Megawati: Nasionalisme Tak Boleh Diartikan Anti Asing
A
A
A
JAKARTA - Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri menegaskan tujuan dari demokrasi Pancasila adalah tercapainya Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Dia meyakini demokrasi yang dicetuskan Bung Karno ini bukan hanya berguna bagi Indonesia, tetapi juga bangsa-bangsa lain di dunia.
"Saya yakin semua bangsa di bawah kolong langit ini pun memimpikan dapat sampai pada Trisakti,” kata Megawati.
Hal ini disampaikan Megawati dalam orasi ilmiah berjudul Demokrasi Pancasila: Sebuah Demokrasi Ekonomi dan Politik untuk Membangun Tatanan Baru Dunia’ di Universitas Nasional Mokpo (MNU), Mokpo, Korsel, Kamis 16 November 2017.
Megawati mendapat gelar Doktor Honoris Causa di bidang demokrasi ekonomi dari kampus tersebut. Bagi Megawati, demokrasi adalah alat, bukan tujuan.
Dia meyakini inti demokrasi adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan siasat yang diakhiri dengan adu kekuatan dan penghitungan suara pro dan kontra.
"Sebagai alat, demokrasi Pancasila mengenal kebebasan berpikir dan berbicara. Tetapi, kebebasan dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan negara, batas kepentingan,” ujar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Megawati juga melakukan otokritik pada langkah-langkah politik dan ekonomi yang terjadi di abad 21 ini.
"Ternyata, imperialisme dan kapitalisme yang merupakan watak ingin menguasai orang dan bangsa lain, masih terus menggurita. Hubungan antarbangsa jadi salah kaprah dalam relasi dominasi,” katanya.
Dia menegaskan tidak anti asing. Sebab, kerja sama dengan bangsa lain merupakan keharusan. Setiap bangsa memang tidak dapat mengisolasi diri dari bangsa lain.
Menurut Megawati, nasionalisme tidak boleh dipahami. sebagai suatu sikap anti asing dan perilaku fanatik, yang kemudian akan memunculkan gerakan chauvinisme nasionalis.
"Namun demikian, dengan berada dalam pergaulan internasional dan dengan terlibat kerja sama politik dan ekonomi dengan bangsa lain, bukan berarti kita menyerahkan kedaulatan bangsa sendiri kepada orang lain,” ujarnya.
Megawati mengatakan, para pendiri bangsa yang terlibat dalam Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok menjadi bukti sejarah nyata dalam peradaban manusia.
Gerakan yang mereka lakukan adalah fakta sejarah tentang solidaritas, toleransi dan gotong royong bangsa-bangsa.
"Mereka membuktikan bahwa cita-cita untuk mencapai Trisakti bagi bangsanya, bukan berarti dengan cara mengeksploitasi dan menindas bangsa lain,” ujarnya.
Dalam penganugerahan Doktor Honoris Causa, Megawati ditemani oleh putra pertamanya, Mohammad Rizki Pratama, Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman, Rokhmin Dahuri, Dubes RI untuk Korsel, Umar Hadir dan sejumlah anggota Fraksi PDIP DPR, Herman Hery, Daryatmo Mardyanto dan Nico Siahaan.
Dia meyakini demokrasi yang dicetuskan Bung Karno ini bukan hanya berguna bagi Indonesia, tetapi juga bangsa-bangsa lain di dunia.
"Saya yakin semua bangsa di bawah kolong langit ini pun memimpikan dapat sampai pada Trisakti,” kata Megawati.
Hal ini disampaikan Megawati dalam orasi ilmiah berjudul Demokrasi Pancasila: Sebuah Demokrasi Ekonomi dan Politik untuk Membangun Tatanan Baru Dunia’ di Universitas Nasional Mokpo (MNU), Mokpo, Korsel, Kamis 16 November 2017.
Megawati mendapat gelar Doktor Honoris Causa di bidang demokrasi ekonomi dari kampus tersebut. Bagi Megawati, demokrasi adalah alat, bukan tujuan.
Dia meyakini inti demokrasi adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan siasat yang diakhiri dengan adu kekuatan dan penghitungan suara pro dan kontra.
"Sebagai alat, demokrasi Pancasila mengenal kebebasan berpikir dan berbicara. Tetapi, kebebasan dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan negara, batas kepentingan,” ujar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Megawati juga melakukan otokritik pada langkah-langkah politik dan ekonomi yang terjadi di abad 21 ini.
"Ternyata, imperialisme dan kapitalisme yang merupakan watak ingin menguasai orang dan bangsa lain, masih terus menggurita. Hubungan antarbangsa jadi salah kaprah dalam relasi dominasi,” katanya.
Dia menegaskan tidak anti asing. Sebab, kerja sama dengan bangsa lain merupakan keharusan. Setiap bangsa memang tidak dapat mengisolasi diri dari bangsa lain.
Menurut Megawati, nasionalisme tidak boleh dipahami. sebagai suatu sikap anti asing dan perilaku fanatik, yang kemudian akan memunculkan gerakan chauvinisme nasionalis.
"Namun demikian, dengan berada dalam pergaulan internasional dan dengan terlibat kerja sama politik dan ekonomi dengan bangsa lain, bukan berarti kita menyerahkan kedaulatan bangsa sendiri kepada orang lain,” ujarnya.
Megawati mengatakan, para pendiri bangsa yang terlibat dalam Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok menjadi bukti sejarah nyata dalam peradaban manusia.
Gerakan yang mereka lakukan adalah fakta sejarah tentang solidaritas, toleransi dan gotong royong bangsa-bangsa.
"Mereka membuktikan bahwa cita-cita untuk mencapai Trisakti bagi bangsanya, bukan berarti dengan cara mengeksploitasi dan menindas bangsa lain,” ujarnya.
Dalam penganugerahan Doktor Honoris Causa, Megawati ditemani oleh putra pertamanya, Mohammad Rizki Pratama, Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman, Rokhmin Dahuri, Dubes RI untuk Korsel, Umar Hadir dan sejumlah anggota Fraksi PDIP DPR, Herman Hery, Daryatmo Mardyanto dan Nico Siahaan.
(whb)