72.000 Permohonan Paspor Fiktif Terdeteksi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menemukan ada lebih dari 72.000 data fiktif pengajuan permohonan pembuatan paspor.
Data tersebut sesuai dengan hasil investigasi karena tingginya permohonan pembuatan paspor sejak 2017. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi Kemenkumham, pada 2017 permohonan pembuatan paspor mencapai 3.093.000.
Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan 2016 yang jumlahnya mencapai 3.032.000 dan pada 2015 mencapai 2.878.099. Akibat permohonan fiktif ini, antrean pembuatan paspor pun mengular dan terjadi mulai dari akhir September hingga Desember 2017.
Bahkan para pemohon pembuatan paspor belum bisa terlayani hingga Januari 2018. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly membenarkan adanya para pemohon paspor yang menggunakan data fiktif.
Dia menduga, pelaku di balik akun pendaftar fiktif itu adalah mereka yang selama ini menjadi calo dalam mengurus paspor. Akun pendaftar fiktif itu diduga mengajukan permohonan berkali-kali untuk mengambil keuntungan dengan menjual antrean kepada masyarakat yang mengajukan permohonan paspor.
Akibatnya sistem pendaftaran sempat rusak. “Tujuannya bisa saja itu dijual antrean kepada orang lain. Tapi kita enggak tahu, sudah kita bersihkan, sekarang kita membangun sistem lebih baik,” tandas Yasonna di Jakarta kemarin.
Yasonna mengaku sudah menggandeng Badan Intelijen Negara dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk mengatasi hal tersebut. Tujuannya agar sistem aplikasi untuk permohonan pendaftaran paspor tidak diganggu lagi oleh akun pendaftar fiktif.
“Jadi sekarang kita sudah selesaikan itu. Kita sedang bekerja sama dengan BIN dan Lemsaneg untuk membuat sistem online kita tidak rentan bajakan orang-orang seperti itu,” paparnya.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Agung Sampurno mengatakan, dari hasil investigasi intelijen keimigrasian, ditemukan adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor sehingga mengganggu masyarakat yang akan mengajukan permohonan paspor secara online.
“Modus yang dilakukan adalah dengan melakukan pendaftaran online dengan maksud untuk menutup peluang masyarakat lain sehingga kuota habis,” sebutnya.
Kemudian terdapat puluhan oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif. Ada beberapa oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif mencapai 4.000 lebih dalam sekali pendaftaran oleh satu akun saja.
“Akibatnya, berapa pun kuota yang disediakan akan habis diambil oknum masyarakat tersebut. Selain itu ditemukan adanya oknum petugas yang bermain dengan calo,” kata Agung.
Agung menjelaskan, penyebab peningkatan permohonan paspor adalah adanya perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan ke luar negeri. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti banyaknya paket perjalanan murah ke luar negeri, perubahan tren jamaah haji menjadi jamaah umrah, WNI yang bekerja ke luar negeri, dan indikasi adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor.
“Terlebih sejak aplikasi antrean paspor diujicobakan pada Kanim Jakarta Selatan, Mei 2017, terdapat setengah juta lebih orang telah menggunakan aplikasi tersebut,” paparnya.
Dari kejadian itu, Agung mengungkapkan, upaya yang dilakukan Ditjen Imigrasi adalah memberikan kemudahan dalam penggantian paspor, yaitu dengan menyederhanakan persyaratan menjadi cukup membawa e-KTP dan paspor lama saja.
Selain itu Ditjen Imigrasi juga sudah menambah pelayanan selain di 125 kantor imigrasi, yakni pelayanan paspor di 10 Unit Layanan Paspor (ULP), 16 Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP), 3 Unit Kerja Keimigrasian (UKK), dan 2 Mal Pelayanan Publik (MPP).
Selanjutnya Ditjen Imigrasi juga menambah kuota setiap kanim agar dapat lebih banyak melayani masyarakat. Pelayanan juga akan dibuka untuk hari Sabtu dan Minggu dan sudah diberlakukan sejak Desember 2017 hingga Januari 2018.
Akhir tahun 2017, Dirjen Imigrasi juga telah memerintahkan kepada seluruh kanim di Indonesia yang masih mengalami penumpukan pemohon paspor untuk menyelesaikannya dalam waktu dua minggu. Adapun terkait dengan adanya gangguan terhadap sistem aplikasi antrean paspor, sejak 25 Desember 2017, Ditjen Imigrasi telah melakukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi.
