Pembuat UU MD3 Dinilai Tidak Paham Kemerdekaan Pers
A
A
A
JAKARTA - Kalangan wartawan merasa kebebasan pers terancam dengan hadirnya UU MD3 yang di dalamnya mengatur masalah pemberitaan kelembagaan DPR dan rancangan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang juga mengatur ancaman pidana kepada wartawan.
Menurut Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, keputusan DPR tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun I998 tentang Pers.
Menurutnya, dua regulasi tersebut sebenarnya menyangkut internal DPR, namun mengatur pihak luar seperti Polri/TNI bahkan wartawan.
"Ini kok bisa mengancam pihak luar di DPR? Nah itu menjadi masalah. Pertanyaanya apakah tim pembuat UU ini tidak melibatkan tim yang paham betul tentang kemerdekaan pers," kata Yoseph saat diskusi di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Yoseph menduga, tim yang terlibat dalam pembahasan ini tidak memahami betul naskah UU pers yang sudah ada. Sehingga, jika sudah ada UU yang secara spesifik mengatur tidak perlu keluar UU baru. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih UU.
Menurut Yoseph, mencuatnya rancangan KUHP yang mengatur sanksi pidana kepada wartawan membuat masyarakat akhirnya memiliki ikhtiar untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia sendiri sejak awal yakin bahwa keputusan DPR ini akan menuai reaksi di masyarakat, termasuk kalangan wartawan.
"Karena seluruh (KUHP) yang kita pakai adalah warisan dari kolonial belanda yang sudah kita godok dengan iklim demokrasi. Oleh karena itulah perlu dirancang RUU KHUP yang baru yang lebih cocok dengan situasi sekarang," pungkasnya.
Menurut Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, keputusan DPR tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun I998 tentang Pers.
Menurutnya, dua regulasi tersebut sebenarnya menyangkut internal DPR, namun mengatur pihak luar seperti Polri/TNI bahkan wartawan.
"Ini kok bisa mengancam pihak luar di DPR? Nah itu menjadi masalah. Pertanyaanya apakah tim pembuat UU ini tidak melibatkan tim yang paham betul tentang kemerdekaan pers," kata Yoseph saat diskusi di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Yoseph menduga, tim yang terlibat dalam pembahasan ini tidak memahami betul naskah UU pers yang sudah ada. Sehingga, jika sudah ada UU yang secara spesifik mengatur tidak perlu keluar UU baru. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih UU.
Menurut Yoseph, mencuatnya rancangan KUHP yang mengatur sanksi pidana kepada wartawan membuat masyarakat akhirnya memiliki ikhtiar untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia sendiri sejak awal yakin bahwa keputusan DPR ini akan menuai reaksi di masyarakat, termasuk kalangan wartawan.
"Karena seluruh (KUHP) yang kita pakai adalah warisan dari kolonial belanda yang sudah kita godok dengan iklim demokrasi. Oleh karena itulah perlu dirancang RUU KHUP yang baru yang lebih cocok dengan situasi sekarang," pungkasnya.
(maf)