Eks Atase KBRI Kuala Lumpur Divonis 3,5 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan terhadap PPNS pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang juga mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo.
Majelis hakim yang terdiri atas Diah Siti Basariah dengan anggota Ibnu Basuki Widodo, Hastoko, Sofialdi, dan Agus Salim menilai dan memastikan, Dwi Widodo selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor berupa penerimaan suap.
Suap dengan kode "ucapan terima kasih" itu terdiri atas uang Rp524,35 juta, voucher hotel Rp10.807.102, dan 63.500 ringgit Malaysia. Suap yang diterima Dwi ditujukan untuk pemulusan pengurusan calling visa para warga negara asing (WNA) dan pembuatan paspor untuk para TKI dengan metode reach out.
Majelis sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK bahwa suap diterima Dwi baik secara tunai maupun lewat rekening milik Dwi dan rekening milik anak Dwi, Satria Dwi Ananda. Suap diterima Dwi dari delapan pemberi. Mereka adalah Nazwir Anas (pemilik PT Anas Piliang Jaya dan PT Semangat Jaya Baru), Lenggana Latjuba (Direktur PT Trisula Mitra Sejahtera), Mahamadou Drammeh (Presiden Direktur PT Sandugu International), Ali Husain Tajibally (Direktur PT Rasulindo Jaya) dalam bentuk voucher hotel.
Kemudian dari Abdul Fatah (Direktur PT Atrinco Mulia Sejati), Temi Lukman (Direktur PT Afindo Prima Utama), Anwar (Direktur PT Alif Asia Afrika), dan Satya Rajasa Pane (mantan pegawai KBRI Kuala Lumpur) dengan meminjam perusahaan Malaysia bernama Uero Jasmine Resource Sdn Bhd milik Mohd Rizal bin Mohd Yusof.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Dwi Widodo dengan pidana selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp150 juta yang apabila tidak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan," tandas Ketua Majelis Hakim Diah.
Perbuatan Dwi terbukti melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor karena menerima suap dalam kurun November 2015 hingga Juli 2016 sebagai dakwaan kedua. Dalam menyusun amar putusan, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Dwi berlaku sopan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
"Hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tipikor, perbuatan terdakwa telah menurunkan citra bangsa di luar negeri," papar anggota majelis hakim Sofialdi.
Menanggapi putusan ini, baik JPU maupun Dwi menyampaikan pikir-pikir dulu. "Yang Mulia, kami putuskan untuk pikir-pikir," ungkap Dwi.
Vonis pidana penjara dan denda lebih rendah dari tuntutan JPU. Sebelumnya Dwi Widodo dituntut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim yang terdiri atas Diah Siti Basariah dengan anggota Ibnu Basuki Widodo, Hastoko, Sofialdi, dan Agus Salim menilai dan memastikan, Dwi Widodo selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor berupa penerimaan suap.
Suap dengan kode "ucapan terima kasih" itu terdiri atas uang Rp524,35 juta, voucher hotel Rp10.807.102, dan 63.500 ringgit Malaysia. Suap yang diterima Dwi ditujukan untuk pemulusan pengurusan calling visa para warga negara asing (WNA) dan pembuatan paspor untuk para TKI dengan metode reach out.
Majelis sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK bahwa suap diterima Dwi baik secara tunai maupun lewat rekening milik Dwi dan rekening milik anak Dwi, Satria Dwi Ananda. Suap diterima Dwi dari delapan pemberi. Mereka adalah Nazwir Anas (pemilik PT Anas Piliang Jaya dan PT Semangat Jaya Baru), Lenggana Latjuba (Direktur PT Trisula Mitra Sejahtera), Mahamadou Drammeh (Presiden Direktur PT Sandugu International), Ali Husain Tajibally (Direktur PT Rasulindo Jaya) dalam bentuk voucher hotel.
Kemudian dari Abdul Fatah (Direktur PT Atrinco Mulia Sejati), Temi Lukman (Direktur PT Afindo Prima Utama), Anwar (Direktur PT Alif Asia Afrika), dan Satya Rajasa Pane (mantan pegawai KBRI Kuala Lumpur) dengan meminjam perusahaan Malaysia bernama Uero Jasmine Resource Sdn Bhd milik Mohd Rizal bin Mohd Yusof.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Dwi Widodo dengan pidana selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp150 juta yang apabila tidak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan," tandas Ketua Majelis Hakim Diah.
Perbuatan Dwi terbukti melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor karena menerima suap dalam kurun November 2015 hingga Juli 2016 sebagai dakwaan kedua. Dalam menyusun amar putusan, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Dwi berlaku sopan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
"Hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tipikor, perbuatan terdakwa telah menurunkan citra bangsa di luar negeri," papar anggota majelis hakim Sofialdi.
Menanggapi putusan ini, baik JPU maupun Dwi menyampaikan pikir-pikir dulu. "Yang Mulia, kami putuskan untuk pikir-pikir," ungkap Dwi.
Vonis pidana penjara dan denda lebih rendah dari tuntutan JPU. Sebelumnya Dwi Widodo dituntut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
(amm)