Terlalu Banyak Aturan

Kamis, 01 Februari 2018 - 07:01 WIB
Terlalu Banyak Aturan
Terlalu Banyak Aturan
A A A
Meski menunjukkan perkembangan positif, kinerja in­ves­tasi dan ekspor sepanjang tahun lalu belum sesuai yang di­harapkan. Kepada seluruh menteri di jajaran Kabinet Ker­ja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta melakukan pe­nye­derhanaan semua aturan yang terkait dengan sektor investasi dan ekspor. Dalam rapat terbatas yang membahas peningkatan in­v­estasi dan ekspor, pada penghujung Januari 2018 Presiden me­nyebutkan masih banyak kendala yang membuat negeri ini ti­dak fleksibel dalam menangani investasi dan ekspor.

Satu di antara kendala yang banyak dikeluhkan investor yakni per­soalan izin tenaga kerja asing yang masih berbelit-belit. Untuk meng­amputasi persoalan izin tersebut, mantan gubernur DKI Ja­kar­ta itu telah menginstruksikan kepada kementerian terkait unt­uk membenahi aturan perizinan sesegara mungkin. Sebagai wu­jud keseriusan, Presiden memberi tenggang waktu dua ming­gu. Apabila instruksi tersebut tak dijalankan, akan dibuatkan per­aturan presiden untuk mengaturnya. Tenaga kerja asing yang di­prio­ritaskan mendapatkan izin adalah mereka yang memang di­bu­tuhkan misalnya pada level manajemen.

Dari publikasi terbaru Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terungkap realisasi investasi penanaman modal dalam ne­geri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sepanjang ta­hun lalu meningkat 13,1%, dari sebesar Rp 612,8 triliun pada 2016 tembus menjadi sebesar Rp692,8 triliun. Dengan demikian, rea­lisasi investasi PMDN dan PMA telah melampaui target yang di­patok sebesar Rp678,8 triliun. Pencapaian realisasi investasi 2017 itu memberi harapan pihak BKPM untuk meraih target rea­li­sa­si investasi yang ditetapkan sebesar Rp765 triliun tahun ini.

Dilihat dari realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek ter­da­pat sejumlah wilayah yang menunjukkan angka pertumbuhan pe­­nyerapan yang signifikan. Di antaranya DKI Jakarta sebesar Rp108,6 triliun atau tumbuh sekitar 15,7%, Jawa Barat mencapai Rp107,1 triliun atau meningkat 15,5%, Jawa Timur terserap se­be­sar Rp66 triliun atau naik 9,5%, disusul Banten sebesar Rp55,8 tri­liun atau tumbuh 8,1%, dan Jawa Tengah sebesar Rp51,5 triliun atau meningkat 7,4%.

Adapun realisasi investasi berdasarkan sektor usaha terdapat li­ma besar. Peringkat pertama diduduki sektor listrik, gas, dan air se­besar Rp82,1 triliun; disusul sektor pertambangan sebesar Rp79,1 triliun; sektor industri makanan sebesar Rp64,8 triliun; in­dustri logam, mesin, dan elektronik sebesar Rp64,3 triliun; ser­ta transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp59,8 triliun.

Sayangnya, di balik kenaikan realisasi investasi tahun lalu jus­tru ”jatah” luar Pulau Jawa malah menciut. Tengok saja porsi rea­li­sa­si investasi di luar Pulau Jawa hanya tercatat sekitar 43,7%, ban­dingkan realisasi investasi 2016 mencapai sekitar 46,6% atau t­u­run sekitar 2,9%. Penurunan porsi realisasi investasi tersebut ha­rus mendapat perhatian serius mengingat program pe­me­rin­tah yang bertekad untuk memeratakan pembangunan seluruh negeri.

Mengapa realisasi investasi di luar Pulau Jawa sulit untuk di­genjot? Satu di antara jawaban klasik yang selalu mengemuka yak­ni aturan di daerah seringkali tidak sejalan dengan regulasi yang di­ter­bitkan pusat. Menyikapi persoalan tersebut, orang nomor sa­tu di negeri ini telah menegur para pejabat pemerintah, khu­sus­nya di dae­rah, agar tidak sembarang menerbitkan aturan. Ka­l­au­pun mem­buat aturan, harus sejalan dengan regulasi yang di­ter­bit­kan pusat. Sampai saat ini Presiden Jokowi mengakui tak se­di­kit atur­an dan persyaratan yang menghambat arus investasi. Ang­gota Ka­bi­net Kerja juga diingatkan agar tak banyak membuat atur­an lagi. Cu­kup aturan yang ada diperbaiki bila ada yang kurang.

Memang wajar apabila Presiden Jokowi gelisah melihat per­kem­­bangan sektor investasi dan ekspor yang belum melaju sesuai ha­rapan. Sebelumnya sejumlah regulasi di tingkat pusat sudah di­se­suaikan keinginan investor. Begitu pula sektor perdagangan da­lam hal ini ekspor semakin dipermudah. Indonesia juga telah me­nyandang predikat investment grade, artinya negeri yang layak in­vestasi dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional, te­ta­pi belum memberi efek maksimal sebagaimana yang diharapkan. Un­t­uk sektor ekspor, Indonesia harus mengakui keunggulan Viet­nam dan Malaysia.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7209 seconds (0.1#10.140)