Rekonsiliasi Sunda-Jawa

Rabu, 14 Maret 2018 - 05:58 WIB
Rekonsiliasi Sunda-Jawa
Rekonsiliasi Sunda-Jawa
A A A
SUNDA dan Jawa akhirnya berdamai soal sejarah kelam 661 ta­hun yang lalu. Dua suku terbesar di Indonesia ini memang sa­ling terluka akibat Perang Bubat ketika era Majapahit di Ra­ja Hayam Wuruk.

Perseteruan itu begitu tampak pada nama-na­ma jalan di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, atau Jawa Timur (tiga dae­rah tersebut mempunyai ikatan sejarah dengan Kerajaan Ma­ja­pahit) yang tak satu pun berbau Sunda. Begitu juga, jangan ber­h­a­rap nama berbau Kerajaan Majapahit seperti Hayam Wuruk atau Gajah Mada terdapat pada jalan-jalan di wilayah Jawa Barat.

Bah­kan ada pesan dari sebagian orang tua kepada anaknya untuk ti­dak menikah dengan orang Sunda bagi orang Jawa, begitu juga se­baliknya. Meskipun, bagi anak-anak sekarang, pesan itu sudah ti­dak diindahkan lagi. Peristiwa kelam nenek moyang dua suku ter­sebut memang terus diturunkan hingga beberapa waktu lalu ter­jadi rekonsiliasi antara Sunda dan Jawa.

Hingga pada 6 Maret 2018 tiga gubernur, yaitu Gubernur Jawa Ba­rat Ahmad Heryawan (Aher), Gubernur DI Yogyakarta Sri Su­l­tan Hamengku Buwono X, dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, ber­kumpul untuk melakukan rekonsiliasi. Hasil konkret dari re­kon­siliasi tersebut akan ada nama-nama jalan berbau Majapahit di Tanah Pasundan, begitu juga akan nama-nama berbau Pa­s­un­dan di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Aher dalam per­temuan tersebut meminta semua pihak menghilangkan den­dam sejarah.

“Berdamailah dengan sejarah, jadikanlah sebagai pe­lajaran agar kejadian buruk di masa lalu tidak terulang di masa de­pan,” kata Aher. Pesan yang hampir sama juga disampaikan oleh Sri Sultan dan Soekarwo.

Memang sudah sepantasnya kita semua menghilangkan den­dam sejarah. Jawa dan Sunda yang mempunyai peradaban tinggi ­ba­gi Indonesia harus benar-benar menghilangkan dendam ter­se­but. Sejarah semestinya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua un­tuk masa kini dan masa depan.

Jika kita mempunyai sejarah ke­lam, pelajaran yang harus kita petik adalah jangan mengulangi se­ja­rah tersebut atau melakukan yang sama. Namun, jika ada se­ja­rah yang positif, tentu ini bisa menjadi contoh bagi masa kini dan ma­sa depan pula. Sejarah berguna untuk menjalani kehidupan ma­sa kini dan masa depan dengan baik.

Bukan malah sebaliknya, se­jarah justru menyulutkan dendam terus-menerus sehingga mem­buat masyarakat luas terbawa. Sudah banyak contoh den­dam sejarah yang ada di dunia ini diselesaikan dengan baik. Dan, In­donesia yang dikenal dengan bangsa besar tentunya harus te­rus melakukan ini.

Sri Sultan pun mengatakan bahwa penting mengetahui se­ja­rah dan menghilangkan sekat-sekat kesalahpahaman yang telah ter­jadi pada masa lalu. Setiap etnik yang ada menjadi bagian bang­sa Indonesia itu sendiri.

Menurut dia, rekonsiliasi antarbudaya, an­taretnik membutuhkan prasyarat utama, yakni memperbaiki hu­bungan antarmanusia yang sebelumnya mengalami ke­ce­la­ka­an sejarah. Soekarwo menyebut upaya rekonsiliasi yang di­upa­ya­kan ini merupakan langkah berani dan layak ditempuh semua ele­men bangsa karena keberagaman merupakan sumber kekuatan bang­­sa Indonesia.

Rekonsiliasi Sunda-Jawa ini bisa menjadi contoh bagi para pe­­mim­pin bangsa ini sekarang. Beberapa friksi pandangan, p­e­mi­­kir­an, ataupun perbedaan pandangan politik semestinya bi­sa di­re­konsiliasi dengan baik. Tujuannya adalah bangsa ini men­jadi se­ma­kin besar.

Bayangkan jika dendam politik masa lalu terus ­di­pu­puk, apakah akan menjadi hal yang produktif? Bu­kankah dendam akan memunculkan dendam yang baru? Re­kon­siliasi Sunda-Jawa ini benar-benar bisa menjadi contoh ki­ta semua dalam me­ning­gal­kan ego pribadi atau kelompok.

Su­dah sepatutnya dendam ma­sa lalu (baik sosial ataupun politik) per­lu disimpan yang dalam dan membuka lembaran baru demi bang­sa ini. Kita semua ingin bang­sa ini menjadi besar. Bangsa be­sar dibangun dengan ke­ber­sa­ma­an, bukan dengan cara m­e­mu­puk dendam.

Kita semua mengapresiasi rekonsiliasi Sunda-Jawa. Ini adalah con­toh kehidupan berbangsa Indonesia yang baik. Contoh sudah ada­. Tinggal kita apakah memiliki kemauan tidak untuk me­n­con­toh rekonsiliasi Sunda-Jawa.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0779 seconds (0.1#10.140)