Memacu Devisa dari Pariwisata

Selasa, 31 Oktober 2017 - 08:01 WIB
Memacu Devisa dari Pariwisata
Memacu Devisa dari Pariwisata
A A A
Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

Konferensi internasional terkait pariwisata berkelanjutan atau International Conference on Sustainable Tourism di Yogyakarta pada 31 Oktober-1 November 2017 digelar sebagai upaya memacu daya tarik wisata untuk mendongkrak devisa. Konferensi ini merupakan bentuk kerja sama antara Kementerian Pariwisata dan UNWTO, Global Sustainable Tourism Council, UGM, dan United Nations Sustainable Development Solution Network sebagai komitmen mengembangkan kepariwisataan secara global.

Terkait ini, Indonesia juga berkepentingan karena daya saing pariwisata Indonesia di urutan ke-42 dan target pada 2019 di urutan ke-30. Pemerintah juga bahkan menargetkan sektor pariwisata pada 2019 menjadi penyum¬bang devisa nomor satu dengan pertimbangkan rentang waktu empat tahun lalu sektor ini ada di urutan keempat penyum¬bang devisa dan pada 2016 kemarin menjadi nomor dua setelah CPO.

Kontribusi sektor pariwisata tidak saja dari aspek devisa, tapi juga penyerapan tenaga kerja dan sumbangannya terhadap PDB secara mudah dan murah. Selain itu, mata rantai dari kepariwisataan sangat kompleks termasuk juga geliat dari sektor informal dan UKM sehingga penumbuhkembangan sektor pariwisata selaras dengan komitmen era otonomi daerah.

Hal ini juga dimungkinkan karena semua daerah pada dasarnya memiliki potensi wisata unik yang berbeda dan sekaligus menjadi daya tarik untuk menjadi daerah tujuan wisata atau DTW. Karena itu, memacu sektor pariwisata menjadi pilihan sangat tepat untuk mendongkrak devisa meski di sisi lain harus kreatif mengembangkan DTW lain, bukan hanya Bali karena kebangkitan pariwisata adalah kebangkitan ekonomi kerakyatan.

Potensi Lain
Keberagaman seni budaya dan pluralisme yang ada pada dasarnya menadi ciri unik bagi pengembangan kepariwisataan dan Indonesia memiliki modal dasar ini. Karena itu, era otonomi daerah seharusnya mem-berikan keleluasaan bagi daerah untuk mengemas dan menjual semua potensi wisata yang ada di daerah.

Andai saja ini bisa dilakukan, geliat mata rantai dari ekonomi kepariwisataan akan tumbuh dan berkembang memberikan aspek kemanfaatan bagi masyarakat di DTW dan faktor pendukungnya, termasuk misal eksistensi industri kerajinan dan sektor informal. Artinya, alokasi dana desa juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kepariwisataan di semua daerah.

Dana desa yang tahun ini per desa mendapat Rp0,8 miliar memungkinkan desa untuk membangun dan memaksimalkan potensi ekonomi di daerah termasuk sektor pariwisata. Paling tidak, dibandingkan pada 2016 jumlah dana desa hanya Rp46,8 triliun untuk 74.745 desa, maka kumulatif yang lebih banyak memungkinkan untuk memacu geliat ekonomi di daerah.

Terkait ini, kasus di Desa Penggok, Klaten perlu diteladani karena mampu memanfaatkan nilai potensi ekonomi yaitu umbul sebagai wisata air sehingga memacu penerimaan daerah Rp6 miliar per tahun. Artinya, komitmen menciptakan produk unggulan di setiap desa sebenarnya bisa dilakukan meski hal ini juga bergantung pada kemampuan aparatur desa, termasuk juga aspek pengelolaan dana desa yang optimal.

Dari semua potensi yang ada, alokasi dana desa untuk pengembangan sektor kepariwisataan memang sangat potensial. Bijak dalam pengelolaan dana desa secara tidak langsung dapat memperlancar proses pembangunan daerah dan pemerataan pem-bangunan, termasuk juga perbaikan sarana-prasarana infrastruktur di daerah, utamanya dari dan ke DTW.

Hal ini akan berpengaruh terhadap proses distribusi produk unggulan di daerah dan juga peningkatan kunjungan dari wisatawan. Paling tidak hal ini sesuai dengan regulasi bahwa dana desa pada 2017 boleh digunakan untuk pembangunan kebutuhan dasar terkait sarana dan prasarana, pelayanan kebutuhan publik, termasuk juga aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi di daerah.

Karena itu, multifungsi pemanfaatan dana desa yang tahun ini mencapai Rp60 triliun untuk 74.910 desa diharapkan memacu ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan serta mereduksi ketimpangan hasil pembangunan. Artinya, sukses dari pengembangan sektor pariwisata dari pemanfaatan dana desa memberikan dampak riil bagi kesejahteraan di daerah yang kemudian mereduksi pengangguran dan kemiskinan.

Jaminan
Urgensi terhadap penumbuhkembangan daya tarik wisata terkait peran penting dan mata rantai dari geliat ekonomi wisata, pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi mereduksi semua kendala yang menghambat daya tarik wisata. Argumen yang terkait ini karena satu ancaman pariwisata akan berimplikasi ke aspek lain.

Paling tidak ini terlihat dari kasus bencana Gunung Agung karena sejak ditetapkan status awas pada 22 September ternyata sampai 26 Oktober lalu nilai kerugian versi BNPB mencapai Rp2 triliun terdiri atas kerugian dari sektor perbankan akibat kredit macet Rp1,05 triliun, dari sektor pariwisata Rp264 miliar, kerugian akibat kehilangan pekerjaan Rp204,5 miliar, dan kerugian dari sektor pertanian, peternakan, dan kerajinan Rp100 miliar, serta dari kerugian akibat berhentinya pertambangan dan pem-bangunan Rp0,5 triliun.

Selain itu, faktor jaminan iklim sospol juga sangat penting untuk mendukung daya tarik wisata karena aspek keamanan dan kenyamanan menjadi penentu dari lama tinggal para wisatawan. Artinya, atraksi wisata dan daya tarik DTW hanya akan menjadi pemanis ketika jaminan keamanan dan kenyamanan tidak memberikan kepastian berwisata.

Hal ini menegaskan bahwa kasus-kasus terorisme dan iklim sospol menjadi riak yang harus dicermati untuk memacu target sektor pariwisata sebagai penyumbang devisa nomor satu pada 2019. Target ini harus juga disikapi terkait penerimaan perpajakan yang semakin berat.

Artinya, peluang besar dari sektor pariwisata dengan geliat mata rantainya yang sangat kompleks memberikan harapan terhadap penerimaan devisa dan PAD, tidak saja bagi pemerintah pusat, tapi juga daerah. Karena itu, pemetaan semua potensi wisata di berbagai DTW menjadi isu penting dan tentu ini bisa dijual pada tahun politik melalui Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0822 seconds (0.1#10.140)