Eks Kabiro Bakamla Divonis Empat Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan putusan empat tahun penjara terhadap Nofel Hasan, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Majelis hakim yang dipimpin Diah Siti Basariah dengan anggota Sunarso, Hastopo, Sofialdi, dan Sigit Herman Binaji menilai, Nofel Hasan terbukti bersalah menurut hukum melakukan korupsi karena menerima suap.
Nofel menerima suap sebesar SGD104.500 (setara Rp992,75 miliar dengan menggunakan kurs 25 November 2016 saat penerimaan terjadi) dari tiga pemberi suap.
Para pemberi, yakni terpidana pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah alias Emi (divonis 2 tahun 8 bulan), keponakan Emi sekaligus pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta (terpidana divonis 1 tahun 6 bulan), dan Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus (terpidana divonis 1 tahun 6 bulan).
Perbuatan penerimaan suap Nofel dilakukan bersama-sama dengan dua pihak. Pertama, terpidana penerima suap Eko Susilo Hadi (divonis 4 tahun 3 bulan) selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016. Eko terbukti menerima suap sebesar SGD100.000 (Rp935 juta), USD88,500 (Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (Rp143,2 juta).
Kedua, terdakwa lain yang ditangani Puspom TNI, yaitu Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerja Sama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara hampir Rp1 miliar). Bambang sudah divonis 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Militer Jakarta.
Majelis memastikan suap yang diterima Nofel berhubungan dengan pemenangan proyek pengadaan drone dan satelit monitoring Bakamla yang bersumber dari APBN Perubahan 2016 yang dimenangkan perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan Fahmi Darmawansyah alias Emi.
Majelis menilai, penerimaan suap tersebut tidak berhubungan penyusunan dan pengajuan anggaran dua proyek tersebut, sebagaimana didakwakan dan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Meski begitu, majelis hakim sepakat dengan JPU bahwa penerimaan suap Nofel terbukti sesuai dengan dengan Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer (pertama).
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nofel Hasan dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan," kata Ketua Majelis Diah Siti Basariah saat membacakan amar putusan atas nama Nofel, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3/2018).
Anggota Majelis Hakim Sofialdi membeberkan, penerimaan suap dilakukan Nofel terjadi karena melanjutkan atau atas perintah Eko Susilo Hadi. Majelis memastikan, suap untuk Nofel merupakan bagian penyerahan total 2,5% dari alokasi 7,5% untuk Bakamla.
Hakim Sofialdi menggariskan, majelis hakim sudah mendengar dan membaca nota pembelaan (pleidoi) yang diajukan Nofel Hasan dan tim penasihat hukum termasuk mempertimbangkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan ke majelis hakim dalam persidangan. Atas pengajuan JC ini, majelis menilai, saat pemeriksaan sebagai saksi Nofel tidak mengakui perbuatannya menerima suap SGD104.500. Pengakuan penerimaan itu baru diutarakan Nofel saat diperiksa sebagai terdakwa.
"Menurut majelis, permohonan JC terdakwa tidak dapat dikabulkan. Karena terdakwa belakangan baru mengakui penerimaan uang dari Adami Okta," tutur Hakim Sofialdi.
Dia membeberkan, dalam menjatuhkan amar putusan majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan bagi Nofel, yakni berlaku sopan dalam persidangan, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih memiliki tanggungan keluarga. Pertimbangan memberatkan, perbuatan Nofel tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan korupsi.
Nofel Hasan hadir mengenakan batik hijau krem bermotif lengan panjang. Setelah amar putusan dibacakan, Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basaria mempersilakan JPU pada KPK dan Nofel Hasan menyikapi putusan.
Anggota JPU Ferdian Adi Nugroho mengatakan pihaknya masih pikir-pikir apakah menerima atau mengajukan banding. Sementara Nofel mengatakan menerima putusan, setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum.
"Terima kasih kepada majelis hakim yang telah membacakan putusan saya. Setelah saya berkonsultasi dengan tim penasihat hukum, saya menyatakan menerima," ucap Nofel.
