Ekspor Mobil Terancam
A
A
A
KEKESALAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kinerja ekspor Indonesia yang kalah dari Thailand dan Malaysia belum mereda, kini muncul berita buruk ekspor mobil ke Vietnam bakal tersandung dengan kebijakan baru negara penghasil beras itu. Dikhawatirkan regulasi tersebut akan menghentikan ekspor mobil penumpang ke Vietnam.
Menyikapi persoalan serius itu, kabarnya tim delegasi Indonesia yang meliputi Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) segera bertolak ke Vietnam akhir bulan ini.
Regulasi seperti apa kiranya yang diterbitkan Vietnam sehingga pemerintah Indonesia kalang kabut? Pada awal tahun ini, Vietnam telah menerbitkan regulasi impor melalui Decree No 116/ 2017/ND-CP - Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services. Aturan itu memuat sejumlah persyaratan kelaikan kendaraan termasuk emisi dan keselamatan, berpotensi menghentikan ekspor mobil penumpang ke Vietnam. Pasalnya, standar ekspor mobil Indonesia yang berlaku selama ini dinilai masih rendah dan tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan pihak Vietnam.
Bila melihat nilai ekspor mobil penumpang dari Indonesia ke Vietnam, sangat beralasan apabila pemerintah diliputi kerisauan. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terungkap nilai ekspor mobil ke Vietnam mencapai USD241,2 juta sepanjang Januari-November tahun lalu. Indonesia masuk tiga negara utama pengekspor mobil penumpang ke Vietnam, dengan pangsa pasar sekitar 13,12% setelah Thailand dan China.
Bicara soal kiprah Indonesia dalam bidang ekspor mobil, memang masih jauh di bawah Thailand. Tengok saja, dari total produksi mobil di Negeri Gajah Putih yang mencapai 1,94 juta unit, tercatat sekitar 50% ditujukan untuk pasar luar negeri alias ekspor. Sementara itu, total produksi mobil Indonesia sebanyak 1,17 juta unit, namun alokasi ekspor baru sekitar 200.000 unit.
Mengapa Thailand lebih sukses menggarap pasar ekspor dibandingkan Indonesia? Gaikindo membeberkan sejumlah alasan, di antaranya pemerintah Thailand tidak pelit memberi insentif untuk semua jenis kendaraan yang diproduksi negara itu.
Sebaliknya, persoalan ekspor mobil di Indonesia tidak sebatas insentif yang terbatas dari pemerintah, tetapi juga jenis kendaraan yang diekspor termasuk monoton alias didominasi jenis MPV. Memang, penjualan jenis MPV tidak tertandingi di pasar domestik, tetapi tidak begitu diminati pada pasar internasional.
Selain itu, Indonesia terganjal sejumlah aturan di pasar internasional. Misalnya, sejumlah negara memberlakukan pajak kendaraan bermotor bergantung pada berapa emisi karbon yang dihasilkan. Kini, pemerintah telah mewacanakan penentuan pajak sesuai emisi karbon dan bukan lagi kapasitas mesin.
Sepanjang tahun lalu, penjualan mobil di dalam negeri tetap mengalami pertumbuhan namun lebih tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Gaikindo mencatat penjualan mobil mencapai 1,079 juta unit atau naik sekitar 1,6% dari 1,06 juta unit pada tahun sebelumnya. Dalam setahun terakhir ini, terjadi pergeseran penjualan jenis mobil. Penjualan mobil jenis sedan anjlok sekitar 34% dari 13.000 unit mengerut menjadi 9.000 unit saja, disusul penjualan SUV 4x4 yang turun sekitar 26% dan penjualan bus terkoreksi 3%.
Sebaliknya, penjualan MPV 4x2 tumbuh dari sebanyak 590.000-an unit menjadi sekitar 600.000-an unit. Dan, penjualan tertinggi ditempati mobil truk yang menembus angka 45%. Para pelaku industri automotif meyakini meroketnya penjualan mobil truk didongkrak oleh proyek infrastruktur yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Jokowi. Pabrikan mobil Jepang menguasai pangsa pasar sekitar 98% atau sebanyak 1.060.236 unit, sedangkan pabrikan mobil China baru meraih pangsa pasar sekitar 1% dengan angka penjualan sebanyak 5.418 unit.
