Narkoba di Penjara

Rabu, 03 Januari 2018 - 08:11 WIB
Narkoba di Penjara
Narkoba di Penjara
A A A
Baharuddin Aritonang
Pengamat Sosial

MEMBAHAS narkoba di penjara tentu tidak­lah terlalu mudah karena persoalan narkoba itu sendiri susah dipahami. Tak heran bila ada yang meng­ibarat­kan per­soal­an narkoba itu bagai gunung es. Yang terlihat ke per­mukaan hanya sedikit. Semen­tara yang terpendam di bawah per­muka­an amat banyak. Demikian pula halnya tentang penjara amat susah dipahami. Lebih-lebih kala belum pernah meringkuk di dalamnya. Yang dipahami ha­nya kisah se­potong-sepotong.

Soal memahami narkoba ber­sama pengaruhnya barang­k­ali banyak yang telah menge­tahui, termasuk tentang efek sampingannya, karena pada dasar­n­ya narkoba itu juga me­miliki manfaat. Pengaruh yang digunakan sebagai obat amat membantu bagi kehidupan ma­nusia misalnya untuk pembius, terutama jenis narkotika. Atau, sebagai obat tidur atau pene­nang, untuk jenis-jenis obat pe­nyakit jiwa, yang umum dikenal sebagai psikotropika.

Yang dipersoalkan adalah pengaruh sampingannya. Dampaknya yang tidak baik bagi kehidupan, khususnya yang menyebabkan keter­gan­tung­an atau ketagihan. Itulah yang harus dihindari dari pengguna­an narkoba (narkotika dan psi­kotropika). Penyalahgunaan inilah yang dicoba diken­dali­kan. Perdagangan gelapnya di­berantas dan ditekan.

Akibat perdagangan gelap atau penyalahgunaan tersebut akan menyebabkan pelaku dan korbannya masuk penjara. Jika yang masuk bui itu pedagang atau pengedarnya, dengan mudah dapat diterima. Berbeda halnya yang sekadar pengguna, yang sesungguhnya dapat di­sebut sebagai korban.

Tetapi, di dalam penjara semua itu akan menyatu. Baik pengedar, pedagang, maupun yang hanya pengguna atau kor­bannya. Untuk jenis kedua ini, akan muncul pemeo, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Su­dah merusak tubuh, di penjara lagi.

Karena itu, mengetahui kehidupan narapidana dengan kasus narkoba di penjara agak­nya perlu memahami kehidup­an di penjara secara langsung. Memang bisa diketahui (bah­kan dituliskan) tanpa harus pernah tinggal di dalam penjara. Misalnya menulis novel atau cerita berdasar cerita orang lain.

Dalam kenyataan yang saya lihat sendiri, sesungguhnya ba­nyak korban narkoba yang ma­suk penjara ini adalah pemakai. Pemakai juga dapat dikenai pasal pidana. Kalau sudah ter­kena pidana, akan berhadapan dengan hukum. Persoalan yang dihadapi bahkan sebelum masuk penjara. Beberapa orang yang saya temui mengatakan persoalannya akan selesai apabila mengeluarkan sekian puluh juta rupiah. Cerita seperti itu lumrah kita dengar dan baca. Koran-koran pun biasa mem­beritakannya.

Itu pula yang pernah saya lihat dan dengar dari empat mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta yang tertangkap karena berpesta narkoba di da­erah Grogol, Jakarta Barat. Dua di antaranya tinggal menyusun skripsi. Karena tidak meme­nuhi permintaan penegak hu­kum, menjadikan mereka seba­gai penghuni Rutan Salemba. Kalau sudah masuk proses hukum, permintaan uang lebih tinggi lagi karena menyangkut penyidik, penuntut, dan hakim yang memutus perkara. Kasih­an sebenarnya.

Karena itu, bisa diketahui, sebagian besar penghuni pen­jara kita terkait kasus narkoba (pada 2011 itu mencapai sekitar 70% dari seluruh penghuni pen­jara). Bila diteliti lebih lanjut, sebagian besar dari narapidana akibat kasus narkoba ini me­rupa­kan pemakai atau peng­guna. Persentasenya bahkan jauh lebih besar dari angka di atas. Meski terkadang susah dipisah antara pemakai dan pengedar karena pengedar acapkali juga se­bagai pemakai. Atau, sebalik­nya, pemakai yang berkembang menjadi pengedar walau ting­katnya kecil-kecilan saja, kelas pengecer.

