Luncurkan Buku, Advokat Ini Ungkap Pentingnya Program Bantuan Hukum
A
A
A
JAKARTA - Program bantuan hukum yang telah ada sejak enam tahun lalu dinilai sangat bermanfaat bagi masyarakat miskin. Program ini diharapkan terus berlanjut karena memiliki banyak manfaat.
"Ini sangat baik bagi mereka untuk mencari keadilan meski tidak memiliki uang untuk membayar pengacara," ujar Jandi Mukianto, advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ikatan Tionghoa Indonesia (INTI) saat meluncurkan buku berjudul Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia di Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2016, ada 28,01 juta orang yang menggunakan bantuan hukum. Jumlah meningkat dan menjelaskan keberadaan bantuan Hukum di Indonesia sangat perlu, untuk masyarakat mendapatkan keadilan.
Jandi mengatakan, alasan menulis buku berjudul Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia karena sebagai sarjana hukum harus bertanggung jawab memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya yang memiliki kemampuan ekonomi lemah.
Apalagi, kata dia, ilmu hukum yang didapatnya jika tidak digunakan untuk membantu masyakarat maka hasilnya tidak akan berkembang. "Kalau kita berbagi ilmu sebenarnya bukan untuk orang lain tapi untuk diri kita sendiri," ujarnya.
Dalam buku ini juga dirinya menceritakan pengalaman-pengalaman yang didapatnya selama ini, terutama dalam proses hukum.
Terhadap bantuan hukum, dia berharap ke depan pemerintah bisa memulai melakukan sosialisasi UU Bantuan Hukum untuk masyarakat khusunya bagi yang tidak mampu untuk membayarnya.
Dengan demikian, lanjut dia, masyarakat bisa memperoleh haknya untuk mendapatkan pendampingan dari pengacara untuk mendapatkan keadilan.
"Jangan sampai masyarakat putus asa dan harapannya kepada hukum serta penegakannya. Bila hal ini terjadi maka sistem bernegara yang sudah kita bangun berpuluh-puluh tahun akan runtuh dan menyisakan budaya bar-bar dan main hakim sendiri," tandasnya.
Dalam kegiatan ini hadir pula, Panitera Mahkamah Agung (MA) Made Rawa Ariawan, Ketua Bidang Pro Bono & Bantuan Hukum DPN LBH Jakarta Arif Maulana dan Kabid Bantuan Hukum Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan HAM Contantinus Kristomo serta Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Teddy Sugianto.
Panitera MA Made Rawa Ariawan mengatakan, MA mengapresiasi terbitnya buku akan memudahkan masyarakat pencari keadilan untuk mengetahui hak-haknya.
"Terutama dalam hal bagaimana mendapatkan keadilan. Bagi masyarakat miskin bagaimana bisa memperoleh hak-haknya yang berupa dana yang disiapkan dari negara untuk beracara di pengadilan," tandasnya.
Made menyarankan kepada Jandi harus menggarap kasus-kasus yang nyata dan konkret yang masuk ke pengadilan yang harus dibelanya. Juga dalam rangka pencegahan terjadinya konflik-konflik hukum dan sosial maka Jandi perlu juga melakukan kegiatan penyukuhan hukum, sehingga yang dilakukannya tidak semata-mata hanya menangani kasus.
"Ini sangat baik bagi mereka untuk mencari keadilan meski tidak memiliki uang untuk membayar pengacara," ujar Jandi Mukianto, advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ikatan Tionghoa Indonesia (INTI) saat meluncurkan buku berjudul Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia di Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2016, ada 28,01 juta orang yang menggunakan bantuan hukum. Jumlah meningkat dan menjelaskan keberadaan bantuan Hukum di Indonesia sangat perlu, untuk masyarakat mendapatkan keadilan.
Jandi mengatakan, alasan menulis buku berjudul Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia karena sebagai sarjana hukum harus bertanggung jawab memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya yang memiliki kemampuan ekonomi lemah.
Apalagi, kata dia, ilmu hukum yang didapatnya jika tidak digunakan untuk membantu masyakarat maka hasilnya tidak akan berkembang. "Kalau kita berbagi ilmu sebenarnya bukan untuk orang lain tapi untuk diri kita sendiri," ujarnya.
Dalam buku ini juga dirinya menceritakan pengalaman-pengalaman yang didapatnya selama ini, terutama dalam proses hukum.
Terhadap bantuan hukum, dia berharap ke depan pemerintah bisa memulai melakukan sosialisasi UU Bantuan Hukum untuk masyarakat khusunya bagi yang tidak mampu untuk membayarnya.
Dengan demikian, lanjut dia, masyarakat bisa memperoleh haknya untuk mendapatkan pendampingan dari pengacara untuk mendapatkan keadilan.
"Jangan sampai masyarakat putus asa dan harapannya kepada hukum serta penegakannya. Bila hal ini terjadi maka sistem bernegara yang sudah kita bangun berpuluh-puluh tahun akan runtuh dan menyisakan budaya bar-bar dan main hakim sendiri," tandasnya.
Dalam kegiatan ini hadir pula, Panitera Mahkamah Agung (MA) Made Rawa Ariawan, Ketua Bidang Pro Bono & Bantuan Hukum DPN LBH Jakarta Arif Maulana dan Kabid Bantuan Hukum Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan HAM Contantinus Kristomo serta Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Teddy Sugianto.
Panitera MA Made Rawa Ariawan mengatakan, MA mengapresiasi terbitnya buku akan memudahkan masyarakat pencari keadilan untuk mengetahui hak-haknya.
"Terutama dalam hal bagaimana mendapatkan keadilan. Bagi masyarakat miskin bagaimana bisa memperoleh hak-haknya yang berupa dana yang disiapkan dari negara untuk beracara di pengadilan," tandasnya.
Made menyarankan kepada Jandi harus menggarap kasus-kasus yang nyata dan konkret yang masuk ke pengadilan yang harus dibelanya. Juga dalam rangka pencegahan terjadinya konflik-konflik hukum dan sosial maka Jandi perlu juga melakukan kegiatan penyukuhan hukum, sehingga yang dilakukannya tidak semata-mata hanya menangani kasus.
(dam)