Pemerintah Wajib Proteksi NIK dan Data Warga Negara
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR menegaskan bahwa pemerintah wajib melakukan proteksi terhadap Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data warga negara yang diberikan saat melakukan registrasi kartu telepon seluler (ponsel) atau SIM Card.
Anggota Komisi I DPR Arwani Thomafi menilai, proses registrasi SIM Card yang telah berakhir akhir Februari lalu harus memastikan data pribadi pemilik kartu ponsel aman dan sesuai dengan peruntukan. Tidak boleh ada pihak mana pun yang menyalahgunakan data pribadi warga negara untuk kepentingan lain.
"Negara wajib memberi perlindungan data pribadi penduduk mulai nomor KK, NIK, tanggal/bulan/tahun lahir serta catatan penting yang tertuang dalam data pribadi penduduk," ucapnya di Gedung DPR, Rabu (7/3/2018).
Politikus PPP itu menyatakan, ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 84 ayat (1) dan Pasal 85 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
"Data pribadi merupakan informasi yang dikecualikan yang tidak boleh disebarluaskan sebagaimana Pasal 17 huruf h UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Tidak boleh siapa pun menyebarluaskan data pribadi karena masuk kategori informasi yang dikecualikan," jelasnya.
Arwani mengatakan, pemegang hak akses data pribadi baik instansi pemerintah dan instansi swasta sebagai pengguna data pribadi penduduk dilarang menjadikan data pribadi penduduk sebagai bahan informasi publik. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 58 PP No 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pemerintah harus memastikan data pribadi saat pendaftaraan SIM Card ke vendor telekomunikasi aman dan dilindungi.
"Pemerintah harus senantiasa melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat soal kerahasiaan data pribadi. Karena dalam praktiknya, data pribadi kerap diunggah oleh warga melalui media sosial. Padahal, dampak dari unggahan tersebut akan menimbulkan persoalan tersendiri. Penyalahgunaan data tersebut potensial dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab."
Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah dan provider bertanggung jawab atas bocornya data pribadi. Dia juga mendorong pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi karena Indonesia dinilai sudah sangat membutuhkan UU tersebut seiring dengan semakin berkembangnya tren "big data".
"Saya sangat mendorong agar RUU Perlindungan Data Pribadi ini dapat disetorkan oleh pemerintah sebagai UU prioritas," ucapnya.
Anggota Komisi I DPR Arwani Thomafi menilai, proses registrasi SIM Card yang telah berakhir akhir Februari lalu harus memastikan data pribadi pemilik kartu ponsel aman dan sesuai dengan peruntukan. Tidak boleh ada pihak mana pun yang menyalahgunakan data pribadi warga negara untuk kepentingan lain.
"Negara wajib memberi perlindungan data pribadi penduduk mulai nomor KK, NIK, tanggal/bulan/tahun lahir serta catatan penting yang tertuang dalam data pribadi penduduk," ucapnya di Gedung DPR, Rabu (7/3/2018).
Politikus PPP itu menyatakan, ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 84 ayat (1) dan Pasal 85 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
"Data pribadi merupakan informasi yang dikecualikan yang tidak boleh disebarluaskan sebagaimana Pasal 17 huruf h UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Tidak boleh siapa pun menyebarluaskan data pribadi karena masuk kategori informasi yang dikecualikan," jelasnya.
Arwani mengatakan, pemegang hak akses data pribadi baik instansi pemerintah dan instansi swasta sebagai pengguna data pribadi penduduk dilarang menjadikan data pribadi penduduk sebagai bahan informasi publik. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 58 PP No 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pemerintah harus memastikan data pribadi saat pendaftaraan SIM Card ke vendor telekomunikasi aman dan dilindungi.
"Pemerintah harus senantiasa melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat soal kerahasiaan data pribadi. Karena dalam praktiknya, data pribadi kerap diunggah oleh warga melalui media sosial. Padahal, dampak dari unggahan tersebut akan menimbulkan persoalan tersendiri. Penyalahgunaan data tersebut potensial dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab."
Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah dan provider bertanggung jawab atas bocornya data pribadi. Dia juga mendorong pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi karena Indonesia dinilai sudah sangat membutuhkan UU tersebut seiring dengan semakin berkembangnya tren "big data".
"Saya sangat mendorong agar RUU Perlindungan Data Pribadi ini dapat disetorkan oleh pemerintah sebagai UU prioritas," ucapnya.
(zik)