Majelis hakim yang dipimpin Diah Siti Basariah dengan anggota Sunarso, Hastopo, Sofialdi, dan Sigit Herman Binaji menilai, Nofel Hasan terbukti bersalah menurut hukum melakukan korupsi karena menerima suap.
Nofel menerima suap sebesar SGD104.500 (setara Rp992,75 miliar dengan menggunakan kurs 25 November 2016 saat penerimaan terjadi) dari tiga pemberi suap.
Para pemberi, yakni terpidana pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah alias Emi (divonis 2 tahun 8 bulan), keponakan Emi sekaligus pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta (terpidana divonis 1 tahun 6 bulan), dan Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus (terpidana divonis 1 tahun 6 bulan).
Perbuatan penerimaan suap Nofel dilakukan bersama-sama dengan dua pihak. Pertama, terpidana penerima suap Eko Susilo Hadi (divonis 4 tahun 3 bulan) selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016. Eko terbukti menerima suap sebesar SGD100.000 (Rp935 juta), USD88,500 (Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (Rp143,2 juta).
Kedua, terdakwa lain yang ditangani Puspom TNI, yaitu Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerja Sama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara hampir Rp1 miliar). Bambang sudah divonis 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Militer Jakarta.
Majelis memastikan suap yang diterima Nofel berhubungan dengan pemenangan proyek pengadaan drone dan satelit monitoring Bakamla yang bersumber dari APBN Perubahan 2016 yang dimenangkan perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan Fahmi Darmawansyah alias Emi.
Majelis menilai, penerimaan suap tersebut tidak berhubungan penyusunan dan pengajuan anggaran dua proyek tersebut, sebagaimana didakwakan dan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Meski begitu, majelis hakim sepakat dengan JPU bahwa penerimaan suap Nofel terbukti sesuai dengan dengan Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer (pertama).
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nofel Hasan dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan," kata Ketua Majelis Diah Siti Basariah saat membacakan amar putusan atas nama Nofel, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3/2018).
Anggota Majelis Hakim Sofialdi membeberkan, penerimaan suap dilakukan Nofel terjadi karena melanjutkan atau atas perintah Eko Susilo Hadi. Majelis memastikan, suap untuk Nofel merupakan bagian penyerahan total 2,5% dari alokasi 7,5% untuk Bakamla.
Hakim Sofialdi menggariskan, majelis hakim sudah mendengar dan membaca nota pembelaan (pleidoi) yang diajukan Nofel Hasan dan tim penasihat hukum termasuk mempertimbangkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan ke majelis hakim dalam persidangan. Atas pengajuan JC ini, majelis menilai, saat pemeriksaan sebagai saksi Nofel tidak mengakui perbuatannya menerima suap SGD104.500. Pengakuan penerimaan itu baru diutarakan Nofel saat diperiksa sebagai terdakwa.
"Menurut majelis, permohonan JC terdakwa tidak dapat dikabulkan. Karena terdakwa belakangan baru mengakui penerimaan uang dari Adami Okta," tutur Hakim Sofialdi.
Dia membeberkan, dalam menjatuhkan amar putusan majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan bagi Nofel, yakni berlaku sopan dalam persidangan, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih memiliki tanggungan keluarga. Pertimbangan memberatkan, perbuatan Nofel tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan korupsi.
Nofel Hasan hadir mengenakan batik hijau krem bermotif lengan panjang. Setelah amar putusan dibacakan, Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basaria mempersilakan JPU pada KPK dan Nofel Hasan menyikapi putusan.
Anggota JPU Ferdian Adi Nugroho mengatakan pihaknya masih pikir-pikir apakah menerima atau mengajukan banding. Sementara Nofel mengatakan menerima putusan, setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum.
"Terima kasih kepada majelis hakim yang telah membacakan putusan saya. Setelah saya berkonsultasi dengan tim penasihat hukum, saya menyatakan menerima," ucap Nofel.
(dam)