BNPT: Berita Hoaks Picu Radikalisme

Senin, 26 Maret 2018 - 12:26 WIB
BNPT: Berita Hoaks Picu...
BNPT: Berita Hoaks Picu Radikalisme
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengimbau masyarakat agar berlaku arif dan bijaksana dalam menggunakan media sosial (medsos). Masyarakat juga diminta bergerak cepat menangkal sebaran informasi bohong atau hoaks.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengajak generasi muda khususnya mahasiswa untuk menghilangkan budaya ”sharing” tanpa saring, terutama dalam mengantisipasi hoaks atau berita bohong.

”Biasakan untuk adik-adik di sini, kita hilangkan budaya ‘sharing’ tanpa saring. Untuk bisa menyaring informasi, jangan mudah terpengaruh dan percaya dengan adanya hoaks,” ungkap Suhardi dalam kegiatan Literasi Digital sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat di Serang, Banten, akhir pekan lalu.

Suhardi juga mengajak para generasi muda tetap waspada karena saat ini sasaran teroris adalah mereka. Generasi muda dinilai rentan terpengaruh karena sedang mencari identitas diri, tidak berpikir lainnya.

”Untuk itu, pengetahuan harus terus diterapkan, tak hanya moral saja yang kita tanamkan,” kata Suhardi. Dia menyampaikan bahwa penyebaran radikalisme, bahkan perekrutan teroris, kini bersifat terbuka, yakni melalui laman, media sosial, dan messenger. Sebelum itu, perekrutan ini dilakukan tertutup seperti melalui pertemanan dan kekeluargaan.

”Paham radikal dan aksi teroris dimanapun bisa terjadi. Tidakada tempat lagi di sini yang steril, radikal sudah bisa masuk lewat mana pun, salah satunya melalui smartphone,” kata Suhardi.

Karena itu, Kepala BNPT menekankan pentingnya sikap nasionalisme dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Menurutnya, hubungan antara dosen dan mahasiswa juga tidak boleh terpecah.

”Tolong peduli lingkungan, siapa teman kita, siapa lingkungan kita. Dosen juga harus peduli terhadap mahasiswa sehingga jika ada hal menyimpang bisa langsung diatasi. Jangan sampai terjadi mahasiswa tiba-tiba sudah ada di Irak karena tergabung anggota ISIS,” katanya.

Direktur Pencegahan BNPT Hamli menambahkan, informasi bohong itu sebagian besar bersifat provokatif yang berpotensi menularkan radikalisme dan terorisme. Karena itu, jika ada informasi tidak benar masuk ke seluler, dia memintanya langsung dihapus.

”Kalau tidak mau menghapus ya biarkan saja, jangan disebar. Kita harus pandai-pandai menelaah. Bahkan, jika benar sekalipun masih harus ditelaah apakah informasi itu bermanfaat atau tidak jika kita menyebarkannya,” ujarnya.

Oleh karena itu, literasi digital dilaksanakan sebagai respons atas maraknya peredaran informasi bohong dan bersifat provokatif di medsos. Melalui kegiatan itu pula masyarakat diharapkan memiliki kemampuan membaca dan memikirkan setiap informasi yang diterimanya, sebelum pada akhirnya memutuskan untuk menyebarkan, menghapus, atau menyimpannya.

BNPT juga akan melatih masyarakat yang menjadi pesertanya memiliki kemam puan membuat konten positif. Hal itu akan menjadi penyeimbang karena peredaran informasi bohong menjadi pemicu radikalisme dan terorisme.

Hamli juga mengajak masyarakat terus mengedepankan kewaspadaan terhadap radikalisme dan terorisme yang disebutnya sudah sampai pada anak-anak setingkat SMP dan SMA. Pada tingkatan ini radikalisme masuk melalui lingkungan sekolah dan alumni yang mendapat kan paparan dari tempat lain. ”Di sinilah sinergi harus diperkuat. Di semua lini, semua elemen masyarakat, semua harus mengedepankan kewaspadaan menghadapi radikalisme dan terorisme,” ujarnya.

Sementara itu, Suhardi juga memaparkan strategi keberhasilan Indonesia dalam penanggulangan terorisme di ajang The ASEAN-Australia Counter Terrorism Conference 2018 di Sydney, Australia, beberapa waktu lalu.

Konferensi yang dihadiri semua negara anggota ASEAN dan Australia sebagai tuan rumah itu dipimpin Koordinator Penanggulangan Terorisme Persemakmuran Australia Tony Sheehan.

Konferensi itu dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton. Dalam upaya penanggulangan pendanaan terorisme, Suhardi menyampaikan pentingnya pengawasan terhadap sektor Non-Profit Organization (NPO) yang sangat berisiko terhadap penyalahgunaan oleh teroris atau kelompok teroris.

”Indonesia sendiri telah melakukan sejumlah langkah dalam mengantisipasi risiko tersebut, antara lain dengan melakukan perubahan terhadap UU Ormas, membentuk Tim Terpadu Pengawasan NPO yang dipimpin Kementerian Dalam Negeri, serta mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2017 mengenai Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” ujar Suhardi dalam keterangan persnya kemarin.

Untuk penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan, Suhardi memaparkan hal sangat penting yang telah di lakukan BNPT dalam menjalankan program untuk mengatasi masalah terorisme di Indonesia.

Pertama, melaksanakan program deradikalisasi di luar lembaga pemasyarakatan (lapas), yakni program pembangunan masjid dan pesantren di dua desa di Indonesia, seperti di Deliserdang, Sumatera Utara; dan Desa Tenggulung, Lamongan, Jawa Timur. (Binti Mufarida)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7268 seconds (0.1#10.140)