Terlalu Banyak Aturan
A
A
A
Meski menunjukkan perkembangan positif, kinerja investasi dan ekspor sepanjang tahun lalu belum sesuai yang diharapkan. Kepada seluruh menteri di jajaran Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta melakukan penyederhanaan semua aturan yang terkait dengan sektor investasi dan ekspor. Dalam rapat terbatas yang membahas peningkatan investasi dan ekspor, pada penghujung Januari 2018 Presiden menyebutkan masih banyak kendala yang membuat negeri ini tidak fleksibel dalam menangani investasi dan ekspor.
Satu di antara kendala yang banyak dikeluhkan investor yakni persoalan izin tenaga kerja asing yang masih berbelit-belit. Untuk mengamputasi persoalan izin tersebut, mantan gubernur DKI Jakarta itu telah menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk membenahi aturan perizinan sesegara mungkin. Sebagai wujud keseriusan, Presiden memberi tenggang waktu dua minggu. Apabila instruksi tersebut tak dijalankan, akan dibuatkan peraturan presiden untuk mengaturnya. Tenaga kerja asing yang diprioritaskan mendapatkan izin adalah mereka yang memang dibutuhkan misalnya pada level manajemen.
Dari publikasi terbaru Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terungkap realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sepanjang tahun lalu meningkat 13,1%, dari sebesar Rp 612,8 triliun pada 2016 tembus menjadi sebesar Rp692,8 triliun. Dengan demikian, realisasi investasi PMDN dan PMA telah melampaui target yang dipatok sebesar Rp678,8 triliun. Pencapaian realisasi investasi 2017 itu memberi harapan pihak BKPM untuk meraih target realisasi investasi yang ditetapkan sebesar Rp765 triliun tahun ini.
Dilihat dari realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek terdapat sejumlah wilayah yang menunjukkan angka pertumbuhan penyerapan yang signifikan. Di antaranya DKI Jakarta sebesar Rp108,6 triliun atau tumbuh sekitar 15,7%, Jawa Barat mencapai Rp107,1 triliun atau meningkat 15,5%, Jawa Timur terserap sebesar Rp66 triliun atau naik 9,5%, disusul Banten sebesar Rp55,8 triliun atau tumbuh 8,1%, dan Jawa Tengah sebesar Rp51,5 triliun atau meningkat 7,4%.
Adapun realisasi investasi berdasarkan sektor usaha terdapat lima besar. Peringkat pertama diduduki sektor listrik, gas, dan air sebesar Rp82,1 triliun; disusul sektor pertambangan sebesar Rp79,1 triliun; sektor industri makanan sebesar Rp64,8 triliun; industri logam, mesin, dan elektronik sebesar Rp64,3 triliun; serta transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp59,8 triliun.
Sayangnya, di balik kenaikan realisasi investasi tahun lalu justru ”jatah” luar Pulau Jawa malah menciut. Tengok saja porsi realisasi investasi di luar Pulau Jawa hanya tercatat sekitar 43,7%, bandingkan realisasi investasi 2016 mencapai sekitar 46,6% atau turun sekitar 2,9%. Penurunan porsi realisasi investasi tersebut harus mendapat perhatian serius mengingat program pemerintah yang bertekad untuk memeratakan pembangunan seluruh negeri.
Mengapa realisasi investasi di luar Pulau Jawa sulit untuk digenjot? Satu di antara jawaban klasik yang selalu mengemuka yakni aturan di daerah seringkali tidak sejalan dengan regulasi yang diterbitkan pusat. Menyikapi persoalan tersebut, orang nomor satu di negeri ini telah menegur para pejabat pemerintah, khususnya di daerah, agar tidak sembarang menerbitkan aturan. Kalaupun membuat aturan, harus sejalan dengan regulasi yang diterbitkan pusat. Sampai saat ini Presiden Jokowi mengakui tak sedikit aturan dan persyaratan yang menghambat arus investasi. Anggota Kabinet Kerja juga diingatkan agar tak banyak membuat aturan lagi. Cukup aturan yang ada diperbaiki bila ada yang kurang.
Memang wajar apabila Presiden Jokowi gelisah melihat perkembangan sektor investasi dan ekspor yang belum melaju sesuai harapan. Sebelumnya sejumlah regulasi di tingkat pusat sudah disesuaikan keinginan investor. Begitu pula sektor perdagangan dalam hal ini ekspor semakin dipermudah. Indonesia juga telah menyandang predikat investment grade, artinya negeri yang layak investasi dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional, tetapi belum memberi efek maksimal sebagaimana yang diharapkan. Untuk sektor ekspor, Indonesia harus mengakui keunggulan Vietnam dan Malaysia.
