Waspada Banjir
A
A
A
BELAKANGAN ini berita bencana banjir kembali menghiasi pemberitaan media massa dan kicauan di media sosial. Beberapa daerah di Indonesia mulai dikepung banjir walaupun skalanya belum begitu besar. Tentu kita semua berharap agar banjir tidak memburuk.
Mencari penyebab banjir di berbagai daerah di Indonesia ini tak terlalu sulit. Sangat banyak penelitian akademis yang menyampaikan akar permasalahan banjir dengan berbagai pandangannya kepada para pembuat kebijakan di negeri ini. Sayangnya, sekalipun sudah jelas, langkah-langkah yang diambil pemerintah di berbagai level cenderung tidak sepenuh tenaga.
Secara umum ada beberapa masalah utama yang berperan besar dalam menyebabkan banjir seperti hilangnya daerah penyerapan air, menyempitnya sungai, dan polusi di sungai. Kalau dikerucutkan, masalah itu muncul karena peralihan lahan yang alasan utamanya adalah dipakai untuk kebutuhan permukiman. Permukiman-permukiman kumuh di atas bantaran sungai seharusnya memang menjadi daerah luapan. Bahkan bukan hanya permukiman kumuh yang hadir, permukiman mewah pun hadir di wilayah-wilayah yang secara tradisional menjadi daerah limpasan sungai saat hujan deras. Rawa-rawa pun tak terhitung yang diuruk menjadi wilayah permukiman. Tak heran ketika hujan datang akhirnya wilayah-wilayah tersebut terendam air.
Untuk menjaga agar tak selalu banjir, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, normalisasi saluran air lingkungan sangat penting dilakukan. Untuk yang satu ini, peran serta masyarakat sebagai penghuni suatu lingkungan menjadi titik penjuru. Ketika masyarakat tak acuh dengan got di sekitar rumahnya, kondisi got tersebut tidak akan maksimal. Saat curah hujan kian tinggi, akhirnya saluran air lingkungan yang tidak pada kondisi terbaiknya itu tak akan mampu mengalirkannya. Akhirnya banjir pun terjadi. Dalam beberapa kasus di berbagai daerah, banjir di suatu lingkungan bahkan terjadi saat daerah sekitarnya tidak mengalami banjir. Alasannya, saluran airnya tersumbat alias mampet sehingga air terjebak di lingkungan tersebut.
Kedua, pengerukan kali dan normalisasi daerah aliran sungai. Sungai-sungai di Indonesia terutama di kota-kota besar banyak yang dalam kondisi menyedihkan. Sedimentasi terjadi dalam skala yang masif disertai dengan penyempitan sungai karena laju pembangunan. Kondisi itu diperparah dengan berbagai macam jenis sampah yang ada di aliran sungai yang akhirnya memperlambat aliran air. Pintu-pintu air yang digunakan sebagai pengendali debit air sungai pun seringkali tak berfungsi maksimum baik karena kualitas perawatannya maupun karena tertutup oleh tumpukan sampah. Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia harus segera melakukan penormalan daerah aliran sungai.
Ketiga, menyadarkan masyarakat tidak buang sampah ke saluran air lingkungan maupun ke sungai. Jika dua poin pertama adalah tindakan kuratif, poin ini adalah langkah preventif. Membuang sampah ke aliran sungai jelas akan menambah beban sungai yang sudah mengalami problem berat sedimentasi. Jika masyarakat tak mengubah budaya ini, pemerintah provinsi serta kabupaten/kota dari tahun ke tahun akan selalu disibukkan dengan pembersihan sungai dan aliran lingkungan dari sampah. Padahal, seharusnya pemerintah fokus mengerahkan tenaga untuk pengerukan. Konsep di beberapa provinsi maupun kabupaten/kota yang menempatkan sungai sebagai halaman depan alih-alih halaman belakang sangat berguna untuk membangun kesadaran masyarakat. Bagaimanapun semua orang ingin halaman depannya asri.
Keempat, meningkatkan kesiagaan terhadap bencana banjir. Bisa dikatakan bahwa negara ini sangat akrab dengan bencana banjir. Namun, dari tahun ke tahun kita dipertontonkan situasi pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota yang masih saja tergagap-gagap ketika terjadi bencana banjir. Banyak daerah yang tak memiliki peralatan mitigasi bencana ini. Padahal, kita tahu bersama anggaran mitigasi bencana selalu ada di APBN maupun APBD.
