Ghost Fleet dan Prabowo

Selasa, 27 Maret 2018 - 07:39 WIB
Ghost Fleet dan Prabowo
Ghost Fleet dan Prabowo
A A A
Syaefudin Simon Alumnus UGM/Associate Leadership for Environment
and Development, New York/Tim Ahli Fraksi PPP DPR RI

JIKA sastra dan po­litik me­nyatu—kata Kennedy—dunia makin san­tun. Tapi bila du­nia sastra Amerika dan politik Indonesia menyatu, apakah kesantunan itu terjadi?

Itulah yang terjadi hari-hari ini ketika Prabowo Subianto mengutip sebagian narasi dari sastra Amerika dalam novel Ghost Fleet : A Novel of The Next World War karya Peter Warren Singer dan August Cole. Pra­bowo mengutip sebagian narasi novel itu yang menceritakan Indonesia akan bubar tahun 2030. Kutipan kecil dari novel Ghost Fleet itu langsung memicu kontroversi di dunia nyata dan maya. Hal yang jadi pertanyaan publik, kenapa narasi fiksi novel Ghost Fleet dikutip seakan-akan Indonesia akan bubar tahun 2030?

Jika saja Prabowo menyam­paikan “Indonesia bubar tahun 2030” ketika ngobrol di warung kopi dengan teman-temannya sambil bercanda, mungkin masalahnya tak seserius ini. Masalahnya, Prabowo me­nyam­­paikan di acara konfe­rensi nasional dan temu kader Partai Gerindra yang diunggah dalam akun resmi Gerindra, Senin (19/3/2018).

Prabowo juga pernah menyatakan hal sama di depan sivitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (18/9/2017) saat tampil men­jadi pembicara pada seminar bertema masa depan Indonesia. Saat itu, Prabowo bahkan menyerahkan buku novel Ghost Fleet yang dibelinya di New York kepada FEB UI. Sebuah sikap meyakinkan bahwa apa yang dikatakannya bersumber dari prediksi yahud.

Kenapa imajinasi dalam novel Ghost Fleet itu dapat di­per­caya orang selevel Prabowo? Alasannya, Peter Warren Singer bukan orang sembarangan. PW Singer adalah ahli ilmu politik luar negeri yang mendapatkan gelar PhD dari Harvard University—sebuah universitas terbaik di Amerika. Mengomentari fiksi yang menjadi rujukan, teman saya Ir Masduki—pensiunan pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri menyatakan, “Sangat kecil kemungkinan fiksi men­jadi kenyataan. Namun sangat mungkin, rekayasa nyata ditulis bergaya fiksi.” Tampaknya, Ir Masduki meyakini betul bahwa fiksi dari PW Singer dan August Cole itu akan terealisasi.

Tak hanya Ir Masduki yang menganggap prediksi imaji­natif Singer dan Comte akan benar-benar terjadi. Dr James G Stavridis, pensiunan Lak­sa­mana Angkatan Laut Amerika Serikat yang kini men­jadi dekan di Fakultas Hu­bungan Inter­nasional di Tufts Uni­versity, juga meng­anggap hal sama. Stavr­idis me­nye­but­kan buku Ghost Fleet bisa men­jadi blue print untuk me­ma­hami pe­rang masa depan. “Pe­mim­­pin mi­liter di Amerika kudu me­wa­jibkan para tentara mem­bacanya,” ujarnya.

Langit Makin Mendung
Setengah abad sebelum ge­ger novel Ghost Fleet, Indonesia pernah juga digegerkan narasi cerpen Langit Makin Mendung (LMM) karya Ki Panji Kusmin. Ceritanya, majalah Sastra yang dipimpin HB Jassin, tahun 1968 memuat cerpen berjudul Langit Makin Mendung yang narasi­nya mengupas kemun­cul­an Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril di Senen, Jakarta.

Alkisah, tulis Ki Panji Kusmin, Allah mengizinkan Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril untuk turun ke bumi. Tujuannya: menyelidiki kenapa umat Islam makin banyak yang dijebloskan ke neraka.

Berkendaraan buroq, Muhammad yang didamping Jibril turun ke bumi Indonesia. Tapi celaka! Di tengah jalan, kendaraannya bertabrakan dengan Sputnik, satelit milik Rusia. Sputnik hancur. Buroq juga hancur. Muhammad dan Jibril terlempar ke awan. Lalu keduanya turun ke bumi, menyamar jadi elang. Kedua elang itu bertengger di Monas dan mengunjungi lokalisasi pe­lacuran di Senen untuk meng­amati kelakuan manusia. Kedua makhluk suci itu akhirnya tahu, kenapa manusia akhir-akhir ini banyak dijebloskan ke neraka. Penyebabnya prostitusi.

Umat Islam marah. Mereka menganggap Ki Panji Kusmin menghina Islam. Mereka me­nuntut Ki Panji Kusmin diadili. Namun, HB Jassin pasang ba­dan. Ia menyembunyikan jati diri Ki Panji Kusmin.

