Kecewa Putusan MK Soal LGBT, APMI Surati Hakim Konstitusi
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Muda Indonesia (APMI) mengirimkan surat terbuka yang berisi protes terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal LGBT. Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dinilai sangat membahayakan masa depan anak bangsa.
Ketua Umum APMI Sam Aliano mengatakan, pihaknya sebagai anggota masyarakat merasa kecewa dan marah yang menolak uji materi KUHP soal LGBT, zina dan perkosaan. Menurut Sam, eksistensi LGBT sudah sangat membahayakan masa depan anak bangsa.
''Kami sebagai masyarakat merasa kecewa dan marah. Sebab LGBT itu membahayakan anak kami serta merusak masa depan anak bangsa,'' katanya saat mengantarkan surat terbuka kepada hakim MK di Gedung MK, Jumat 26 Januari 2018.
Sam mengaku sengaja datang langsung mengantarkan surat terbuka kepada MK karena sebagai orang tua dirinya bertanggung jawab membesarkan anak supaya menjadi anak yang taat hukum, taat agama dan bermanfaat bagi bangsa.
Namun sikap hakim MK malah menjadi kebalikan. Sebab, kata dia, sebagai hakim yang memiliki amanah dari rakyat seharusnya hakim MK memberikan manfaat dan berbuat baik bagi rakyat. Justru hakim-hakim ini malah membuat kegaduhan di masyarakat. ''Harapan kami MK bersih dari virus-virus maksiat penyakit,'' katanya.
Seperti diketahui, MK menolak uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan. Adapun tiga pasal yang digugat adalah Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, 14 Desember 2017 lalu.
Adapun gugatan ini diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak, yang mayoritas ibu-ibu pada 2016 lalu.
Dalam gugatannya terkait Pasal 284 KUHP, pemohon mengatakan cakupan seluruh arti kata "zina" hanya terbatas bila salah satu pasangan atau keduanya terikat dalam hubungan pernikahan. Padahal, pasangan yang tidak terikat pernikahan juga bisa dikatakan zina.
Adapun untuk Pasal 285 KUHP, pemohon juga meminta perluasan makna perkosaan bukan hanya dilakukan pelaku terhadap wanita, tetapi juga kepada pria. (Baca Juga: Putusan MK Terkait LGBT Dinilai Tak Sesuai Falsafah Pancasila
Kemudian Pasal 292, pemohon meminta para pelaku seks menyimpang atau dalam hal ini LGBT, diminta jangan hanya dibatasi oleh orang dewasa. Meski demikian, Hakim MK memandang, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
Ketua Umum APMI Sam Aliano mengatakan, pihaknya sebagai anggota masyarakat merasa kecewa dan marah yang menolak uji materi KUHP soal LGBT, zina dan perkosaan. Menurut Sam, eksistensi LGBT sudah sangat membahayakan masa depan anak bangsa.
''Kami sebagai masyarakat merasa kecewa dan marah. Sebab LGBT itu membahayakan anak kami serta merusak masa depan anak bangsa,'' katanya saat mengantarkan surat terbuka kepada hakim MK di Gedung MK, Jumat 26 Januari 2018.
Sam mengaku sengaja datang langsung mengantarkan surat terbuka kepada MK karena sebagai orang tua dirinya bertanggung jawab membesarkan anak supaya menjadi anak yang taat hukum, taat agama dan bermanfaat bagi bangsa.
Namun sikap hakim MK malah menjadi kebalikan. Sebab, kata dia, sebagai hakim yang memiliki amanah dari rakyat seharusnya hakim MK memberikan manfaat dan berbuat baik bagi rakyat. Justru hakim-hakim ini malah membuat kegaduhan di masyarakat. ''Harapan kami MK bersih dari virus-virus maksiat penyakit,'' katanya.
Seperti diketahui, MK menolak uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan. Adapun tiga pasal yang digugat adalah Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, 14 Desember 2017 lalu.
Adapun gugatan ini diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak, yang mayoritas ibu-ibu pada 2016 lalu.
Dalam gugatannya terkait Pasal 284 KUHP, pemohon mengatakan cakupan seluruh arti kata "zina" hanya terbatas bila salah satu pasangan atau keduanya terikat dalam hubungan pernikahan. Padahal, pasangan yang tidak terikat pernikahan juga bisa dikatakan zina.
Adapun untuk Pasal 285 KUHP, pemohon juga meminta perluasan makna perkosaan bukan hanya dilakukan pelaku terhadap wanita, tetapi juga kepada pria. (Baca Juga: Putusan MK Terkait LGBT Dinilai Tak Sesuai Falsafah Pancasila
Kemudian Pasal 292, pemohon meminta para pelaku seks menyimpang atau dalam hal ini LGBT, diminta jangan hanya dibatasi oleh orang dewasa. Meski demikian, Hakim MK memandang, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
(mhd)