Isu SARA di Pilkada Kemunduran Berdemokrasi

Jum'at, 26 Januari 2018 - 20:31 WIB
Isu SARA di Pilkada Kemunduran Berdemokrasi
Isu SARA di Pilkada Kemunduran Berdemokrasi
A A A
JAKARTA - Suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dinilai sebagai musuh besar yang harus dihindari dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

Isu SARA dianggap bisa menjadi bom waktu yang bisa meluluhlantakkan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Karena itu, isu SARA tidak boleh ada saat Pilkada serentak 2018, baik melalui dunia maya maupun kampanye langsung.

“Jangan sampai ada isu SARA,” ujar peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Adnan Anwar, di Jakarta, Kamis 25 Januari 2018.

Menurut Adnan, sudah ada perangkat hukum yang bisa menjadi tameng membendung isu SARA pada pilkada. Salah satunya, penguatan undang-undang dan penegakan hukum agar tidak ada pembiaran.

“Terutama dari penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum bersama dengan Badan Pengawas Pemilu, kan sudah ada undang-undanganya. Kalau ada indikasi SARA, baik melalui dunia maya, media sosial atau bahkan yang terjadi di lapangan, harus langsung bdilakukan penegakan hukum, jangan dibiarkan,” tuturnya.

Tidak tegasnya penegakan hukum, kata dia, akan memicu munculnya silang pendapat di tengah masyarakat. Dia pun berharap penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang mengembuskan isu SARA pada Pilkada 2018 harus lebih tegas.

Menurut dia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempunyai kewenangan untuk menindak kelompok-kelompok yang menggunakan isu SARA.

“Sebenarnya itu akan mudah apalagi akunnya juga kelihatan. Fungsi penguatan dari organisasi masyarakat sipil juga harus lebih berani menyuarakan. Misalnya NU, Muhammadiyah (menyatakan-red) bahwa kampanye SARA imembahayakan semuanya, termasuk fondasi berbangsa dan bernegara. Itu juga harus disuarakan,” tutur Adnan.

Dia juga berharap para ulama, tokoh, pemuka masyarakat untuk mendorong masyarakat melahirkan pemimpin berkualitas melalui pilkada yang baik.

“Kalau isu SARA masih terus diperdebatkan dan dibiarkan, negara kita ini seperti mundur hampir satu abad atau sama sama saja bangsa kita ini mundur lagi seperti sebelum tahun 1945," katanya.

Bahkan, kata dia, isu SARA bisa membuat negara mundur seperti sebelum Sumpah Pemuda 1928 yang justru menyatukan berbagai pemuda berbagai daerah dan menjadi kekuatan bangsa.

Adnan juga meminta generasi muda dari seluruh organisasi kemasyarakatan ikut mendinginkan suasana agar isu SARA tidak beredar di dunia maya.

Dia menilai selama ini kalangan anak muda sangat mudah percaya terhadap informasi yang beredar di media sosial.

"Budaya klarifikasi atau tabayyun, yakni bertanya langsung kepada sumber dengan meminta klarifikasi atau mendatangi secara langsung untuk bersilaturahmi sudah tidak ada lagi. Anak muda sekarang selalu suka dan berpikiran by pass, menganggap apa yang ada di media sosial benar,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4998 seconds (0.1#10.140)