Tarif Baru Taksi Online

Sabtu, 21 Oktober 2017 - 10:57 WIB
Tarif Baru Taksi Online
Tarif Baru Taksi Online
A A A
JAKARTA - Terhitung 1 November mendatang, taksi online tunduk pada aturan baru dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Regulasi baru tersebut sebagai revisi dari Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Ang­kut­an Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek alias taksi online. Aturan hasil revisi itu memuat sembilan poin pen­ting, yakni argometer taksi, tarif, wilayah operasi, kuota/perencanaan kebutuhan, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, domisili tanda nomor kendaraan bermotor, sertifikat registrasi uji tipe, dan peran aplikator.

Dari sembilan poin aturan baru itu, persoalan tarif menjadi perhatian tersendiri. Ditetapkan besaran tarif angkutan sesuai yang tercantum pada argometer atau pada aplikasi berbasis teknologi informasi. Adapun penetapan tarif mengacu pada kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi melalui aplikasi teknologi informasi, yang didasarkan pada tarif batas atas dan tarif batas bawah yang ditetapkan Direktorat Jenderal Per­hu­bungan Darat, Kemenhub atas usulan gubernur sesuai ke­we­nang­annya, tentu setelah dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan.

Pihak Kemenhub menetapkan besaran tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk taksi online dibagi dalam dua wilayah. Pertama, wilayah I meliputi Jawa, Sumatera, Bali. Kedua, wilayah II mencakup Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun besaran tarif batas bawah untuk wilayah I sebesar Rp3.500 per ki­lo­meter dan tarif batas atas Rp6.000 per kilometer, sedangkan pada wi­layah II untuk tarif batas bawah sebesar Rp3.700 per kilometer dan tarif batas atas Rp6.500 per kilometer.

Kebijakan penetapan tarif (tarif batas bawah dan tarif batas atas) tersebut oleh pemerintah dimaksudkan melindungi para penum­pang agar perusahaan aplikasi taksi online tidak seenaknya me­ma­sang tarif. Selain itu, bertujuan melindungi para pengemudi taksi online supaya tetap mendapatkan penghasilan yang layak. Pe­merintah menyiapkan sanksi tegas hingga pencabutan izin bila taksi online tidak mematuhi aturan baru itu. Pada intinya, aturan batas tarif atas berguna melindungi konsumen, sedangkan tarif batas bawah demi keberlangsungan usaha taksi online. Dengan demikian, pengemudi yang merangkap sebagai pebisnis taksi online mendapat keuntungan yang wajar. Penentuan tarif itu memper­hi­tung­kan aspek keselamatan, kenyamanan dan ke­amanan penum­pang, serta perlindungan terhadap pengemudi.

Selain menetapkan tarif yang menjadi acuan taksi online, pemerintah juga secara tegas mengatur apa saja yang tidak boleh dilakukan perusahaan penyedia aplikasi taksi online. Pertama, memberikan akses aplikasi kepada perusahaan angkutan atau pemilik kendaraan perorangan yang belum teregistrasi/terdaftar angkutan online. Kedua, memberikan akses aplikasi kepada per­orangan. Ketiga, merekrut pengemudi. Keempat, menetapkan tarif. Kelima, memberikan tarif promo di bawah batas bawah. Karena itu, perusahaan penyedia aplikasi online harus bermitra dengan badan usaha atau koperasi yang memilik minimal lima unit kendaraan.

Lantas, apa tanggapan pelaku bisnis taksi online? Nada positif me­luncur dari Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Chris­tiansen yang menilai pemerintah telah berlaku adil dengan merevisi aturan yang ada terkait keberadaan taksi konvensional dan taksi online. Christiansen memuji pemerintah karena tetap memberi masa transisi untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan aturan baru tersebut. Hanya, pihak asosiasi pengemudi taksi online itu tetap berharap penetapan tarif batas bawah minimal Rp4.000 per kilometer. Alasannya, agar pengemudi memiliki biaya yang cukup untuk perawatan kendaraan.

Pemerintah berharap sebagaimana ditegaskan Menteri Koor­di­na­tor Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, aturan taksi on­line bisa dijalankan dengan baik tanpa protes lagi. Pemerintah mengklaim bahwa proses revisi aturan taksi online telah disepakati oleh pihak terkait, Kemenhub, perusahaan aplikasi taksi online, taksi kon­ven­sional, pihak Organda, Dinas Perhubungan, dan ADO. Persoalan taksi online adalah masalah global, tidak hanya me­nim­bulkan persoalan di dalam negeri, tetapi juga di negara lain yang me­nyebabkan perseteruan dengan taksi konvensional. Bahkan, sejumlah negara secara tegas memberlakukan aturan superketat terhadap taksi online. Kita ber­harap revisi aturan taksi online yang diberlakukan bulan depan bisa meng­akomodasi semua pihak yang berkepentingan.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0860 seconds (0.1#10.140)