Kita berharap tim delegasi Indonesia dapat meyakinkan pemerintah Vietnam bahwa mobil penumpang produksi Indonesia sudah sesuai dengan aturan yang diharapkan Negeri Lumbung Padi itu. Apalagi sebelumnya, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc telah membahas soal kendala ekspor dari Indonesia ke Vietnam.
Menyikapi persoalan serius itu, kabarnya tim delegasi Indonesia yang meliputi Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) segera bertolak ke Vietnam akhir bulan ini.
Regulasi seperti apa kiranya yang diterbitkan Vietnam sehingga pemerintah Indonesia kalang kabut? Pada awal tahun ini, Vietnam telah menerbitkan regulasi impor melalui Decree No 116/ 2017/ND-CP - Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services. Aturan itu memuat sejumlah persyaratan kelaikan kendaraan termasuk emisi dan keselamatan, berpotensi menghentikan ekspor mobil penumpang ke Vietnam. Pasalnya, standar ekspor mobil Indonesia yang berlaku selama ini dinilai masih rendah dan tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan pihak Vietnam.
Bila melihat nilai ekspor mobil penumpang dari Indonesia ke Vietnam, sangat beralasan apabila pemerintah diliputi kerisauan. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terungkap nilai ekspor mobil ke Vietnam mencapai USD241,2 juta sepanjang Januari-November tahun lalu. Indonesia masuk tiga negara utama pengekspor mobil penumpang ke Vietnam, dengan pangsa pasar sekitar 13,12% setelah Thailand dan China.
Bicara soal kiprah Indonesia dalam bidang ekspor mobil, memang masih jauh di bawah Thailand. Tengok saja, dari total produksi mobil di Negeri Gajah Putih yang mencapai 1,94 juta unit, tercatat sekitar 50% ditujukan untuk pasar luar negeri alias ekspor. Sementara itu, total produksi mobil Indonesia sebanyak 1,17 juta unit, namun alokasi ekspor baru sekitar 200.000 unit.
Mengapa Thailand lebih sukses menggarap pasar ekspor dibandingkan Indonesia? Gaikindo membeberkan sejumlah alasan, di antaranya pemerintah Thailand tidak pelit memberi insentif untuk semua jenis kendaraan yang diproduksi negara itu.
Sebaliknya, persoalan ekspor mobil di Indonesia tidak sebatas insentif yang terbatas dari pemerintah, tetapi juga jenis kendaraan yang diekspor termasuk monoton alias didominasi jenis MPV. Memang, penjualan jenis MPV tidak tertandingi di pasar domestik, tetapi tidak begitu diminati pada pasar internasional.
Selain itu, Indonesia terganjal sejumlah aturan di pasar internasional. Misalnya, sejumlah negara memberlakukan pajak kendaraan bermotor bergantung pada berapa emisi karbon yang dihasilkan. Kini, pemerintah telah mewacanakan penentuan pajak sesuai emisi karbon dan bukan lagi kapasitas mesin.
Sepanjang tahun lalu, penjualan mobil di dalam negeri tetap mengalami pertumbuhan namun lebih tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Gaikindo mencatat penjualan mobil mencapai 1,079 juta unit atau naik sekitar 1,6% dari 1,06 juta unit pada tahun sebelumnya. Dalam setahun terakhir ini, terjadi pergeseran penjualan jenis mobil. Penjualan mobil jenis sedan anjlok sekitar 34% dari 13.000 unit mengerut menjadi 9.000 unit saja, disusul penjualan SUV 4x4 yang turun sekitar 26% dan penjualan bus terkoreksi 3%.
Sebaliknya, penjualan MPV 4x2 tumbuh dari sebanyak 590.000-an unit menjadi sekitar 600.000-an unit. Dan, penjualan tertinggi ditempati mobil truk yang menembus angka 45%. Para pelaku industri automotif meyakini meroketnya penjualan mobil truk didongkrak oleh proyek infrastruktur yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Jokowi. Pabrikan mobil Jepang menguasai pangsa pasar sekitar 98% atau sebanyak 1.060.236 unit, sedangkan pabrikan mobil China baru meraih pangsa pasar sekitar 1% dengan angka penjualan sebanyak 5.418 unit.
Kita berharap tim delegasi Indonesia dapat meyakinkan pemerintah Vietnam bahwa mobil penumpang produksi Indonesia sudah sesuai dengan aturan yang diharapkan Negeri Lumbung Padi itu. Apalagi sebelumnya, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc telah membahas soal kendala ekspor dari Indonesia ke Vietnam.
(rhs)