KPK Buka Penyelidikan Baru Kasus Korupsi E-KTP

Jum'at, 15 Desember 2017 - 13:53 WIB
KPK Buka Penyelidikan...
KPK Buka Penyelidikan Baru Kasus Korupsi E-KTP
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyelidikan baru terkait kasus yang menjerat ketua DPR non-aktif Setya Novanto. Penyelidikan baru kali ini terkait dugaan menghalangi penyidikan, penuntutan, hingga persidangan untuk kasus korupsi proyek e-KTP.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan, sejak beberapa pekan lalu KPK sudah membuka penyelidikan baru terkait dengan dan teruntuk Setya Novanto. Bahkan, menurut Febri sudah ada pihak-pihak terperiksa yang dimintai keterangan. Penyelidikan tersebut sehubungan dengan delik obstruction of justice sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Materi dalam penyelidikan tersebut satu di antaranya sehubungan dengan tindakan buron Setya Novanto saat dicari di kediamannya pada Rabu (15/11/2017) hingga peristiwa kecelakaan mobil di Permata Hijau pada Kamis (16/11/2017). "Pendalaman informasi peristiwa seputar kecelakaan mobil yang dinaiki SN pun sedang kami telusuri. Jadi, dalam penyelidikan obstruction of justice terkait seputar peristiwa kecelakaan tersebut. Poinnya, KPK sudah menangani obstruction of justice dalam kasus KTP elektronik ini," ungkap Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."

Mantan pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK ini mengatakan, kalau melihat persidangan perdana pembacaan surat dakwaan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP atas nama terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (13/12), sebenarnya menjadi ujian bagi proses penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, dalam persidangan, Novanto bahkan beralasan sakit hingga membisu. "KPK mengingatkan agar tidak berupaya menghambat penanganan perkara yang sedang berjalan. Karena terdapat risiko hukum yang cukup berat seperti diatur di Pasal 21 UU Tipikor atau obstruction of justice," tandasnya.

Padahal, ungkap Febri, berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan pada Rabu (13/12/2017) yang dilakukan dokter KPK serta tim dokter ahli dari RSCM dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sudah dipastikan bahwa Novanto dalam keadaan sehat dan bisa menjalani persidangan. Bagi KPK, lanjut Febri, alasan sakit seperti itu menjadi perhatian serius ke depan.

"Apa yang terjadi sejak pertengahan November dan kemarin Rabu di sidang KTP elektronik, kami harap ke depan jadi pembelajaran bagi semua pihak yang menjadi tersangka, terdakwa, atau bahkan saksi agar tidak menggunakan alasan sakit yang dapat menghindari atau menunda proses hukum," paparnya.

KPK menegaskan pemberantasan korupsi memang butuh dukungan yang kuat dari berbagai pihak, termasuk kalangan medis yang bekerja secara independen dan profesional. Sekali lagi Febri menggariskan, jika tetap masih ada pihak-pihak yang merekayasa kondisi, apalagi membantu seseorang menghindari atau bahkan menghambat proses hukum, tentu ada risiko pidananya.

"Kami percaya dengan contoh yang diberikan IDI dan RSCM, hal tersebut tidak perlu terjadi di dunia medis. Kalaupun ada kondisi benar-benar sakit, tentu dari hasil pemeriksaan yang objektif akan terlihat. Dan tindakan medis lanjutan dapat dilakukan," ujarnya.

Febri menambahkan, saat ini ada satu tersangka menghalangi penyidikan, penuntutan, hingga persidangan perkara e-KTP yang sudah ditetapkan KPK. Orang itu, ungkap Febri, adalah anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari. Perkara Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor untuk Nari saat ini masih dalam pemberkasan dan pemeriksaan di tahap penyidikan. "Obstruction of justice tersangka MN (Markus Nari) terpisah dengan penyelidikan obstruction of justice peristiwa SN," ujarnya.

Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang mengatakan, KPK akan fokus pada pembuktian dugaan perbuatan pidana terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta selepas pembacaan surat dakwaan pada persidangan perdana Rabu (13/12/2017). Tujuannya agar kasusnya berproses dan berjalan dengan cepat. Dalam perkembangan persidangan, KPK akan mengusut sejumlah nama yang diduga menerima atau menikmati uang dalam pembahasan hingga pengesahan anggaran dan saat pengadaan proyek e-KTP terjadi. Baik yang tercantum maupun tidak tercantum dalam surat dakwaan Novanto.

"KPK bekerja atas hukum pembuktian. Penyebutan nama memerlukan kehati-hatian, dalam kaitan kecukupan bukti, sehingga dalam beberapa hal adakalanya memerlukan waktu pula," tandas Saut.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1222 seconds (0.1#10.140)