Masyarakat Diminta Lebih Dewasa Sikapi Pilkada Serentak
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan digelar serentak di di 171 daerah pada tahun ini. Suasana "hangat" pun langsung berembus di Tanah Air menyambut pertarungan para kandidat memperebutkan kursi kepala daerah.
Namun di tengah euforia demokrasi tersebut, masyarakat diimbau lebih pintar dan dewasa dalam menyikapi pelaksanaan pilkada serentak nanti, terutama saat berlangsungnya masa kampanye.
Pada masa kampanye diperkirakan akan banyak terjadi "perang" kampanye hitam berupa hoax dan narasi kekerasan, terutama di dunia maya yang bisa memicu terjadinya kericuhan dan perpecahan di dalam masyarakat.
Lebih bahaya lagi bila hoax dan narasa kekerasan itu menggunakan simbol-simbol suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Potensi pemanfaatan identitas primordial dan kultural dikhawatirkan dapat menimbulkan anarkisme sosial yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia mengajak seluruh komponen bangsa agar tahun 2018 ini bisa diwujudkan sebagai tahun damai tanpa kebencian maupun kekerasan sehingga persatuan antarseluruh umat dapat terjaga dengan baik
“Saya sependapat bahwa tahun 2018 dikatakan sebagai tahun politik. Untuk menjaga agar mewujudkan situasi selama pilkada serentak ini tetap damai tentunya perlu ada persiapan bagi kita semua agar tidak timbul gejolak, apalagi timbul konflik dan peperangan antarumat dan antar warga bangsa,” ujar Musdah Mulia di Jakarta, Kamis 11 Januari 2018.
Untuk itu, dia meminta seluruh warga negara, seluruh elemen bangsa termasuk elite-elite partai politik menyadari bahwa membangun bangsa Indonesia itu sebuah kerja keras yang sangat panjang.
“Kita membangun bangsa ini bukannya cuma dari sehari ke sehari, tetapi sudah 72 tahun lebih membangun Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus memikirkan jerih payah para founding fathers and mothers kita sejak mulai sebelum Proklamasi sampai sekarang bahwa ini adalah sebuah usaha yang panjang dan usaha yang sangat mulia,” tutur Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk mempertaruhkan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, semua pihak harus mendahulukan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan ego, pribadi, maupun kepentingan partai dan juga kepentingan golongan.
Dia menegaskan, mendahulukan kepentingan bangsa adalah kepentingan bersama untuk seluruh warga negara.
“Perbedaan pilihan politik tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan hoax, membuat fitnah atau mem-bulying sesama. Karena buat saya hal itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, bertentangan dengan nilai-nilai kebinnekaan juga bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan yang pasti semua itu bertentangan dengan esensi ajaran agama itu sendiri,” tuturnya.
Namun di tengah euforia demokrasi tersebut, masyarakat diimbau lebih pintar dan dewasa dalam menyikapi pelaksanaan pilkada serentak nanti, terutama saat berlangsungnya masa kampanye.
Pada masa kampanye diperkirakan akan banyak terjadi "perang" kampanye hitam berupa hoax dan narasi kekerasan, terutama di dunia maya yang bisa memicu terjadinya kericuhan dan perpecahan di dalam masyarakat.
Lebih bahaya lagi bila hoax dan narasa kekerasan itu menggunakan simbol-simbol suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Potensi pemanfaatan identitas primordial dan kultural dikhawatirkan dapat menimbulkan anarkisme sosial yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia mengajak seluruh komponen bangsa agar tahun 2018 ini bisa diwujudkan sebagai tahun damai tanpa kebencian maupun kekerasan sehingga persatuan antarseluruh umat dapat terjaga dengan baik
“Saya sependapat bahwa tahun 2018 dikatakan sebagai tahun politik. Untuk menjaga agar mewujudkan situasi selama pilkada serentak ini tetap damai tentunya perlu ada persiapan bagi kita semua agar tidak timbul gejolak, apalagi timbul konflik dan peperangan antarumat dan antar warga bangsa,” ujar Musdah Mulia di Jakarta, Kamis 11 Januari 2018.
Untuk itu, dia meminta seluruh warga negara, seluruh elemen bangsa termasuk elite-elite partai politik menyadari bahwa membangun bangsa Indonesia itu sebuah kerja keras yang sangat panjang.
“Kita membangun bangsa ini bukannya cuma dari sehari ke sehari, tetapi sudah 72 tahun lebih membangun Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus memikirkan jerih payah para founding fathers and mothers kita sejak mulai sebelum Proklamasi sampai sekarang bahwa ini adalah sebuah usaha yang panjang dan usaha yang sangat mulia,” tutur Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk mempertaruhkan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, semua pihak harus mendahulukan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan ego, pribadi, maupun kepentingan partai dan juga kepentingan golongan.
Dia menegaskan, mendahulukan kepentingan bangsa adalah kepentingan bersama untuk seluruh warga negara.
“Perbedaan pilihan politik tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan hoax, membuat fitnah atau mem-bulying sesama. Karena buat saya hal itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, bertentangan dengan nilai-nilai kebinnekaan juga bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan yang pasti semua itu bertentangan dengan esensi ajaran agama itu sendiri,” tuturnya.
(dam)