Komisi III Dorong Pembentukan Satgas dan Tim Investigasi Uang Palsu
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendesak Polri dan kejaksaan untuk membentuk satuan tugas (satgas) dan tim investigasi peredaran uang palsu.
Sahroni memandang hal itu penting dilakukan karena peredaran uang palsu masih marak. Kejahatan tersebut secara tidak langsung dapat mengganggu perekonomian, khususnya bagi masyarakat tak mampu yang menjadi korban.
Terlebih, kata dia, uang palsu umumnya beredar di pasar atau warung-warung tradisional dengan market masyarakat menengah ke bawah.
“Peredaran uang palsu sangat meresahkan. Bagi masyarakat kurang mampu bahkan bisa mengganggu perekonomian mereka bila menjadi korban,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Rabu (28/3/2018).
Menurut dia, hal lain yang harus menjadi perhatian serius adalah potensi meningkatnya peredaran uang palsu seiring digelarnya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini dan akan berlangsungnya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden secara serentak pada tahun mendatang.
Politikus Nasdem ini mengkhawatirkan kerentanan terjadinya politik praktik uang (money politics) akan dimanfaatkan oleh sindikat uang palsu untuk beraksi di tengah masyarakat.
“Ini harus menjadi perhatian serius, bukan tidak mungkin sindikat uang palsu menyusup ke momentum pilkada dan pileg-pilpres serentak. Polri dan kejaksaan harus mengantisipasi sejak dini dengan membentuk satgas dan tim investigasi,” kata Sahroni.
Sahroni juga menekankan pentingnya investigasi dilakukan di tubuh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri).
“Selain untuk memastikan tidak adanya oknum terlibat dalam sindikat uang palsu, langkah ini sekaligus untuk meyakinkan masyarakat akan keamanan percetakan uang negara kita,” kata Sahroni.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo memberi perhatian khusus terhadap pengungkapan sindikat uang palsu yang mengedarkan 60.000 lembar pecahan Rp100.000 di Bogor, Jawa Barat dan 916 lembar pecahan Rp100.000 dan 28 lembar pecahan 10.000 dolar Singapura di Surabaya, Jawa Timur.
Dia meminta Komisi I DPR mendorong Badan Intelijen Negara (BIN) melakukan investigasi secara khusus mengenai jaringan pembuat dan pengedar uang palsu, serta mendesak pemerintah membuat regulasi yang berdampak cepat dalam mengantisipasi peredaran uang palsu.
Bambang juga meminta Komisi II DPR mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat regulasi yang dapat mengantisipasi terjadinya money politics dalam Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Tidak hanya itu, Bambang turut berpesan kepada Komisi III DPR untuk mendorong kepolisian segera mengungkap dan menyampaikan kepada masyarakat mengenai terbongkarnya sindikat pengedar uang palsu, termasuk aktor intelektualnya.
Hal lain yang dianggap Bambang krusial adalah evaluasi sistem keamanan berlapis terhadap uang kertas Republik Indonesia dengan teknologi terbaru agar keaslian uang kertas rupiah Republik Indonesia dapat terlihat secara kasat mata dan tidak mudah ditiru atau dipalsukan.
Dia mencontohkan mata uang negara-negara Eropa yang sudah menggunakan teknologi kinegram. Sementara rupiah masih memakai teknologi hologram.
Sahroni memandang hal itu penting dilakukan karena peredaran uang palsu masih marak. Kejahatan tersebut secara tidak langsung dapat mengganggu perekonomian, khususnya bagi masyarakat tak mampu yang menjadi korban.
Terlebih, kata dia, uang palsu umumnya beredar di pasar atau warung-warung tradisional dengan market masyarakat menengah ke bawah.
“Peredaran uang palsu sangat meresahkan. Bagi masyarakat kurang mampu bahkan bisa mengganggu perekonomian mereka bila menjadi korban,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Rabu (28/3/2018).
Menurut dia, hal lain yang harus menjadi perhatian serius adalah potensi meningkatnya peredaran uang palsu seiring digelarnya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini dan akan berlangsungnya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden secara serentak pada tahun mendatang.
Politikus Nasdem ini mengkhawatirkan kerentanan terjadinya politik praktik uang (money politics) akan dimanfaatkan oleh sindikat uang palsu untuk beraksi di tengah masyarakat.
“Ini harus menjadi perhatian serius, bukan tidak mungkin sindikat uang palsu menyusup ke momentum pilkada dan pileg-pilpres serentak. Polri dan kejaksaan harus mengantisipasi sejak dini dengan membentuk satgas dan tim investigasi,” kata Sahroni.
Sahroni juga menekankan pentingnya investigasi dilakukan di tubuh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri).
“Selain untuk memastikan tidak adanya oknum terlibat dalam sindikat uang palsu, langkah ini sekaligus untuk meyakinkan masyarakat akan keamanan percetakan uang negara kita,” kata Sahroni.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo memberi perhatian khusus terhadap pengungkapan sindikat uang palsu yang mengedarkan 60.000 lembar pecahan Rp100.000 di Bogor, Jawa Barat dan 916 lembar pecahan Rp100.000 dan 28 lembar pecahan 10.000 dolar Singapura di Surabaya, Jawa Timur.
Dia meminta Komisi I DPR mendorong Badan Intelijen Negara (BIN) melakukan investigasi secara khusus mengenai jaringan pembuat dan pengedar uang palsu, serta mendesak pemerintah membuat regulasi yang berdampak cepat dalam mengantisipasi peredaran uang palsu.
Bambang juga meminta Komisi II DPR mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat regulasi yang dapat mengantisipasi terjadinya money politics dalam Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Tidak hanya itu, Bambang turut berpesan kepada Komisi III DPR untuk mendorong kepolisian segera mengungkap dan menyampaikan kepada masyarakat mengenai terbongkarnya sindikat pengedar uang palsu, termasuk aktor intelektualnya.
Hal lain yang dianggap Bambang krusial adalah evaluasi sistem keamanan berlapis terhadap uang kertas Republik Indonesia dengan teknologi terbaru agar keaslian uang kertas rupiah Republik Indonesia dapat terlihat secara kasat mata dan tidak mudah ditiru atau dipalsukan.
Dia mencontohkan mata uang negara-negara Eropa yang sudah menggunakan teknologi kinegram. Sementara rupiah masih memakai teknologi hologram.
(dam)