Siapa Ki Panji Kusmin pe­nulis cerpen itu? Sampai hari ini tak ada yang tahu. Jassin se­bagai pimpinan redaksi majalah Sastra yang bertanggung jawab atas pemuatan cerpen tersebut, saat diadili, tak mau mem­beri­tahukan hakim, siapa gerangan Ki Panji Kusmin. Jassin pun divonis bersalah: satu tahun penjara dengan masa per­coba­an dua tahun. Sampai Jassin wafat, 11 Maret 2000, sang Paus Sastra itu tetap menyem­bunyi­kan siapa gerangan Ki Panji Kusmin.

Gambaran kisah fiksi di atas sekadar menunjukkan betapa liarnya imajinasi Ki Panji Kusmin yang menulis cerpen LMM. Jelas imajinasi Ki Panji Kusmin tak patut, bahkan haram jadi rujukan ilmiah. Dalam perspektif sama, apakah narasi novel Ghost Fleet yang menyatakan Indonesia bubar tahun 2030 patut dikutip dan diunggah dalam situs resmi Gerindra, partai oposisi terbesar Rezim Jokowi? Anda pasti tahu jawabannya.

Topik utama novel Ghost Fleet sebenarnya lebih meng­ulas bangkitnya China selaku super­power yang akan melam­paui Amerika Serikat. Soal Indonesia sendiri sebenarnya hanya di­sing­­g­ung sambil lalu. Saat itu, dalam novel Ghost Fleet, China dipimpin “kelas baru” yang dise­but­­­n­ya sebagai directorate. Ini elite gabungan antara kelas pengusaha ka­kap bersama para pemimpin ten­tara. Elite ini meng­ganti­kan pemimpin partai komunis yang sudah usang.

China selain lebih kaya sumber dayanya dari AS, juga lebih cepat menemukan persen­jataan supra­modern. Di antara­nya sen­jata “cyber attack” yang mampu melumpuhkan aneka sistem elektronik, bahkan paling canggih di Amerika sekali pun. Indonesia saat itu, tahun 2030, menjadi negara gagal (failed state). Sebuah kondisi yang mem­­buatnya bubar seperti Uni Soviet dan Yugoslavia, dua negara yang hilang dalam peta (Denny, 2018).

Imajinasi Ghost Fleet ini jelas jauh bertentangan dengan pre­diksi lembaga pemeringkat Pricewaterhouse Coopers (PwC). PwC meramalkan bahwa Indo­nesia pada 2030 menjadi big emerging market. Menurut prediksi (catat: bukan imajinasi karena analisisnya berdasarkan data dan fakta) Indonesia akan menjadi negara dengan per­eko­nomian terkuat di Asia Teng­gara. Indonesia, catat PwC, setelah 2030, mempunyai kekuatan ekonomi nomor empat di dunia setelah China, Amerika, dan India.

Sekarang kembali ke negara gagal. Jika saja narasi novel Ghost Fleet yang dikutip Prabowo bah­wa Indonesia men­jadi negara gagal dan bubar tahun 2030, maka dari aspek mana imajinasinya?

Negara gagal adalah sebuah kondisi ketika kemampuan pe­me­rintah mengelola komplek­sitas negara berada pada titik nadir. Indikatornya, ekonomi hancur, kemiskinan bertam­bah, kerusuhan dan anarkisme meruyak di mana-mana. Pusat kehilangan legitimasi karena korupsi dan pembusukan moral terjadi di semua sistem kene­ga­ra­an, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Bagaimana faktanya Indo­nesia? Dalam Fragile State Index 2017, ternyata peringkat Indonesia tetap berada di posisi aman. Kondisi Indonesia, mi­sal­nya, lebih baik dibandingkan de­ngan Iran dan Pakistan, meski lebih rentan dari Singa­pura, Malaysia, dan Brunei. Rangking Indonesia berada di nomor 94 dari 178 negara yang diukur. Dari data kuan­titatif di atas, prediksi novel Ghost Fleet itu agak ber­lebihan.

Dengan meng­ambil sisi positif­nya, anggap saja pre­diksi novel itu sebagai wake up call. Namun, jangan dijadikan alat kam­panye untuk men­dis­kreditkan pemerintah. Bila ini terjadi, hanya akan memanas­kan suhu politik yang merugi­kan kita semua.

Pada akhirnya, heboh Ghost Fleet sampai juga kepada penu­lis­nya, PW Singer dan August Cole. Singer dalam cuitannya di Twitter menulis: kehebohan ini sungguh tak terduga. Cole juga mencuit: This is fiction, not prediction.

Pada tahun politik memang banyak hal aneh. Fiksi tiba-tiba dianggap prediksi. Sementara realitas dianggap imajinasi. Eh, imajinasi malah dianggap realitas! Catat, seperti halnya Langit Makin Mendung, Ghost Fleet hanya imajinasi. Tak lebih dari itu!
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1285 seconds (0.1#10.140)