Formappi Sayangkan DPR Tak Libatkan Masyarakat Bahas UU MD3
A
A
A
JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencium ada strategi licik DPR dari pengesahan Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Sebab, UU yang disahkan melalui rapat paripurna DPR Senin 12 Februari 2018 itu tidak hanya memuat penambahan kursi pimpinan DPR.
Peneliti Senior Formappi, Lucius Karus mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam revisi UU MD3 itu tidak dilibatkan. "Saya justru cenderung melihat ada strategi yang cukup licik dari DPR," ujar Lucius dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network Bertajuk 'Benarkah DPR Gak Mau Dikritik?' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
Lucius mengungkapkan, pembahasan revisi UU MD3 itu memakan waktu hampir dua tahun. Selama itu, DPR melempar isu bahwa revisi UU MD3 itu hanya persoalan penambahan kursi pimpinan DPR untuk Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Tidak pernah di situ disebut isu-isu lain. Isu-isu lain yang justru sangat krusial ini baru muncul sekitar seminggu sebelum pengesahan Undang-undang MD3 di paripurna DPR," katanya.
Adapun sejumlah isu krusial dimaksud diantaranya mengenai Pasal 122 huruf K, Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c serta Pasal 245 ayat (1).
Adapun Pasal 122 huruf K menyebutkan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat melaporkan orang, perseorang, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR ke kepolisian.
Kemudian, dalam ayat (4) huruf b Pasal 73 itu disebutkan bahwa Polri wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa setiap orang yang mangkir dari panggilan DPR. Tak hanya itu, ayat (5) Pasal 73 itu menyebutkan bahwa Polisi berhak melakukan penahanan.
Peneliti Senior Formappi, Lucius Karus mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam revisi UU MD3 itu tidak dilibatkan. "Saya justru cenderung melihat ada strategi yang cukup licik dari DPR," ujar Lucius dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network Bertajuk 'Benarkah DPR Gak Mau Dikritik?' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
Lucius mengungkapkan, pembahasan revisi UU MD3 itu memakan waktu hampir dua tahun. Selama itu, DPR melempar isu bahwa revisi UU MD3 itu hanya persoalan penambahan kursi pimpinan DPR untuk Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Tidak pernah di situ disebut isu-isu lain. Isu-isu lain yang justru sangat krusial ini baru muncul sekitar seminggu sebelum pengesahan Undang-undang MD3 di paripurna DPR," katanya.
Adapun sejumlah isu krusial dimaksud diantaranya mengenai Pasal 122 huruf K, Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c serta Pasal 245 ayat (1).
Adapun Pasal 122 huruf K menyebutkan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat melaporkan orang, perseorang, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR ke kepolisian.
Kemudian, dalam ayat (4) huruf b Pasal 73 itu disebutkan bahwa Polri wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa setiap orang yang mangkir dari panggilan DPR. Tak hanya itu, ayat (5) Pasal 73 itu menyebutkan bahwa Polisi berhak melakukan penahanan.
(kri)