Semoga banjir besar tak sempat mampir ke negeri ini lagi.
Mencari penyebab banjir di berbagai daerah di Indonesia ini tak terlalu sulit. Sangat banyak penelitian akademis yang menyampaikan akar permasalahan banjir dengan berbagai pandangannya kepada para pembuat kebijakan di negeri ini. Sayangnya, sekalipun sudah jelas, langkah-langkah yang diambil pemerintah di berbagai level cenderung tidak sepenuh tenaga.
Secara umum ada beberapa masalah utama yang berperan besar dalam menyebabkan banjir seperti hilangnya daerah penyerapan air, menyempitnya sungai, dan polusi di sungai. Kalau dikerucutkan, masalah itu muncul karena peralihan lahan yang alasan utamanya adalah dipakai untuk kebutuhan permukiman. Permukiman-permukiman kumuh di atas bantaran sungai seharusnya memang menjadi daerah luapan. Bahkan bukan hanya permukiman kumuh yang hadir, permukiman mewah pun hadir di wilayah-wilayah yang secara tradisional menjadi daerah limpasan sungai saat hujan deras. Rawa-rawa pun tak terhitung yang diuruk menjadi wilayah permukiman. Tak heran ketika hujan datang akhirnya wilayah-wilayah tersebut terendam air.
Untuk menjaga agar tak selalu banjir, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, normalisasi saluran air lingkungan sangat penting dilakukan. Untuk yang satu ini, peran serta masyarakat sebagai penghuni suatu lingkungan menjadi titik penjuru. Ketika masyarakat tak acuh dengan got di sekitar rumahnya, kondisi got tersebut tidak akan maksimal. Saat curah hujan kian tinggi, akhirnya saluran air lingkungan yang tidak pada kondisi terbaiknya itu tak akan mampu mengalirkannya. Akhirnya banjir pun terjadi. Dalam beberapa kasus di berbagai daerah, banjir di suatu lingkungan bahkan terjadi saat daerah sekitarnya tidak mengalami banjir. Alasannya, saluran airnya tersumbat alias mampet sehingga air terjebak di lingkungan tersebut.
Kedua, pengerukan kali dan normalisasi daerah aliran sungai. Sungai-sungai di Indonesia terutama di kota-kota besar banyak yang dalam kondisi menyedihkan. Sedimentasi terjadi dalam skala yang masif disertai dengan penyempitan sungai karena laju pembangunan. Kondisi itu diperparah dengan berbagai macam jenis sampah yang ada di aliran sungai yang akhirnya memperlambat aliran air. Pintu-pintu air yang digunakan sebagai pengendali debit air sungai pun seringkali tak berfungsi maksimum baik karena kualitas perawatannya maupun karena tertutup oleh tumpukan sampah. Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia harus segera melakukan penormalan daerah aliran sungai.
Ketiga, menyadarkan masyarakat tidak buang sampah ke saluran air lingkungan maupun ke sungai. Jika dua poin pertama adalah tindakan kuratif, poin ini adalah langkah preventif. Membuang sampah ke aliran sungai jelas akan menambah beban sungai yang sudah mengalami problem berat sedimentasi. Jika masyarakat tak mengubah budaya ini, pemerintah provinsi serta kabupaten/kota dari tahun ke tahun akan selalu disibukkan dengan pembersihan sungai dan aliran lingkungan dari sampah. Padahal, seharusnya pemerintah fokus mengerahkan tenaga untuk pengerukan. Konsep di beberapa provinsi maupun kabupaten/kota yang menempatkan sungai sebagai halaman depan alih-alih halaman belakang sangat berguna untuk membangun kesadaran masyarakat. Bagaimanapun semua orang ingin halaman depannya asri.
Keempat, meningkatkan kesiagaan terhadap bencana banjir. Bisa dikatakan bahwa negara ini sangat akrab dengan bencana banjir. Namun, dari tahun ke tahun kita dipertontonkan situasi pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota yang masih saja tergagap-gagap ketika terjadi bencana banjir. Banyak daerah yang tak memiliki peralatan mitigasi bencana ini. Padahal, kita tahu bersama anggaran mitigasi bencana selalu ada di APBN maupun APBD.
Semoga banjir besar tak sempat mampir ke negeri ini lagi.
(wib)