DPR Nilai Perlu Regulasi Kuat Atur Energi Baru dan Terbarukan
A
A
A
JAKARTA - DPR Khususnya Komisi VII menilai, perlu ada regulasi kuat atau aturan hukum yang mengatur pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron. Menurutnya, perlu adanya aturan turunan dari Undang-Undang (UU) yang ada saat ini, untuk perkembangan EBT secara teratur.
"DPR bersama pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang lebih kuat bagi pengembangan EBT serta secara paralel menyiapkan regulasi turunan dari UU seperti PP, perpres, dan permen untuk implementasi UU tersebut," kata Herman, Minggu (12/11/2017).
Politikus Partai Demokrat ini melihat, kondisi Indonesia saat ini masih mengandalkan energi dari fosil yang tidak terbarukan. Menurutnya suatu hari energi jenis tersebut akan terkuras habis. Oleh karena itu katanya, dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat.
"Tuntutan pemanfaatan energi, yang ramah lingkungan, secara global makin meningkat seiring kesadaran dunia menjaga kelestarian lingkungannya. Sehingga pengembangan EBT makin relevan," ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, saat ini payung hukum yang dimiliki baru berbentuk PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dengan target bauran energi dari EBT sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu yang menyatakan sudah saatnya pemerintah mengembangkan energi terbarukan.
Lantaran dalam roadmap ketahanan energi Indonesia hingga 2025, harus ada EBT sebagai solusi mengatasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi.
"Indonesia sudah menghabiskan penggunaan energi selama ini. Energi yang bersumber dari minyak akan habis sekitar 20 hingga 25 tahun lagi. Negara-negara maju pun sudah mencoba berbagai cara memanfaatkan energi alternatif," ucapnya saat dihubungi.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron. Menurutnya, perlu adanya aturan turunan dari Undang-Undang (UU) yang ada saat ini, untuk perkembangan EBT secara teratur.
"DPR bersama pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang lebih kuat bagi pengembangan EBT serta secara paralel menyiapkan regulasi turunan dari UU seperti PP, perpres, dan permen untuk implementasi UU tersebut," kata Herman, Minggu (12/11/2017).
Politikus Partai Demokrat ini melihat, kondisi Indonesia saat ini masih mengandalkan energi dari fosil yang tidak terbarukan. Menurutnya suatu hari energi jenis tersebut akan terkuras habis. Oleh karena itu katanya, dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat.
"Tuntutan pemanfaatan energi, yang ramah lingkungan, secara global makin meningkat seiring kesadaran dunia menjaga kelestarian lingkungannya. Sehingga pengembangan EBT makin relevan," ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, saat ini payung hukum yang dimiliki baru berbentuk PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dengan target bauran energi dari EBT sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu yang menyatakan sudah saatnya pemerintah mengembangkan energi terbarukan.
Lantaran dalam roadmap ketahanan energi Indonesia hingga 2025, harus ada EBT sebagai solusi mengatasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi.
"Indonesia sudah menghabiskan penggunaan energi selama ini. Energi yang bersumber dari minyak akan habis sekitar 20 hingga 25 tahun lagi. Negara-negara maju pun sudah mencoba berbagai cara memanfaatkan energi alternatif," ucapnya saat dihubungi.
(maf)