Mendagri: Plt Gubernur Masih Tahap Penggodokan

Senin, 29 Januari 2018 - 11:05 WIB
Mendagri: Plt Gubernur...
Mendagri: Plt Gubernur Masih Tahap Penggodokan
A A A
JAKARTA - Polemik rencana penempatan dua perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 terus bergulir. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan usulan tersebut belum final dan masih dalam tahap penggodokan.

Sejak dilontarkan usulan penempatan Irjen Pol M Iriawan sebagai plt gubernur Jawa Barat dan Irjen Pol Martuani Sarmin sebagai plt gubernur Sumatera Utara oleh Kemendagri, berbagai pandangan minor disuarakan sejumlah kalangan. Mereka menilai penempatan dua jenderal polisi tersebut sarat kepentingan politik. Apalagi di Jawa Barat ada perwira tinggi polisi yang tercatat sebagai salah satu kandidat kepala daerah. Bahkan bagi sebagian kalangan, penempatan perwira tinggi Polri sebagai plt kepala daerah berpotensi menabrak sejumlah aturan perundangan.

Menanggapi sorotan publik tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo akhirnya kembali angkat bicara. Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan usulan nama plt gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara (Sumut) saat ini masih tahap penggodokan. Prosesnya masih cukup lama karena gubernur untuk dua daerah tersebut berakhir masa jabatannya pada 16 Juni 2018 atau hanya dua pekan sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni.

Karena prosesnya masih cukup lama, Kemendagri masih terus mencermati berbagai gelagat dan dinamika untuk kemudian mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Sekretaris Kabinet (Mensesneg) Pratikno, nama yang diyakini tepat menjadi plt gubernur Jabar dan Sumut. "Belum saya ajukan ke Bapak Presiden usulan nama pejabat/plt. Masih lama, bulan Juni. Sampai Juni masih dijabat gubernur lama yang sudah dua periode. Mendagri tidak boleh memangkas satu hari pun jabatan kepala daerah," kata Tjahjo di Jakarta, Minggu (28/1/2018).

Saat ini, kata Tjahjo, pihaknya baru memulai tahapan untuk perekrutan calon plt gubernur yang berasal dari instansi pemerintah dengan jabatan eselon I. Tjahjo secara lisan sudah menyampaikan hal itu kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan kepada Menko Polhukam Wiranto. Kemudian mendekati bulan Juni nanti, baru Kemendagri mengajukan ke Presiden melalui Mensesneg. "Jadi belum sampai tahap Presiden setuju atau tidak. Pasti ada telaahan dari Setneg," ungkapnya.

Direktur Poldagri Ditjen Polpum Kemendagri, Bahtiar, mengungkapkan, Kemendagri sungguh-sungguh mencermati seluruh dinamika perkembangan yang terjadi dan sangat meng hargai berbagai masukan serta mendengar pandangan berbagai elemen bangsa terhadap rencana kebijakan tersebut. Dan dinamika perbedaan bahwa hingga saat ini belum ada keppres tentang pengangkatan dua perwira tinggi (pati) Polri menjadi plt gubernur.

"Jadi masih dalam proses penggodokan dan belum ada keputusan apapun. Apalagi masa jabatan Gubernur Sumut dan Gubernur Jabar belum berakhir, masih lama, yaitu (sampai dengan) tanggal 16 Juni 2018," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan agar Mendagri berbicara terlebih dahulu dengan Komisi II DPR untuk menyamakan persepsi apakah yang diusulkan itu sesuai dengan UU atau tidak. Hal itu agar usulan tersebut tidak malah membuat suasana menjadi gaduh. "Karena di satu sisi pemerintah ingin mengantisipasi keamanan, di sisi lain publik mencemaskan adanya tindakan yang tidak netral dari aparat," kata Fahri.

Direktur IMPARSIAL Al Araf mendesak Presiden Jokowi memerintahkan Mendagri mengevaluasi ulang usulan plt gubernur dari kalangan polri aktif. Menurutnya semua pihak harus memastikan terjaganya netralitas TNI dan Polri dalam Pilkada. "Hal ini merupakan suatu keharusan dan sekaligus juga menjadi salah satu elemen dan kunci penting berlangsungnya politik elektoral kita agar demokratis, aman dan damai," ujarnya.

Dia mengatakan semua pihak, khususnya pemerintah dan elit politik, jangan sekali-kali memberikan ruang bagi terjadinya politisasi institusi keamanan (TNI/Polri) untuk kepentingan pemenangan elektoral. Politisasi dan penggunaan instrumen kelembagaan dan sum berdaya mereka bukan hanya akan merusak profesionalisme aktor keamanan, akan tetapi juga mengancam Pilkada itu sendiri.

Lebih jauh, Al Araf mengatakan penunjukan perwira tinggi Polri sebagai plt gubernur berpotensi memicu kekisruhan politik, karena menempatkan institusi kepolisian akan dicurigai sebagai instrumen pemenangan kandidat tertentu. Dinamika ini akan mendorong kondisi keamanan selama gelaran Pilkada 2018 berjalan tidak kondusif.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1057 seconds (0.1#10.140)