PNS Masih Jadi Profesi Idaman
A
A
A
JAKARTA - Dipandanginya beberapa orang berseragam coklat yang tengah lalu lalang di Kantor Balai Kota DKI Jakarta. Senyum terlukis di wajahnya membayangkan kelak suatu hari nanti dirinya yang mengenakan seragam coklat tersebut.
Cristian Fernandes, 22, yang sebentar lagi akan lulus dari Fakultas Ilmu Politik Universitas Indonesia itu merenung. Meskipun masuk kategori generasi milenial, tapi impiannya sama seperti orang dahulu menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
“Bukan berarti ketinggalan zaman dong, cita-cita saya jadi PNS di DKI Jakarta atau setingkat kementrian. Ingin melayani masyarakat, sebagai generasi milenial, saya ingin menjadi generasi perubahan dalam mewujudkan cita-cita reformasi birokrasi di Indonesia,” ucapnya bangga.
Selain itu, mahasiswa yang akrab disapa Nandes ini, pun berharap ilmu yang selama ini didapatkan bisa diaplikasikan bahkan dikembangkan. “Semua untuk Indonesia deh. Biar negara ini jauh lebih baik. Kan memang generasi saya calon pemimpin bangsa,” ungkapnya.
Meskipun impiannya terkesan old school, tetapi Nandes pun tidak menutup mata akan profesi rekan seusianya. Menurutnya, dari media sosial saja kini seseorang bisa berkarier.
Misalnya, Youtube sebagai sarana generasi milenial dalam menyalurkan kreativitasnya di bidang filmmaker yang isinya bisa mengandung banyak informasi mengenai tempat liburan menarik, makanan-makanan unik, menampilkan bakat di bidang suara, dan masih banyak lagi.
“Jadi, kami para milenial tidak hanya mengandalkan kerja di kantor saja untuk memperoleh penghasilan,” kata Nandes. Dia menambahkan, profesi yang digemari kelompok milenial saat ini, yakni membuka wirausaha di bidang makanan. Hal ini didasari pada fakta di Jakarta sendiri, khususnya banyak sekali kedai makanan atau minuman yang dimiliki anak muda.
Beberapa temannya pun serius menjadi pebisnis kuliner kekinian, yaitu mengandalkan media sosial sebagai sarana promosi. “Jika memang itu menjadi passion-nya, kenapa tidak mungkin untuk serius digeluti. Mau buka kafe atau jadi youtubers, para generasi milenial punya kemampuan untuk itu,” tutur Nandes.
Hal sama diutarakan Anindya Riantri Maisun, 22. Menurutnya, profesi yang sedang menjadi incaran generasi milenial tidak jauh dari media sosial. Bahkan menjadi youtubers dan selebgran menjadi impian beberapa anak masa kini.
“Selain menghasilkan uang dari endorsee , banyak juga yang jadi video creator di YouTube, semacam vlogger atau jadi beauty enthusiast dan lifestyle influencer ,” kata Anindya.
Sebab menurut gadis berhijab ini, generasi milenial lebih suka dengan pekerjaan yang tidak kaku. Mengandalkan platform yang bagi mereka berhubungan antara mereka dengan orang banyak. Modal kreatif mereka bisa jadi lebih inisiatif untuk menghasilkan hal-hal baru.
“Aku lihat banyak milennials yang sudah bisa menghasilkan uang sendiri dari kreativitas mereka yang well-combined , juga dengan media sosial mereka sebagai platform mereka,” katanya. Aktif di media sosial tidak membuat Anindya ingin serius menjadikan sebagai pekerjaan.
Sebab, seperti cita-cita masa kecilnya ingin menjadi diplomat, maka Jurusan Hubungan Internasional pun dipilihnya. Menurut mahasiswi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) itu, impiannya selama ini pun masih berhubungan dengan kegemaran kaum milenial yang senang jalan-jalan.
“Kalau jadi diplomat bisa datang ke negara satu ke negara lainnya, bisa berbagi pengalaman juga di Instagram dan Youtube,” ucapnya santai. Generasi milenial satu ini pun tidak terbawa arus. Dia fokus hanya pada passion-nya selama ini.
Suryati Ade Rita Purba, mahasiswa tingkat akhir Mikrobiologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), serius menjadi peneliti karena di situlah dia menemukan kepuasan. Baginya, kerja di laboratorium menjadi peneliti menemukan hal baru sehingga terus belajar bagaimana mendapat hal baru.
Jika berhasil menemukan tujuan dari penelitian, puas dan bangga dirasakannya. “Apalagi kalau memang meneliti bisa menghidupi kita dobel rasa puas dan bangganya,” tuturnya.
