Menhan RI dan Australia Gelar Pertemuan Bilateral Bahas Isu Strategis
A
A
A
PERTH - Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertahanan Australia sekaligus Senator Marise Payne, di Perth Australia, Kamis (1/2/2018).
Pertemuan bilateral tersebut dilakukan sebelum penyelenggran kegiatan 'The Perth Meeting Sub Regional Defence Ministers Meeting On Counter Terrorism' yang juga diikuti oleh sejumlah negara di kawasan ASEAN.
Dalam kesempatan tersebut, Menhan mengangkat beberapa isu strategis kawasan saat melakukan pertemuan bilateral antara Indonesia-Australia (Bilateral Meeting RI-Australia). Di antaranya isu uji coba nuklir Korea Utara (Korut), perkembangan Laut China Selatan (LCS) isu foreign fighter dan ISIS, serta perkembangan krisis di Rohingya.
"Terkait isu Korea Utara, Indonesia prihatin dengan tes nuklir yang dilakukan Korea Utara karena telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Ryamizard pada kesempatan tersebut.
Menurut Menhan, posisi Indonesia dalam menghadapi isu Korut adalah mengajak semua pihak untuk tidak terprovokasi dengan situasi yang dapat memicu eskalasi konflik. Indonesia berkomitmen untuk menciptakan dunia yang bebas nuklir.
Secara diplomasi Indonesia dan Korut telah memiliki hubungan tradisional yang baik sejak masa Presiden Soekarno sampai dengan saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut Indonesia khususnya Kemhan RI siap mendukung upaya-upaya mediasi, dialog dan juga mendorong diaktifkannya kembali six party talks.
Terkait situasi di Laut China Selatan, diakui Menhan, saat ini sudah cenderung membaik. Oleh sebab itu sudah seharusnya semua pihak dapat memelihara momentum agar situasi terus kondusif.
Diakui Ryamizard, saat ini Indonesia sangat berkepentingan dengan stabilitas keamanan di kawasan Laut China Selatan. Kawasan tersebut berhubungan langsung dengan wilayah teritorial Republik Indonesia.
"Setiap persoalan keamanan di wilayah tersebut, tentu akan berdampak bagi Indonesia. Kami sangat mengapresiasi kelanjutan upaya ASEAN-China dalam menyusun draft Code of Conduct (CoC) bagi keselamatan, keamanan dan kesejahteraan bersama," ungkapnya.
Dikatakan dia, ancaman yang sangat nyata saat ini dan memerlukan tindakan secara konkrit dan serius adalah ancaman bahaya terorisme dan radikalisme. Ancaman bersifat lintas negara serta memiliki jaringan yang tersebar dan tertutup sehingga dalam penanganannya memerlukan tindakan bersama-sama melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara secara intensif, kondusif, dan konkrit.
"Guna mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme di kawasan, Indonesia bersama negara lainnya yaitu, Filipina dan Malaysia telah mengambil langkah-langkah kerja sama yang kongkrit melalui platform kerja sama trilateral di Laut Sulu," kata Menhan.
Dijelaskan Menhan, pihaknya telah mengeluarkan satu inisiatif platform kerja sama baru yaitu konsep kerja sama pertukaran intelijen strategis yaitu Our Eyes. Peresmian Our Eyes sendiri telah diselenggarakan pada tanggal 25 Januari 2018 yang lalu di Bali.
"Secara khusus, saya ingin memberikan perhatian pada kembalinya para pejuang (teroris) asing ke negara asal mereka, terutama mereka yang berasal dari Indonesia," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, antara Indonesia-Australia juga sepakat menandatangani perpanjangan perjanjian kerja sama "Arrangement between the Ministry of Defence of The Republic of Indonesia and The Departement of Defence of Australia for the Implementation of the Agreement between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation and its Plan of Action on Defence Cooperation".
Sebelumnya, kedua negara telah menandatangani perjanjian dimaksud pada 5 September 2012 dan pada 5 September 2017. Perjanjian tersebut telah habis masa berlakunya. Penandatanganan Arrangement tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan yang telah tertunda beberapa kali.
