Senjata dan Politik

Kamis, 28 September 2017 - 07:32 WIB
Senjata dan Politik
Senjata dan Politik
A A A
DALAM suatu pertemuan silaturahmi purnawirawan TNI akhir pekan lalu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo secara mengejutkan mengungkap informasi A1 atau informasi yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, bahwa ada institusi di luar militer yang berencana membeli 5.000 senjata. Pembelian senjata dalam jumlah cukup besar itu disebut Gatot juga mencatut nama Presiden Jokowi.

Bahkan, ada jenderal ikut membekingi pengadaan senjata tersebut, yang menurut Gatot untuk mendukung adanya keinginan dengan cara amoral dalam memangku jabatan. Atas informasi yang didapat itu, Panglima TNI berjanji untuk membuat oknum-oknum jenderal yang terlibat bukan hanya menangis, tetapi juga merintih.

Dalam sambutannya saat itu, Jenderal Gatot juga mengingatkan agar Polri tidak memiliki senjata yang bisa menembak tank, menembak pesawat, dan menembak kapal. Karena semua pengadaan senjata memiliki mekanisme dan aturan tersendiri sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan institusi. Usai acara, Jenderal Gatot yang kembali dikonfirmasi mengenai siapa dan institusi mana yang berencana membeli ribuan senjata itu mengatakan hal tersebut baru pada tahap rencana, tapi sudah ber­ha­sil digagalkan oleh TNI.

Terlepas dari apa pun alasannya, informasi yang disampaikan oleh Jenderal Gatot dalam forum resmi silaturahmi purnawirawan TNI itu tentu bukan informasi isapan jempol semata. Mengapa? Karena ia tegas mengatakan info tersebut A1, akurat, berdasarkan data, dan meminta semua pihak mewaspadai situasi saat ini karena disinyalir ada etika politik yang tidak bermoral, yang dulu pernah dilakukan oleh ABRI dan kembali terjadi saat ini. Bahkan, tamu yang hadir dan mendengarkan sambutan Panglima TNI itu ada sejumlah purnawirawan ternama seperti Prabowo Subianto dan Wiranto yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam).

Meski dua hari kemudian Menko Polhukam Wiranto memberikan penjelasan bahwa senjata yang dimaksud oleh Gatot tersebut adalah senjata yang akan dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) sebanyak 500 buah, tapi hal itu tetap tidak menjawab persoalan. Sebab, apa yang disampaikan Wiranto berbeda dengan pernyataan BIN tentang jenis senjata yang akan dibeli. Polri pun tak ketinggalan, ikut merilis rencana pembelian sekitar 15.000 senjata dari PT Pindad untuk memenuhi kebutuhan institusinya.

Sayangnya, di saat bersamaan beredar di berbagai grup-grup WhatsApp rekaman sekelompok orang berseragam dari sebuah institusi yang sedang mencoba peluncuran senjata sejenis granat berpeluncur roket antitank di kawasan perbukitan. Beredarnya video singkat itu serta beragamnya pernyataan para pejabat negara tentang rencana pembelian senjata, semakin membuat masyarakat bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi.

Langkah Presiden Jokowi meminta penjelasan panglima militernya terkait isu ini siang kemarin di Istana Merdeka memang cukup menenangkan mengingat Presiden adalah panglima tertinggi yang berhak untuk mendapatkan laporan secara utuh. Namun, di sisi lain, Presiden juga seharusnya memberikan penjelasan secara terbuka kepada masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Tentu kasus ini bukan persoalan sepele bagi keamanan negara, terlebih TNI yang mengungkap temuan itu juga menemukan bukti adanya pihak yang tidak bertanggung jawab mencatut nama Kepala Negara. Karenanya, masyarakat berhak untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan institusi mana yang berani bermain seperti itu, seolah tak mempercayai TNI yang memiliki peran sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Dua tahun menjelang Pemilu 2019, situasi nasional yang ikut memanas jangan hanya dimaklumi sebagai suasana ritual seperti tahun-tahun pemilu sebelumnya. Karena apa yang terjadi saat ini sudah di luar batas kepatutan dan kepantasan untuk sebuah institusi yang diduga berencana membeli ribuan senjata secara ilegal. Selaku Kepala Negara, Presiden harus bisa mengatasi isu ini secepatnya untuk menghindari saling tuduh, sekaligus menenangkan suasana. Peran TNI, Polri, dan BIN juga harus kembali diluruskan agar tidak masuk dalam kegiatan politik praktis, tetap netral, dan menjaga profesionalisme.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7341 seconds (0.1#10.140)