Aturan Baru Taksi Online

Jum'at, 20 Oktober 2017 - 07:30 WIB
Aturan Baru Taksi Online
Aturan Baru Taksi Online
A A A
Pemerintah telah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, atau disebut taksi online. Revisi Permen yang akan diberlakukan pada 1 November 2017 ini diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan angkutan online yang masih menjadi pro-kontra di masyarakat.

Keberadaan Revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 ini sekaligus bisa menjadi payung hukum bagi keberadaan angkutan online. Karena, setelah dibatalkannya Permen Nomor 26 Tahun 2017 oleh Mahkamah Agung pada pertengahan Agustus 2017 lalu, secara otomatis membuat angkutan online tidak memiliki dasar hukum, sehingga tidak mengherankan bahwa sejumlah kalangan menilai bahwa angkutan online ini kemudian menjadi transportasi umum ilegal karena memang tidak ada payung hukumnya.

Dengan ditandatanganinya revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 ini, berarti beroperasinya angkutan online sudah memiliki dasar hukum. Dengan begitu, mereka lebih bisa leluasa beroperasi tanpa takut akan dituduh melanggar hukum. Yang lebih penting adalah revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 ini diharapkan menjadi jembatan penengah antara kepentingan transportasi konvensional dan online. Karena kita tahu di sejumlah daerah, keberadaan taksi online ini masih menjadi masalah. Bahkan, ada sejumlah daerah yang melarang beroperasinya angkutan online ini. Kalau konflik ini dibiarkan maka akan berpotensi memicu kerawanan sosial di masyarakat.

Kita semua mafhum bahwa penolakan yang dilakukan kalangan masyarakat transportasi konvensional terhadap online dilatarbelakangi soal perebutan pasar. Kalangan transportasi konvensional takut pasarnya yang selama ini dikuasainya akan tergerus dengan munculnya angkutan online tersebut. Dan, kenyataannya memang terjadi. Saat ini banyak masyarakat lebih memilih transportasi online karena secara pelayanan lebih baik dan tarifnya juga jauh lebih murah. Berlandaskan alasan ini, akhirnya banyak kalangan transportasi konvensional memprotes keberadaan taksi online yang mengancam pasarnya.

Di sinilah peran pemerintah sebagai regulator dituntut lebih bijak dalam mengatur keberadaan dua jenis moda transportasi tersebut. Yang jelas, pemerintah harus bisa menjadi penengah dan memberikan solusi agar keduanya bisa berjalan beriringan tanpa satu mematikan yang lain. Di satu sisi, era milenial seperti ini kita tak mungkin menolak kehadiran moda transportasi online. Angkutan yang bisa dipesan di dunia maya ini tidak bisa dilarang hanya karena protes dari kalangan transportasi konvensional yang terancam pasarnya. Toh, masyarakat umum juga telah menerima dan sudah semakin akrab dengan moda online.

Di sisi lain, kehadiran transportasi online yang bebas, juga bisa mematikan moda transportasi yang selama ini ada. Bukan hanya itu. Tidak ada aturan yang win-win solution juga bisa membahayakan stabilitas nasional. Di sejumlah daerah, keberadaan transportasi online sudah menyebabkan konflik horizontal di masyarakat. Karena itu, revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 ini harus benar-benar mewa­kili kepentingan dua moda transportasi di atas. Salah satu dirugikan, aturan itu tidak akan ada gunanya dan hanya akan memicu kerawanan sosial di masyarakat lebih parah. Ingat, masalah taksi online ini sudah menjadi masalah yang berkepanjangan seperti bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Dalam revisi Permen tersebut, setidaknya ada sembilan poin yang ditekankan yaitu Argometer, Tarif, Wilayah Operasi, Kuota/Perencanaan Kebutuhan, Persyaratan Minimal Lima Kendaraan, Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor, Domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Sertifikat Registrasi Uji Tipe, dan Peran Aplikator. Aturan baru ini harus segera disosialisasikan secara baik ke seluruh masyarakat di pelosok Tanah Air sehingga tidak ada lagi sebutan angkutan ilegal. Tidak ada lagi razia yang dilakukan kalangan tertentu terhadap transportasi online dan sebagainya. Revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 sudah seharusnya menjadi solusi yang baik untuk keberadaan transportasi konvensional dan online bisa hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai satu sama lainnya. Intinya, pemerintah harus tegas dalam menegakkan aturan di atas. Tanpa penegakan hukum, keberadaan revisi Permen Nomor 26 Tahun 2017 hanya akan menjadi kertas kosong tanpa makna apa-apa.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3245 seconds (0.1#10.140)