Nurtanio Terbang Tinggi
A
A
A
RESMI sudah N-219 memiliki nama. Jumat dua pekan lalu, Presiden Joko Widodo menyematkan nama Nurtanio bagi 'burung besi' terbaru ciptaan PT Dirgantara Indonesia tersebut. "Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya resmikan pesawat N-219 sebagai pesawat Nurtanio," ucap Jokowi di landasan Halim Perdanakusumah, Jakarta.
N-219 adalah pesawat buatan lokal, kolaborasi antara PT Dirgantara Indonesia (DI) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan). Mahakarya ini telah melalui proses yang sangat panjang. Dimulai dari proses perencanaan oleh tim PT DI sejak 11 tahun lalu. Pada 2006, PT DI mulai mengkonsep N219 yang digadang-gadang sebagai solusi konektivitas bagi wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Proses pengerjaan pesawat terbilang cukup lama.
Pada 2008, pesawat memulai uji aerodinamika. Pengujian tersebut dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di laboratorium pengujian terowongan angin yang berlokasi di Serpong, Tangerang Selatan.
Pengujian tersebut berlanjut ke hal-hal lainnya, seperti statis pesawat, mesin produksi, hingga uji terbang. Pada 2012, N-219 ditargetkan mengantongi sertifikasi tipe dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2014, dan mulai dilepas ke pasar pada 2015. Sayang, tenggat waktu itu meleset dan uji terbang perdana baru bisa dilakukan pada 2017.
Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Arie Wibowo menjelaskan, pekerjaan itu dilakukan setelah adanya permintaan dan kesanggupan pendanaan dari Lapan untuk menyediakan pesawat yang sesuai dengan daerah pegunungan yang memiliki landasan pacu pendek.
Bagaimana cerita awal pembuatan pesawat N-219 Nurtanio dan apa saja kehebatannya? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 38/VI/2017 yang terbit Senin (20/11/2017).
N-219 adalah pesawat buatan lokal, kolaborasi antara PT Dirgantara Indonesia (DI) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan). Mahakarya ini telah melalui proses yang sangat panjang. Dimulai dari proses perencanaan oleh tim PT DI sejak 11 tahun lalu. Pada 2006, PT DI mulai mengkonsep N219 yang digadang-gadang sebagai solusi konektivitas bagi wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Proses pengerjaan pesawat terbilang cukup lama.
Pada 2008, pesawat memulai uji aerodinamika. Pengujian tersebut dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di laboratorium pengujian terowongan angin yang berlokasi di Serpong, Tangerang Selatan.
Pengujian tersebut berlanjut ke hal-hal lainnya, seperti statis pesawat, mesin produksi, hingga uji terbang. Pada 2012, N-219 ditargetkan mengantongi sertifikasi tipe dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2014, dan mulai dilepas ke pasar pada 2015. Sayang, tenggat waktu itu meleset dan uji terbang perdana baru bisa dilakukan pada 2017.
Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Arie Wibowo menjelaskan, pekerjaan itu dilakukan setelah adanya permintaan dan kesanggupan pendanaan dari Lapan untuk menyediakan pesawat yang sesuai dengan daerah pegunungan yang memiliki landasan pacu pendek.
Bagaimana cerita awal pembuatan pesawat N-219 Nurtanio dan apa saja kehebatannya? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 38/VI/2017 yang terbit Senin (20/11/2017).
(amm)