Menata PKL

Rabu, 08 November 2017 - 06:36 WIB
Menata PKL
Menata PKL
A A A
HAL ihwal yang berkaitan dengan pedagang kaki lima (PKL) selalu menjadi perhatian dalam keseharian sebuah kota. Belakangan isu PKL di DKI Jakarta menjadi perhatian kembali karena ada rencana Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menata PKL, terutama yang ada di sekitar Stasiun Tanah Abang.

PKL, seperti juga sektor-sektor ekonomi lain, terkait dengan hukum permintaan dan penawaran. PKL akan selalu ada karena permintaan dari konsumen akan penyedia barang yang ada di tempat strategis dan harga murah. Menggusurnya memang sangat memungkinkan, namun tentu akan menimbulkan masalah sosial karena para PKL yang kehilangan mata pencarian akan menjadi beban kota. Karena itu, masalah-masalah PKL harus dicarikan solusi yang tepat.

Salah satu cara yang bisa menjadi solusi adalah penataan PKL. Penataan artinya merapikan, bisa dengan cara memindahkan. Namun, menata bukan mencabut PKL dari akarnya, yaitu menjauhkan PKL dari konsumennya. Karena seperti Wagub Sandi sebut, PKL memiliki konsumen yang membutuhkan keberadaannya. Pemprov DKI bisa mengambil solusi memindahkan PKL ke tempat yang strategis, namun tak mengganggu lalu lintas. Untuk kasus PKL di Tanah Abang, Pemprov DKI bisa menutup salah satu jalan atau membuka sebuah lapangan untuk menjadi pusat PKL dengan sistem lalu lintas bagi para pedestrian. Tentunya arus lalu lintas juga harus menjadi pertimbangan.

Pemprov DKI Jakarta harus bisa memastikan akses sewa tempat yang murah untuk PKL. Selama ini selain mengejar lalu lintas pejalan kaki yang tinggi, alasan PKL mengambil alih sebagian trotoar dan jalan raya adalah sewa tempat yang murah. Memang bukan sewa resmi, namun ada saja oknum yang mengutip jasa keamanan. Alasannya karena menempati suatu lokasi sebagai lapaknya, biaya keamanan, listrik, dan kebersihan harian. Ini menunjukkan pada dasarnya PKL pun mau mengeluarkan uang untuk biaya lokasi berdagang, asalkan masih terjangkau oleh mereka.

Pemprov DKI bisa mempertimbangkan untuk memberikan sewa yang murah hanya untuk mengejar break even point (BEP). Keuntungan yang dikejar adalah berkurangnya kesemrawutan dan berdenyutnya pusat ekonomi yang memudahkan kaum ekonomi lemah. Agar tercipta keadilan, bisa saja selain di Tanah Abang Pemprov DKI membangun beberapa pusat PKL lain dan menciptakan sistem giliran atau undian untuk PKL yang ingin berjualan di pusat-pusat PKL tersebut.

Tempat yang dialokasikan oleh Pemprov DKI harus bisa dijangkau dengan mudah oleh konsumen yang disasar oleh PKL. Setelah PKL bisa ditata, akses ke pasar-pasar yang berisi PKL ini harus dipertimbangkan dengan matang. Satu yang terpenting adalah akses dengan transportasi publik. Misalnya untuk contoh kasus Stasiun Tanah Abang, pemerintah kota bisa mempertimbangkan untuk melokalisasi para PKL dalam satu tempat yang dekat aksesnya dengan stasiun kereta api. Bisa saja Pemprov DKI Jakarta menyewa lahan untuk PKL dengan tujuan PKL yang terorganisir ini justru akan menjadi salah satu tujuan wisata yang baru.

Pemprov ada baiknya melihat contoh positif dari pasar-pasar jalanan untuk PKL di luar negeri. Misalnya ada Pasar Jemaa El Fnaa di Marrakech, Maroko; Pasar Camden di London, Inggris; Pasar Shilin di Taiwan; Pasar Chatucak di Bangkok, Thailand; dan berbagai macam pasar yang nadi utamanya adalah PKL. Pasar-pasar tersebut menjadi destinasi favorit para wisatawan yang ingin merasakan denyut nadi kehidupan ekonomi lokal.

Jika selama ini pasar tekstil Tanah Abang dinobatkan menjadi pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara, maka akan sangat menarik jika Pemprov DKI Jakarta bisa mengosongkan lahan atau jalan di sekitar Stasiun Tanah Abang untuk dijadikan pusat PKL di Jakarta. Nantinya pasar tersebut dikampanyekan sebagai destinasi wisata di Kota Jakarta yang harus dikunjungi wisatawan. Bagaimanapun, Tanah Abang sudah punya modal sebagai pusat keramaian dan pusat transportasi berbasis rel di Jakarta.

Semoga ke depan PKL selain menjadi denyut ekonomi rakyat juga menjadi pusat turisme di Jakarta.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0992 seconds (0.1#10.140)