Peduli Bencana DIY

Selasa, 05 Desember 2017 - 08:58 WIB
Peduli Bencana DIY
Peduli Bencana DIY
A A A
Prof Dr Sudjito
Guru Besar Fakultas Hukum UGM

DOKTER Cempaka, teman haji yang lincah, ramah, dan memiliki kepedulian sosial-kemanusiaan tinggi, sedih dan cemberut. Terpancar dari wajahnya nuansa protes, mengapa nama indah jadi masalah.

Tentu bukan kehendaknya. Cempaka, dilekatkan pada nama badai tropis (hurricane , topan, atau siklon), yakni angin kencang dengan kecepatan di atas 74 mil per jam atau sekitar 119 kilometer per jam.

Penamaan badai secara internasional dilakukan oleh World Meteorological Organization. Di Indonesia dilakukan oleh Tropical Cyclone Warning Center. Awalnya penamaan berdasarkan nama wayang agar tidak terkesan menakutkan. Lalu diganti nama bunga: anggrek, bakung, cempaka, dahlia, dan sebagainya.

Siklon tropis Cempaka telah melanda wilayah selatan Pulau Jawa. Peringatan dini telah diumumkan BMKG. Terbukti hujan deras, banjir, tanah longsor, disertai korban harta, benda, dan jiwa menimpa saudara kita di DIY, Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Terbukti pula, fenomena alam, kuasa Tuhan, di atas kekuasaan manusia. Sikap bijak terhadapnya adalah peduli bencana, bergegas memberikan bantuan.

Patut diapresiasi siapa pun yang telah nyata-nyata peduli bencana ini. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X segera menetapkan status siaga darurat bencana, berlaku sepekan. Tidak tertutup kemungkinan status akan ditingkatkan, setelah ada evaluasi dan melihat situasi di lapangan.

Dengan status siaga darurat bencana, tiap kabupaten/kota diharapkan mengoptimalkan seluruh sumber daya kedaruratan kebencanaan, seperti sumber daya manusia dan keuangan, untuk penanganan pascabencana, baik menyangkut perbaikan infrastruktur, hingga bantuan kepada korban. Apabila kabupaten/kota tidak mampu, nanti di-back up provinsi. Posisi provinsi ini sebagai koordinator.

Ketika artikel ini ditulis diperoleh kabar, Menteri Sosial akan berkunjung ke lokasi bencana di Sriharjo, Kebon Agung, Kecamatan Imogiri, Bantul, sekaligus menyerahkan santunan bagi korban jiwa meninggal, luka, dan harta benda senilai Rp160 juta. Diharapkan peduli bencana berlanjut ke lokasi bencana lainnya.

Dewan Pendidikan DIY, dikomandani Romo Hari Dendi, didukung para rektor, akademisi, kiai, dokter, dan relawan lain bergegas ke lokasi, mendata berbagai kerusakan, korban, dan kebutuhan-kebutuhan mendesak. Pengumpulan bantuan, berupa uang, logistik, dan berbagai sarana kesehatan, dilakukan secara koordinatif.

Tak kurang dari perorangan sampai dengan bank-bank dan perusahaan (seperti Astra), langsung memberikan sumbangan uang, logistik, maupun mobil operasional. Ratusan juta rupiah terkumpul dan segera disampaikan kepada para korban bencana.

Peduli bencana merupakan bagian dari sensitivitas sosial-kemanusiaan, lintas suku, lintas agama, lintas etnis, lintas partai, lintas golongan, dan lintas kelompok apa pun. Peduli bencana bisa muncul spontan pada siapa pun, dalam bentuk apa pun.

Keteladanan menteri, gubernur, tokoh-tokoh masyarakat, agamawan, dan akademisi merupakan bukti nyata bahwa masih banyak insan-insan terhormat, bermartabat, pantas diteladani komponen bangsa lainnya.

Sedikit urun rembuk, agar peduli bencana DIY tepat sasaran, beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama , mantapkan koordinasi. Ketika setiap orang atau institusi berkehendak membantu para korban, sering dihadapkan kesulitan atau kekhawatiran, kepada siapa bantuan diberikan agar aman, sampai sasaran.

Di sinilah kejujuran dan kepercayaan masyarakat perlu dijaga. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota, dinas-dinas, BPBD, beserta relawan, diyakini telah siap dengan beban berat yang dipikulnya. Melalui niat ikhlas, kerja keras-koordinatif, dapat dicegah bantuan salah sasaran, tumpang-tindih, ataupun korban terlalaikan.

Kedua, prioritaskan masalah kemanusiaan, kesehatan, dan pendidikan. Korban jiwa sudah terbilang. Jangan sampai yang sakit atau terluka menjadi korban jiwa berikutnya. Prioritaskan bantuan kemanusiaan dan kesehatan terbaik dan tercepat. Tidak kalah pentingnya, masa depan anak-anak sekolah, kebutuhan guru, sarana dan prasarana sekolah perlu disegerakan.

Ketiga, perluas jangkauan penanggulangan bencana. Evaluasi cermat atas masalah-masalah pada tahap tanggap darurat, perlu dilakukan saksama agar keputusan untuk meningkatkan ke tahap lebih tinggi perlu dilakukan ataukah tidak?

Lokasi bencana diperkirakan akan terjadi juga di wilayah lain. Peduli bencana hendaknya adil, semesta, mampu menjangkau wilayah lain di luar DIY, ketika bencana di DIY sudah tertangani.

Keempat, tingkatkan kualitas konstruksi. Ketika tanggap darurat nanti telah terlampaui, segera melangkah ke tahap rekonstruksi. Bencana topan Cempaka, perlu dijadikan pelajaran, diambil hikmahnya, agar konstruksi-kontruksi bangunan ditingkatkan kualitasnya, utamanya yang berada di pinggir sungai atau pantai, dan bukit-bukit.

Dalam pengamatan, masih banyak hunian berada di daerah rawan bencana banjir dan longsor. Mereka, secara persuasif dan kemanusiaan perlu dipindahkan ke daerah aman bencana. Begitupula sarana dan prasarana fisik seperti jembatan, sekolah, puskesmas, segera dievaluasi kelayakan konstruksinya, agar dapat dicegah kemungkinan keambrukannya.

Kelima, jaga keseimbangan ekosistem. Kita yakin, bencana alam tidak akan terjadi bila keseimbangan ekosistem terjaga. Tiadalah kerusakan di muka bumi kecuali karena ulah manusia. Boleh jadi, di antara kita telah memperlakukan alam sekehendak nafsu. Pohon ditebang, hutan dibabat, pasir dan bebatuan ditambang dengan semena-mena.

Keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Ketika musim kemarau kekurangan air, tetapi di kala musim penghujan, curahan air hujan tak tertampung. Masyarakat, pengusaha, dan pemerintah, seyogianya kembali peduli terhadap keseimbangan ekosistem.

Dokter Cempaka jangan sedih berlama-lama. Segeralah, beserta jajaran RS dr Sardjito, IDI, PMI, dan tenaga kesehatan lainnya, melanjutkan aktivitas peduli bencana DIY.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1124 seconds (0.1#10.140)