Satu di antara kendala yang banyak dikeluhkan investor yakni persoalan izin tenaga kerja asing yang masih berbelit-belit. Untuk mengamputasi persoalan izin tersebut, mantan gubernur DKI Jakarta itu telah menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk membenahi aturan perizinan sesegara mungkin. Sebagai wujud keseriusan, Presiden memberi tenggang waktu dua minggu. Apabila instruksi tersebut tak dijalankan, akan dibuatkan peraturan presiden untuk mengaturnya. Tenaga kerja asing yang diprioritaskan mendapatkan izin adalah mereka yang memang dibutuhkan misalnya pada level manajemen.
Dari publikasi terbaru Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terungkap realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sepanjang tahun lalu meningkat 13,1%, dari sebesar Rp 612,8 triliun pada 2016 tembus menjadi sebesar Rp692,8 triliun. Dengan demikian, realisasi investasi PMDN dan PMA telah melampaui target yang dipatok sebesar Rp678,8 triliun. Pencapaian realisasi investasi 2017 itu memberi harapan pihak BKPM untuk meraih target realisasi investasi yang ditetapkan sebesar Rp765 triliun tahun ini.
Dilihat dari realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek terdapat sejumlah wilayah yang menunjukkan angka pertumbuhan penyerapan yang signifikan. Di antaranya DKI Jakarta sebesar Rp108,6 triliun atau tumbuh sekitar 15,7%, Jawa Barat mencapai Rp107,1 triliun atau meningkat 15,5%, Jawa Timur terserap sebesar Rp66 triliun atau naik 9,5%, disusul Banten sebesar Rp55,8 triliun atau tumbuh 8,1%, dan Jawa Tengah sebesar Rp51,5 triliun atau meningkat 7,4%.
Adapun realisasi investasi berdasarkan sektor usaha terdapat lima besar. Peringkat pertama diduduki sektor listrik, gas, dan air sebesar Rp82,1 triliun; disusul sektor pertambangan sebesar Rp79,1 triliun; sektor industri makanan sebesar Rp64,8 triliun; industri logam, mesin, dan elektronik sebesar Rp64,3 triliun; serta transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp59,8 triliun.
Sayangnya, di balik kenaikan realisasi investasi tahun lalu justru ”jatah” luar Pulau Jawa malah menciut. Tengok saja porsi realisasi investasi di luar Pulau Jawa hanya tercatat sekitar 43,7%, bandingkan realisasi investasi 2016 mencapai sekitar 46,6% atau turun sekitar 2,9%. Penurunan porsi realisasi investasi tersebut harus mendapat perhatian serius mengingat program pemerintah yang bertekad untuk memeratakan pembangunan seluruh negeri.
Mengapa realisasi investasi di luar Pulau Jawa sulit untuk digenjot? Satu di antara jawaban klasik yang selalu mengemuka yakni aturan di daerah seringkali tidak sejalan dengan regulasi yang diterbitkan pusat. Menyikapi persoalan tersebut, orang nomor satu di negeri ini telah menegur para pejabat pemerintah, khususnya di daerah, agar tidak sembarang menerbitkan aturan. Kalaupun membuat aturan, harus sejalan dengan regulasi yang diterbitkan pusat. Sampai saat ini Presiden Jokowi mengakui tak sedikit aturan dan persyaratan yang menghambat arus investasi. Anggota Kabinet Kerja juga diingatkan agar tak banyak membuat aturan lagi. Cukup aturan yang ada diperbaiki bila ada yang kurang.
Memang wajar apabila Presiden Jokowi gelisah melihat perkembangan sektor investasi dan ekspor yang belum melaju sesuai harapan. Sebelumnya sejumlah regulasi di tingkat pusat sudah disesuaikan keinginan investor. Begitu pula sektor perdagangan dalam hal ini ekspor semakin dipermudah. Indonesia juga telah menyandang predikat investment grade, artinya negeri yang layak investasi dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional, tetapi belum memberi efek maksimal sebagaimana yang diharapkan. Untuk sektor ekspor, Indonesia harus mengakui keunggulan Vietnam dan Malaysia.
(mhd)