“Pada Februari 2018, aplikasi dengan performa baru akan diimplementasikan setelah terlebih dahulu didaftarkan di Google Apps,” paparnya. (Binti Mufarida)
Data tersebut sesuai dengan hasil investigasi karena tingginya permohonan pembuatan paspor sejak 2017. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi Kemenkumham, pada 2017 permohonan pembuatan paspor mencapai 3.093.000.
Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan 2016 yang jumlahnya mencapai 3.032.000 dan pada 2015 mencapai 2.878.099. Akibat permohonan fiktif ini, antrean pembuatan paspor pun mengular dan terjadi mulai dari akhir September hingga Desember 2017.
Bahkan para pemohon pembuatan paspor belum bisa terlayani hingga Januari 2018. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly membenarkan adanya para pemohon paspor yang menggunakan data fiktif.
Dia menduga, pelaku di balik akun pendaftar fiktif itu adalah mereka yang selama ini menjadi calo dalam mengurus paspor. Akun pendaftar fiktif itu diduga mengajukan permohonan berkali-kali untuk mengambil keuntungan dengan menjual antrean kepada masyarakat yang mengajukan permohonan paspor.
Akibatnya sistem pendaftaran sempat rusak. “Tujuannya bisa saja itu dijual antrean kepada orang lain. Tapi kita enggak tahu, sudah kita bersihkan, sekarang kita membangun sistem lebih baik,” tandas Yasonna di Jakarta kemarin.
Yasonna mengaku sudah menggandeng Badan Intelijen Negara dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk mengatasi hal tersebut. Tujuannya agar sistem aplikasi untuk permohonan pendaftaran paspor tidak diganggu lagi oleh akun pendaftar fiktif.
“Jadi sekarang kita sudah selesaikan itu. Kita sedang bekerja sama dengan BIN dan Lemsaneg untuk membuat sistem online kita tidak rentan bajakan orang-orang seperti itu,” paparnya.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Agung Sampurno mengatakan, dari hasil investigasi intelijen keimigrasian, ditemukan adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor sehingga mengganggu masyarakat yang akan mengajukan permohonan paspor secara online.
“Modus yang dilakukan adalah dengan melakukan pendaftaran online dengan maksud untuk menutup peluang masyarakat lain sehingga kuota habis,” sebutnya.
Kemudian terdapat puluhan oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif. Ada beberapa oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif mencapai 4.000 lebih dalam sekali pendaftaran oleh satu akun saja.
“Akibatnya, berapa pun kuota yang disediakan akan habis diambil oknum masyarakat tersebut. Selain itu ditemukan adanya oknum petugas yang bermain dengan calo,” kata Agung.
Agung menjelaskan, penyebab peningkatan permohonan paspor adalah adanya perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan ke luar negeri. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti banyaknya paket perjalanan murah ke luar negeri, perubahan tren jamaah haji menjadi jamaah umrah, WNI yang bekerja ke luar negeri, dan indikasi adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor.
“Terlebih sejak aplikasi antrean paspor diujicobakan pada Kanim Jakarta Selatan, Mei 2017, terdapat setengah juta lebih orang telah menggunakan aplikasi tersebut,” paparnya.
Dari kejadian itu, Agung mengungkapkan, upaya yang dilakukan Ditjen Imigrasi adalah memberikan kemudahan dalam penggantian paspor, yaitu dengan menyederhanakan persyaratan menjadi cukup membawa e-KTP dan paspor lama saja.
Selain itu Ditjen Imigrasi juga sudah menambah pelayanan selain di 125 kantor imigrasi, yakni pelayanan paspor di 10 Unit Layanan Paspor (ULP), 16 Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP), 3 Unit Kerja Keimigrasian (UKK), dan 2 Mal Pelayanan Publik (MPP).
Selanjutnya Ditjen Imigrasi juga menambah kuota setiap kanim agar dapat lebih banyak melayani masyarakat. Pelayanan juga akan dibuka untuk hari Sabtu dan Minggu dan sudah diberlakukan sejak Desember 2017 hingga Januari 2018.
Akhir tahun 2017, Dirjen Imigrasi juga telah memerintahkan kepada seluruh kanim di Indonesia yang masih mengalami penumpukan pemohon paspor untuk menyelesaikannya dalam waktu dua minggu. Adapun terkait dengan adanya gangguan terhadap sistem aplikasi antrean paspor, sejak 25 Desember 2017, Ditjen Imigrasi telah melakukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi.
“Pada Februari 2018, aplikasi dengan performa baru akan diimplementasikan setelah terlebih dahulu didaftarkan di Google Apps,” paparnya. (Binti Mufarida)
(nfl)