Impor Beras Dibuka Lagi

Sabtu, 13 Januari 2018 - 09:24 WIB
Impor Beras Dibuka Lagi
Impor Beras Dibuka Lagi
A A A
KERAN impor beras dibuka lagi. Pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 500.000 ton untuk beras medium yang pasokannya sedang langka. Meski kebijakan impor beras dipertanyakan sejumlah pihak, pemerintah punya alasan sehingga keran impor beras terpaksa dibuka kembali setelah dua tahun terakhir ini tak terdengar lagi diributkan.

Alasannya pemerintah khawatir Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) tak mampu mengendalikan harga beras ketika terjadi lonjakan harga jika pasokan tidak ditambah. Jadi beras impor hanya berfungsi sebagai cadangan yang dapat dimanfaatkan pada saat pasokan langka dan harga naik.

Saat mengumumkan kepastian impor beras, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan tidak ingin ambil risiko atas kelangkaan pasokan beras yang bisa mengganggu ketersediaan beras. Sebab ujung-ujungnya bisa mendongkrak kenaikan harga beras yang akan merugikan masyarakat.

Karena itu anggota Kabinet Kerja dari Partai NasDem tersebut tidak akan melayani polemik soal data apakah pasokan beras cukup atau tidak. Jangan sampai telat mengantisipasi kondisi yang ada yakni pasokan beras kosong. Selain itu Enggartiasto membeberkan bahwa beras yang diimpor tersebut tidak ditanam di dalam negeri.

Lalu siapa yang akan bertindak sebagai importir? Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan telah menunjuk sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana impor. Perusahaan pelat merah yang mendapat tugas tersebut adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Beras impor itu berasal dari Vietnam dan Thailand dan diharapkan sudah masuk ke Indonesia pada akhir bulan ini. Soal jadwal kedatangan beras impor, pemerintah beralasan bahwa pada akhir Januari diperkirakan akan terjadi kelangkaan pasokan beras karena panen petani bakal terealisasi pada Februari dan Maret. Jadi beras impor tersebut sebagai cadangan untuk mengatasi terjadinya kelangkaan pasokan beras.

Sejak awal tahun ini, harga beras terus mendaki yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi tersebut membuat pemerintah khawatir harga beras tidak terkendali. Untuk menstabilkan harga, Mendag Enggartiasto Lukita mengklaim telah melakukan operasi pasar di sebanyak 2.500 titik di seluruh Indonesia, terutama di daerah yang mengalami lonjakan harga beras yang signifikan. Adapun pasokan beras untuk operasi pasar mencapai 10.000 ton hingga 15.000 ton per hari.

Terlepas dari kebijakan impor beras dan harga beras yang belakangan ini terus melonjak, yang menarik dicermati adalah harga beras di Indonesia relatif lebih mahal daripada sesama negara produsen beras di kawasan Asia Tenggara, bahkan harga beras Indonesia juga lebih mahal daripada harga beras internasional secara rata-rata.

Mengacu pada data yang dirilis Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization /FAO), harga beras rata-rata Indonesia sebesar USD1/kg berbanding dengan harga beras rata-rata internasional yang sekitar USD0,4/kg. Untuk kawasan Asia Tenggara, harga beras di Kamboja sekitar USD0,42/kg, di Thailand USD0,33/kg, di Vietnam USD0,31/kg pada 2016 lalu. Data itu memang dirilis dua tahun lalu, tetapi dipastikan belum terjadi pergeseran secara signifikan.

Masih berdasarkan publikasi FAO, mahalnya harga beras di Indonesia bila dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara adalah karena ongkos produksi padi yang tinggi dan diperparah tingginya margin dalam tata niaga beras selama ini. Bahkan persoalan tata niaga beras yang tidak efisien itu kabarnya menjadi sumber dominan yang membuat harga beras mahal.

Di sisi lain Indonesia adalah negara produsen beras terbesar ketiga di dunia. Setiap tahun produksi gabah rata-rata sebanyak 70 juta ton yang kalau dikonversi menjadi beras sekitar 39 juta ton beras per tahun dengan kebutuhan rata-rata beras sekitar 2,67 juta ton per bulan. Kita berharap, kebijakan impor beras pemerintah kali ini tidak melebar ke pasar dan hanya untuk mengamankan cadangan beras bila terjadi kekurangan pasokan.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0768 seconds (0.1#10.140)