"Kedua negara menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat hubungan bilateral dan memperluas kerja sama dibidang pertahanan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, saling menguntungkan, saling menghormati dan saling percaya," kata Ryamizard.
Pertemuan bilateral tersebut dilakukan sebelum penyelenggran kegiatan 'The Perth Meeting Sub Regional Defence Ministers Meeting On Counter Terrorism' yang juga diikuti oleh sejumlah negara di kawasan ASEAN.
Dalam kesempatan tersebut, Menhan mengangkat beberapa isu strategis kawasan saat melakukan pertemuan bilateral antara Indonesia-Australia (Bilateral Meeting RI-Australia). Di antaranya isu uji coba nuklir Korea Utara (Korut), perkembangan Laut China Selatan (LCS) isu foreign fighter dan ISIS, serta perkembangan krisis di Rohingya.
"Terkait isu Korea Utara, Indonesia prihatin dengan tes nuklir yang dilakukan Korea Utara karena telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Ryamizard pada kesempatan tersebut.
Menurut Menhan, posisi Indonesia dalam menghadapi isu Korut adalah mengajak semua pihak untuk tidak terprovokasi dengan situasi yang dapat memicu eskalasi konflik. Indonesia berkomitmen untuk menciptakan dunia yang bebas nuklir.
Secara diplomasi Indonesia dan Korut telah memiliki hubungan tradisional yang baik sejak masa Presiden Soekarno sampai dengan saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut Indonesia khususnya Kemhan RI siap mendukung upaya-upaya mediasi, dialog dan juga mendorong diaktifkannya kembali six party talks.
Terkait situasi di Laut China Selatan, diakui Menhan, saat ini sudah cenderung membaik. Oleh sebab itu sudah seharusnya semua pihak dapat memelihara momentum agar situasi terus kondusif.
Diakui Ryamizard, saat ini Indonesia sangat berkepentingan dengan stabilitas keamanan di kawasan Laut China Selatan. Kawasan tersebut berhubungan langsung dengan wilayah teritorial Republik Indonesia.
"Setiap persoalan keamanan di wilayah tersebut, tentu akan berdampak bagi Indonesia. Kami sangat mengapresiasi kelanjutan upaya ASEAN-China dalam menyusun draft Code of Conduct (CoC) bagi keselamatan, keamanan dan kesejahteraan bersama," ungkapnya.
Dikatakan dia, ancaman yang sangat nyata saat ini dan memerlukan tindakan secara konkrit dan serius adalah ancaman bahaya terorisme dan radikalisme. Ancaman bersifat lintas negara serta memiliki jaringan yang tersebar dan tertutup sehingga dalam penanganannya memerlukan tindakan bersama-sama melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara secara intensif, kondusif, dan konkrit.
"Guna mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme di kawasan, Indonesia bersama negara lainnya yaitu, Filipina dan Malaysia telah mengambil langkah-langkah kerja sama yang kongkrit melalui platform kerja sama trilateral di Laut Sulu," kata Menhan.
Dijelaskan Menhan, pihaknya telah mengeluarkan satu inisiatif platform kerja sama baru yaitu konsep kerja sama pertukaran intelijen strategis yaitu Our Eyes. Peresmian Our Eyes sendiri telah diselenggarakan pada tanggal 25 Januari 2018 yang lalu di Bali.
"Secara khusus, saya ingin memberikan perhatian pada kembalinya para pejuang (teroris) asing ke negara asal mereka, terutama mereka yang berasal dari Indonesia," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, antara Indonesia-Australia juga sepakat menandatangani perpanjangan perjanjian kerja sama "Arrangement between the Ministry of Defence of The Republic of Indonesia and The Departement of Defence of Australia for the Implementation of the Agreement between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation and its Plan of Action on Defence Cooperation".
Sebelumnya, kedua negara telah menandatangani perjanjian dimaksud pada 5 September 2012 dan pada 5 September 2017. Perjanjian tersebut telah habis masa berlakunya. Penandatanganan Arrangement tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan yang telah tertunda beberapa kali.
"Kedua negara menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat hubungan bilateral dan memperluas kerja sama dibidang pertahanan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, saling menguntungkan, saling menghormati dan saling percaya," kata Ryamizard.
(kri)