Kasus narkoba ini termasuk yang membuat narapidana ber­tambah drastis. Kemenkum­ham melaporkan setiap bulan muncul 2000 narapidana baru. Setahun bertambah 24.000 orang penghuni lapas. Itulah sebabnya rumah tahanan (ru­tan) dan lembaga pemasya­ra­kat­an (lapas) di seluruh Indo­nesia diisi narapidana melebihi kapasitas yang sesungguhnya. Jumlah napi sekarang men­capai 220.000 orang. Karena kapasitasnya melampaui jumlah, dengan penjaga penjara yang terbatas, setiap kali terjadi kerusuhan di penjara. Kemen­kumham menun­tut per­tam­bah­an pen­jara baru disertai pe­tugas penjara (lihat Tajuk KORAN SINDO, 21 Desember 2017).

Kembali ke soal nar­koba di penjara. Ber­beda dengan kua­lifi­kasi pengedar atau pe­da­gang. Apalagi sudah setingkat bandar. Di dalam penjara pun sang bandar men­jalan­kan pe­kerja­an­nya. Lebih-lebih de­ngan perkembangan teknologi se­perti seka­rang ini. Para bandar dengan mudah me­ngen­dalikan peredar­an dan perdagangan narkoba, baik di dalam maupun di luar pen­jara. Menurut kepala BNN sendiri, 50% per­edaran nar­koba diken­dali­kan dari pen­jara. Itu dibuktikan polisi de­ngan menangkap DS, seorang narapidana di Lapas Tangerang, akhir November 2017. Penang­kapan ini me­rupa­kan tindak lanjut setelah polisi menangkap empat ter­sangka pengedar narkoba.

Di dalam penjara para bandar tentulah memiliki tangan-ta­ngan pengedar. Apa­kah di pen­jara juga di­buat nar­koba? Saya tidak per­nah melihatnya secara lang­sung. Kalau Anda baca novel 86 yang ditulis oleh Okky Madasari, GPU, 2011 memang begitulah keadaannya. Novel itu ditulis berdasar penelitian, baik me­lalui pengamatan maupun dari sejumlah wawancara. Ter­kadang dilengkapi imajinasi. Di situ digambarkan bahwa di da­lam penjara pun bisa dihasilkan barang yang didagangkan secara ilegal ini. Cerita itu juga bisa kita dengar dari penjara khusus narkoba. Yang jelas, sebuah koran menulis bahwa sabu-sabu dari lapas di Jakarta diamankan. Ceritanya ketika BNN menangkap SB yang me­miliki sabu-sabu dan dari pe­ngembangan berasal dari se­orang narapidana di salah satu lapas di Jakarta (lihat Republika, 26 April 2017). Apakah narkoba ini dibuat di lapas atau berasal dari lapas, tidak diungkapkan lebih lanjut.

Untuk menghasilkan nar­koba (khususnya jenis psikotro­pika) memang tidaklah terlalu sulit karena tinggal mencampur bahan bakunya saja. Tempat­nya cukup di dalam ruangan se­perti yang ditemukan di dis­kotek MG, di Grogol Petam­bur­an, Jakarta Barat baru-baru ini. Kalaupun narkoba harus di­da­tangkan dari luar penjara, akan sama saja. Membawa narkoba bisa dengan diseludupkan misal­nya di dalam bungkusan atau di sela-sela makanan. Apa­lagi, dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat. Termasuk dengan menyuap penjaga.
Karena itu, para pengguna atau pemakai juga tetap melan­jut­kan kebiasaan menenggak narkoba di dalam penjara. Terutama mereka yang susah memutus ketergantungan ini. Di Rutan Salemba, saya melihat sendiri seorang napi pencandu narkoba yang sakau selama dua hari dua malam di dalam kamar tahanannya yang dikunci. Banyak juga yang berusaha me­mutus ketergantungan dengan bantuan para perawat dan dokter di klinik penjara. Setiap pagi para pencandu ini antre di depan klinik mendapatkan ja­tah bahan pengganti. Si petugas membaca nama pasien pen­candu satu demi satu.

