sila dalam Pancasila ada dan tumbuh dalam satu kesatuan, bukan tumbuh sendiri-sendiri.
Karena itu, lima sila dalam Pancasila harus dijalankan sebagai modal besar bangsa Indonesia.“Saya yakin tantangan-tantangan yang ada kaitannya demokrasi, radikal terorisme, pasti enggak akan ada. Karena kembali lagi kita akan kembali jadi satu kelompok, yaitu Indonesia,” tuturnya.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia dengan musyawarah dan mufakat, mampu menciptakan kehidupan berdemokrasi yang baik dan indah di tengah keberagaman.
Oleh karena itu, musyawarah mufakat harus terus dijaga dan digalakkan.“Indonesia memiliki kelebihan dibandingkan negara lain dalam hal berdemokrasi melalui musyawarah dan mufakat. Dengan musyawarah dan mufakat, toleransi di Indonesia menjadi kekuatan luar biasa. Ini harus dijaga seluruh masyarakat Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan zaman, terutama kemajuan teknologi informasi,” tutur pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Dr Hendri Satrio di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, akhir-akhir ini semangat musyawarah mufakat agak menurun. Hal itu terjadi seiring perkembangan zaman yang serba instan dan digital.
Alhasil, kata dia, media untuk melakukan musyawarah mufakat bergeser. Apabila dahulu musyawarah mufakat dilakukan dengan berkumpul dan berdiskusi, sekarang bisa melalui media digital, yaitu media sosial (medsos).
Namun, Hendri menegaskan, esensi musyawarah mufakat sudah sangat melekat dengan bangsa Indonesia. Apa pun bentuknya meski akhirnya harus voting, kata dia, musyawarah mufakat selalu digunakan di setiap kegiatan.
“Musyawarah mufakat yang merupakan sila keempat dari Pancasila seperti menjadi ‘napas’ bagi bangsa ini. Artinya musyawarah mufakat itu adalah salah satu kekuatan bangsa Indonesia untuk menjaga NKRI dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya,” tutur pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) ini
Menurut dia, sejauh ini iklim demokrasi di Indonesia masih menuju ke arah dewasa. Dia yakin bila demokrasi Indonesia sudah matang dan dewasa, masalah musyawarah mufakat sudah otomatis dilakukan masyarakat dan tidak perlu dibicarakan lagi.
“Artinya kita sudah sama-sama mengerti, bahwa demokrasi ya begini ini, dan telah sesuai dengan garis-garis yang digininkan para pendiri kita. Makanya musyawarah dan mufakat itu menjadi penting,” tandas Hendri.
Dia menyadari, sejauh ini demokrasi Indonesia masih gonjang-ganjing. Salah satunya karena kondisi politik di Indonesia juga masih naik turun.
Hendri mengimbau para pemimpin bangsa, termasuk politikus untuk memegang teguh musyawarah mufakat demi menciptakan ketenangan di masyarakat
Menurut dia, stabilitas demokrasi di suatu negara tergantung pada tiga hal. Pertama, persamaan di bidang hukum. Kedua, kedewasaan berpolitik, dan ketiga, yakni bagaimana negara ini mampu kuat secara ekonomi.
Di Indonesia, kata Hendri, persoalan hukum dan ekonomi bisa dikejar pemerintah, tetapi kalau mengenai pendewasaan politik harus langsung menyentuh ke hati nurani masyarakat. Pendewasaan politik inilah yang menjadi PR atau pekerjaan rumah berat.
“Tapi untuk melakukan ini sebenarnya tidak terlalu berat. Kenapa? Karena orang Indonesia itu masing-masing memiliki rasa memaafkan, jiwa musyawarah mufakat sudah ada. Hanya perlu ditegaskan jangan sampai kehidupan digital seperti sekarang ini malah mempersempit orang melakukan silaturahmi satu dengan yang lain,” tuturnya.
Hendri menilai, musyawarah mufakat juga menjadi kearifan lokal yang telah terbukti mampu menjadi fondasi bangsa yang kukuh.
Hal itu, kata dia, dibuktikan selama rentang usia Indonesia dari masa kemerdekaan sampai sekarang. Melalui musyawarah mufakat, sambung Hendri, Indonesia mampu menangani dan menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
Dia mengungkapkan, kunci dari semua itu adalah memahami dasar negara Pancasila dengan baik. Bahwa lima sila dalam Pancasila ada dan tumbuh dalam satu kesatuan, bukan tumbuh sendiri-sendiri.
Karena itu, lima sila dalam Pancasila harus dijalankan sebagai modal besar bangsa Indonesia.“Saya yakin tantangan-tantangan yang ada kaitannya demokrasi, radikal terorisme, pasti enggak akan ada. Karena kembali lagi kita akan kembali jadi satu kelompok, yaitu Indonesia,” tuturnya.
(dam)