Korupsi E-KTP, Setya Novanto Didakwa Perkaya Diri USD7,3 Juta
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) bakal didakwa memperkaya diri sendiri sebesar USD7,3 juta (setara lebih Rp98,11 miliar) dari proyek pengadaan e-KTP.
Sekadar informasi, hingga sebelum surat dakwaan atas nama Setnov dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam sidang perdana, maka status Setnov masih sebagai tersangka dan belum menjadi terdakwa.
Madir Ismail selaku kuasa hukum Setya Novanto mengatakan, per Kamis (7/12/2017) kemarin tim kuasa hukum sudah menerima surat dakwaan atas nama Setnov dari KPK, setelah sebelumnya hanya menerima berkas perkara saat pelimpahan dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau P21 tahap 2.
Dia melanjutkan, saat ini pihaknya sedang mempelajari isi dakwaan perkara dugaan korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011-2012 atas nama Setnov.
Karenanya, Maqdir belum bisa berandai-andai apakah sebagian besar isi dakwaan Setnov sama seperti tiga terdakwa sebelumnya, Irman, Sugiharto, dan Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong.
Lebih dari itu Maqdir menegaskan, dalam surat dakwaan, Setnov memang didakwa melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan pihak lain. Dia sedikit membocorkan angka keuntungan pribadi Setnov dari proyek e-KTP yang dicantumkan JPU dalam dakwaan.
"Berdasarkan surat dakwaan Pak SN terima (keuntungan sebagai perkaya diri sendiri) uang USD7,3 juta dan barang (berupa) jam tangan Richard Mille seharga USD135.000. Uang bukan dari Andi Narogong, tapi dari Anang (tersangka Direktur Utama PT Quadra Solutions kurun 2012-2013 Anang Sugiana Sudihardjo) dan Johanes Marliem. Hanya jam kata dakwaan yang berasal dari Andi Agustinus dan Johanes Marliem," tegas Maqdir kepada KORAN SINDO, Kamis (7/12/2017).
Dia melanjutkan, hakikatnya Setnov bersama tim kuasa hukum tidak mempermasalahkan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Yanto yang sudah menetapkan untuk perkara e-KTP Setnov ditangani lima majelis hakim yang dipimpin Yanto, dengan empat anggota majelis hakim sama seperti terdakwa Irman dan Sugiharto.
Karenanya, pihaknya juga tidak mempermasalahkan juga ketetapan majelis hakim bahwa persidangan perdana agenda pembacaan surat dakwaan atas nama Setnov pada Rabu (13/12). Maqdir menjaminkan, tim kuasa hukum dan Setnov sudah siap menghadapi persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Itu kan kewenangan pengadilan kan, menunjuk majelis, menetapkan sidang. Ya kita tinggal tunggu aja waktu sidangnya. Siap nggak siap musti sidang kan," ujarnya.
Dia menambahkan, pihak kuasa hukum akan membaca secara detil isi dakwaan. Selain itu, pihaknya akan mengomparasi isi dakwaan dengan perkara terdakwa lain sebelumnya yang sudah terbuka di persidangan. Hanya saja, dia belum bisa menyimpulkan apakah pada hari bersamaan dengan pembacaan surat dakwaan nanti, maka tim kuasa hukum dan Setnov langsung mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Pasalnya, untuk eksepsi atau tidak pada hari yang sama dengan dakwaan mesti dibahas dulu di internal tim. "Belum, belum, belum. Kita mau baca dulu surat dakwaan. Kemudian nanti ya kita pikirkan. Paling tidak kita mesti lihat perkata (terdakwa-terdakwa) lain," tandas Maqdir.
Sekadar informasi, hingga sebelum surat dakwaan atas nama Setnov dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam sidang perdana, maka status Setnov masih sebagai tersangka dan belum menjadi terdakwa.
Madir Ismail selaku kuasa hukum Setya Novanto mengatakan, per Kamis (7/12/2017) kemarin tim kuasa hukum sudah menerima surat dakwaan atas nama Setnov dari KPK, setelah sebelumnya hanya menerima berkas perkara saat pelimpahan dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau P21 tahap 2.
Dia melanjutkan, saat ini pihaknya sedang mempelajari isi dakwaan perkara dugaan korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011-2012 atas nama Setnov.
Karenanya, Maqdir belum bisa berandai-andai apakah sebagian besar isi dakwaan Setnov sama seperti tiga terdakwa sebelumnya, Irman, Sugiharto, dan Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong.
Lebih dari itu Maqdir menegaskan, dalam surat dakwaan, Setnov memang didakwa melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan pihak lain. Dia sedikit membocorkan angka keuntungan pribadi Setnov dari proyek e-KTP yang dicantumkan JPU dalam dakwaan.
"Berdasarkan surat dakwaan Pak SN terima (keuntungan sebagai perkaya diri sendiri) uang USD7,3 juta dan barang (berupa) jam tangan Richard Mille seharga USD135.000. Uang bukan dari Andi Narogong, tapi dari Anang (tersangka Direktur Utama PT Quadra Solutions kurun 2012-2013 Anang Sugiana Sudihardjo) dan Johanes Marliem. Hanya jam kata dakwaan yang berasal dari Andi Agustinus dan Johanes Marliem," tegas Maqdir kepada KORAN SINDO, Kamis (7/12/2017).
Dia melanjutkan, hakikatnya Setnov bersama tim kuasa hukum tidak mempermasalahkan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Yanto yang sudah menetapkan untuk perkara e-KTP Setnov ditangani lima majelis hakim yang dipimpin Yanto, dengan empat anggota majelis hakim sama seperti terdakwa Irman dan Sugiharto.
Karenanya, pihaknya juga tidak mempermasalahkan juga ketetapan majelis hakim bahwa persidangan perdana agenda pembacaan surat dakwaan atas nama Setnov pada Rabu (13/12). Maqdir menjaminkan, tim kuasa hukum dan Setnov sudah siap menghadapi persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Itu kan kewenangan pengadilan kan, menunjuk majelis, menetapkan sidang. Ya kita tinggal tunggu aja waktu sidangnya. Siap nggak siap musti sidang kan," ujarnya.
Dia menambahkan, pihak kuasa hukum akan membaca secara detil isi dakwaan. Selain itu, pihaknya akan mengomparasi isi dakwaan dengan perkara terdakwa lain sebelumnya yang sudah terbuka di persidangan. Hanya saja, dia belum bisa menyimpulkan apakah pada hari bersamaan dengan pembacaan surat dakwaan nanti, maka tim kuasa hukum dan Setnov langsung mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Pasalnya, untuk eksepsi atau tidak pada hari yang sama dengan dakwaan mesti dibahas dulu di internal tim. "Belum, belum, belum. Kita mau baca dulu surat dakwaan. Kemudian nanti ya kita pikirkan. Paling tidak kita mesti lihat perkata (terdakwa-terdakwa) lain," tandas Maqdir.
(kri)