Tak heran bila ban­dar juga menempati tem­pat tersendiri di pen­jara. Mereka mem­pu­nyai kekuasa­an, yang tidak hanya dapat me­ngendalikan dan meng­­atur teman-teman­nya, acap­kali juga mendanai ber­bagai kegiatan di pen­jara. Walau hidup bebas di luar penjara jauh lebih nikmat, mereka lebih longgar dari narapidana lain. Sedikit banyak hal ini sudah digambarkan oleh Ferry Budiman, narapidana di Lapas Cipinang dan kemu­dian dipin­dah ke Lapas Nusakam­bang­an, dan akhirnya di­hukum mati. Karena dalam ke­hidupan ini uang amat menen­tu­kan, apa yang didapat di luar juga bisa didapatkan di dalam penjara. Yang tidak di­dapatkan hanya­lah kebebasan.

Langkah menjadikan Lapas Nusakambangan sebagai pen­jara khusus kasus narkoba mungkin merupakan langkah yang tepat. Khususnya dengan mengisolasi para bandar dengan dunia luar. Betapapun keributan sering terjadi. Karena setiap bandar akan berusaha menjadi raja, sebagaimana juga dalam dunia narkoba.
Pemberantasan penyalah­guna­an narkoba harus kompre­hensif dan menyeluruh. Tapi, karena topik ini khusus di pen­jara, langkah paling awal ba­gai­mana memperbaiki sistem hu­kum di negeri ini. Sistem hukum yang rusaklah menyebabkan banyak perkara selalu berujung di penjara. Banyak penghuni rutan dan lapas itu tidak layak dihukum dan masuk penjara. Saya ter­masuk yang merasakannya.

Sehubungan itu tidak semua kasus narkoba harus berujung ke penjara. Kalau caranya be­gitu, penjara-penjara di negeri ini akan cepat penuh. Bahkan melampaui kapasitas yang se­sungguhnya seperti yang ter­jadi sekarang ini. Itulah yang menjadi biang penyebab terjadi kerusuhan di penjara, sebagai­mana yang sering terjadi di berbagai kota, dari Denpasar, Surabaya, Bandung, yang ter­baru di penjara Sialang Buah dan berbagai tempat lain. Berapa pun jumlah penjara yang akan kita bangun, selalu tidak akan memenuhi tuntutan semakin berambahnya jumlah nara­pidana. Kasus-kasus narkoba yang ringan, khususnya para pengguna, cukup direhabilitasi saja.

Sejalan dengan itu, kesejah­teraan petugas penjara perlu mendapat perhatian. Untung­nya, sekarang ada sistem re­munerasi, peningkatan peng­hasilan pegawai aparatur sipil negara. Tentu para petugas ini pun perlu diawasi secara ketat. Jam kerjanya diatur dengan baik. Jangan sampai mereka juga terlibat dalam perbuatan yang melawan hukum.

Secara umum pengawasan terhadap penjara perlu dilaku­kan secara teratur dan ber­kesinambungan. Baik dilaku­kan oleh internal pemerintah misalnya dari menteri hukum dan HAM, oleh direktur jen­deral pemasyarakatan, sampai ke inspektur jenderal Kemen­kumham. Bukan hanya oleh ke­menterian yang mem­bawahi­­nya secara langsung, juga dari kalangan penegak hukum (po­lisi, jaksa, dan hakim). Bahkan juga oleh lembaga negara se­perti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, DPR dan DPD, dan yang terkait dengan bidang hukum serta penyelenggaraan negara secara luas. Bukankah penghuni penj­ara itu merupakan produk hukum dan masyarakat di negeri ini?

Kunjungan wartawan dan anggota masyarakat ke penjara-penjara bahkan perlu dilakukan secara langsung agar berita kegiatan di penjara secara rutin diketahui masyarakat. Langkah seperti ini termasuk peng­awas­an secara tidak langsung.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3717 seconds (0.1#10.140)