Penyatuan Golongan Daya Listrik

Senin, 13 November 2017 - 06:06 WIB
Penyatuan Golongan Daya...
Penyatuan Golongan Daya Listrik
A A A
Segala hal yang terkait tarif atau harga adalah hal yang sangat sensitif bagi publik. Tingkat sensitivitas tersebut tereskalasi dalam kondisi seperti saat ini yakni saat pemerintah tengah serius menjaga daya beli dan pola konsumsi masyarakat agar tetap kuat.

Kalau merujuk text book, salah satu hal yang sangat berisiko tinggi mengganggu daya beli maupun pola konsumsi masyarakat adalah berita negatif mengenai potensi kenaikan harga utilitas satu di antaranya kenaikan tarif listrik. Berita-berita seperti ini akan berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat karena cenderung akan mengerem konsumsinya lantaran wait and see menjaga-jaga bagaimana pola pengeluarannya nanti. Padahal, kita semua tahu bahwa motor ekonomi Indonesia adalah konsumsi domestik.

Nah, baru-baru ini muncul pengumuman dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengatakan akan ada penyatuan golongan daya listrik pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) tipe residensial. ”Untuk nonsubsidi golongan 900VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA itu disatukan menjadi 4.400 VA. Tapi tetap ada yang 450 VA dan 900 VA, tapi yang disubsidi oleh pemerintah,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.

Publik tentu bertanya-tanya apa tujuan pemerintah. Bagaimanapun publik khawatir, ketika disatukan pada suatu saat nanti akhirnya tarifnya akan disatukan juga. Di satu sisi pemerintah mengatakan tidak akan ada kenaikan biaya bagi masyarakat. ”Kenaikan dan penambahan daya tersebut tidak akan berpengaruh pada pengeluaran biaya listrik masyarakat karena tidak akan dikenakan biaya apa pun dan besaran tarif per KWH tidak akan berubah,” seperti disebutkan oleh Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.

Namun, Wamen ESDM Arcandra di lain kesempatan mengatakan bahwa penyamaan tiga golongan tersebut karena perbedaan dayanya sangat kecil sehingga lebih baik disederhanakan agar lebih efisien dalam penentuan tarif. Wajar saja jika masyarakat dan pengamat menilai bahwa pada nantinya akan ada satu tarif yang berarti pelanggan 900VA nonsubsidi yang selama ini menikmati tarif lebih murah akan bertambah pengeluarannya karena tarif per KHW-nya naik.

Lalu, apa sebenarnya tujuan pemerintah menyamaratakan daya? Karena, penambahan daya ini justru bisa mendorong pem­borosan pada level masyarakat sebagai pengguna. Misalkan untuk pengguna dengan daya 900 VA nonsubsidi banyak cenderung untuk mengirit penggunaan listriknya, bahkan ketika mereka tahu menaikkan daya itu bisa dilakukan.

Masyarakat cenderung akan menyesuaikan dengan kemampuan kantongnya dalam menggunakan listrik. Masyarakat sadar bahwa jika menaikkan dayanya ke 1300 VA, 2200 VA, atau 4400 VA, akan menyebabkan kenaikan pengeluaran listrik per KWH. Saat ini harga listrik per KWH untuk daya 900 VA nonsubsidi adalah Rp1.352, sementara harga untuk daya 1300 VA, 2200 VA, atau 4400 VA adalah Rp1.467,28.

Memang semangat agar masyarakat tidak waswas listriknya turun patut diapresiasi. Namun, faktor pemborosan wajib diper­timbangkan. Secara psikologis, penaikan batas daya listrik dengan atau tanpa sadar akan mendorong masyarakat mengonsumsi listrik lebih banyak lagi. Sekilas teringat tagline PLN yang sangat terkenal di dekade 1990-an dan 2000-an yaitu ”Hemat Energi, Hemat Biaya”, apakah tagline tersebut masih relevan?

Wamen Arcandra bahkan mengatakan bahwa jumlah konsumsi listrik per kapita merupakan satu di antara indikator yang menunjukkan produktivitas sebuah negara maju. ”Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara maju apabila konsumsi listriknya mencapai sekitar 4.000 KWH per kapita,” ujar Arcandra. Kita tentu bertanya-tanya apakah negara maju itu penggunaan listriknya tinggi karena rumah tangganya boros energi atau justru industrinya berjalan cepat sehingga butuh energi tinggi.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1833 seconds (0.1#10.140)