Dia pun bangga dengan aktivitas kaum milenial, tren sedang menunjukkan mereka menjadi wirausahawan atau startup , baik digital maupun tidak. “Mereka sudah memiliki cara berpikir kritis, mau berusaha juga siap menerima risiko, siap jatuh siap bangkit kembali,” ungkapnya. (Ananda Nararya)
Cristian Fernandes, 22, yang sebentar lagi akan lulus dari Fakultas Ilmu Politik Universitas Indonesia itu merenung. Meskipun masuk kategori generasi milenial, tapi impiannya sama seperti orang dahulu menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
“Bukan berarti ketinggalan zaman dong, cita-cita saya jadi PNS di DKI Jakarta atau setingkat kementrian. Ingin melayani masyarakat, sebagai generasi milenial, saya ingin menjadi generasi perubahan dalam mewujudkan cita-cita reformasi birokrasi di Indonesia,” ucapnya bangga.
Selain itu, mahasiswa yang akrab disapa Nandes ini, pun berharap ilmu yang selama ini didapatkan bisa diaplikasikan bahkan dikembangkan. “Semua untuk Indonesia deh. Biar negara ini jauh lebih baik. Kan memang generasi saya calon pemimpin bangsa,” ungkapnya.
Meskipun impiannya terkesan old school, tetapi Nandes pun tidak menutup mata akan profesi rekan seusianya. Menurutnya, dari media sosial saja kini seseorang bisa berkarier.
Misalnya, Youtube sebagai sarana generasi milenial dalam menyalurkan kreativitasnya di bidang filmmaker yang isinya bisa mengandung banyak informasi mengenai tempat liburan menarik, makanan-makanan unik, menampilkan bakat di bidang suara, dan masih banyak lagi.
“Jadi, kami para milenial tidak hanya mengandalkan kerja di kantor saja untuk memperoleh penghasilan,” kata Nandes. Dia menambahkan, profesi yang digemari kelompok milenial saat ini, yakni membuka wirausaha di bidang makanan. Hal ini didasari pada fakta di Jakarta sendiri, khususnya banyak sekali kedai makanan atau minuman yang dimiliki anak muda.
Beberapa temannya pun serius menjadi pebisnis kuliner kekinian, yaitu mengandalkan media sosial sebagai sarana promosi. “Jika memang itu menjadi passion-nya, kenapa tidak mungkin untuk serius digeluti. Mau buka kafe atau jadi youtubers, para generasi milenial punya kemampuan untuk itu,” tutur Nandes.
Hal sama diutarakan Anindya Riantri Maisun, 22. Menurutnya, profesi yang sedang menjadi incaran generasi milenial tidak jauh dari media sosial. Bahkan menjadi youtubers dan selebgran menjadi impian beberapa anak masa kini.
“Selain menghasilkan uang dari endorsee , banyak juga yang jadi video creator di YouTube, semacam vlogger atau jadi beauty enthusiast dan lifestyle influencer ,” kata Anindya.
Sebab menurut gadis berhijab ini, generasi milenial lebih suka dengan pekerjaan yang tidak kaku. Mengandalkan platform yang bagi mereka berhubungan antara mereka dengan orang banyak. Modal kreatif mereka bisa jadi lebih inisiatif untuk menghasilkan hal-hal baru.
“Aku lihat banyak milennials yang sudah bisa menghasilkan uang sendiri dari kreativitas mereka yang well-combined , juga dengan media sosial mereka sebagai platform mereka,” katanya. Aktif di media sosial tidak membuat Anindya ingin serius menjadikan sebagai pekerjaan.
Sebab, seperti cita-cita masa kecilnya ingin menjadi diplomat, maka Jurusan Hubungan Internasional pun dipilihnya. Menurut mahasiswi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) itu, impiannya selama ini pun masih berhubungan dengan kegemaran kaum milenial yang senang jalan-jalan.
“Kalau jadi diplomat bisa datang ke negara satu ke negara lainnya, bisa berbagi pengalaman juga di Instagram dan Youtube,” ucapnya santai. Generasi milenial satu ini pun tidak terbawa arus. Dia fokus hanya pada passion-nya selama ini.
Suryati Ade Rita Purba, mahasiswa tingkat akhir Mikrobiologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), serius menjadi peneliti karena di situlah dia menemukan kepuasan. Baginya, kerja di laboratorium menjadi peneliti menemukan hal baru sehingga terus belajar bagaimana mendapat hal baru.
Jika berhasil menemukan tujuan dari penelitian, puas dan bangga dirasakannya. “Apalagi kalau memang meneliti bisa menghidupi kita dobel rasa puas dan bangganya,” tuturnya.
Dia pun bangga dengan aktivitas kaum milenial, tren sedang menunjukkan mereka menjadi wirausahawan atau startup , baik digital maupun tidak. “Mereka sudah memiliki cara berpikir kritis, mau berusaha juga siap menerima risiko, siap jatuh siap bangkit kembali,” ungkapnya. (Ananda Nararya)
(nfl)