Untuk Amandemen UUD 1945 Perlu Stabilitas Politik yang Kondusif

Senin, 25 September 2017 - 05:50 WIB
Untuk Amandemen UUD 1945 Perlu Stabilitas Politik yang Kondusif
Untuk Amandemen UUD 1945 Perlu Stabilitas Politik yang Kondusif
A A A
YOGYAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Yogyakarta, Cholid Mahmud mengakui peran dan fungsi DPD sangat minim. Karena itu, berdampak pada pola chek and balances antara DPD dengan DPR dan Pemerintah tidak berjalan sesuai harapan.

"Sistem tata negara di Indonesia dewasa belum terjadi sistem cheks and balances," katanya saat sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI di Wates, Kulonprogo, Yogyakarta, Minggu 24 September 2017.

Cholid yang juga anggota MPR ini menyampaikan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2014 tengan MPR, DPR dan DPD (MD3), belum memberikan porsi yang signifikan kepada lembaga DPD dalam perannya menjalankan fungsi leglislatif.

Dia menjelaskan dalam UUD NRI 1945 pasal 22 D, kedudukan DPD diberikan porsi yang belum maksimal dalam menjalankan peran keterwakilan. Bahkan, pasca amandemen UUD 1945 konstitusi Indonesia telah berubah dari executive heavy menjadi legislative heavy.

"Dalam hal ini yang dimaksud legislatif adalah DPR RI," jelas salah satu dari empat senator asal DIY ini.

Karena itu, Cholid, berpendapat amandemen UUD NRI 1945 yang kelima perlu dilakukan untuk menyempurnakan sistem tata kenegaraan yang lebih baik dan memenuhi situasi dan kondisi Indonesia di masa kini dan yang akan datang.

Dia memberikan catatan bahwa pelaksanaan amandem UUD 1945 selama ini dilakukan tidak dalam situasi yang didukung stabilitas politik yang kondusif, namun dalam situasi negara yang tengah mengalami krisis.

"Penyusunan dan perubahan konstitusi dan sistem tata negara Indonesia dalam sejarahnya selalu didahului oleh situasi darurat, genting dan ketergesaan karena dalam situasi krisis politik," katanya.

Menurutnya dalam situasi tenang bisa melahirkan ide-ide politik yang benar-benar dibutuhkan dan sesuai dengan filosofis dan sosiologis bangsa Indonesia. Pembahasan dalam situasi politik negara yang kurang mendukung, akan menghasilkan amandemen yang tidak menyeluruh.

"Sehingga perdebatan ide-ide politik di MPR dan DPR tidak tuntas karena terbatasi oleh waktu dan kegentingan politik yang menyertai perdebatan ini," tuturnya.

Dalam situasi krisis itu, menurutnya, pengambilan keputusan politik lebih menekankan pada menyelesaikan krisis politik dari pada merancang sistem politik yang benar-benar dibutuhkan rakyat.

"Saya pikir dibutuhkan pembahasan amandemen UUD 1946 dalam situasi tenang agar menghasilkan sesuai dengan filosofi dan sosiologis bangsa ini, sesuai yang dibutuhkan rakyat," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3634 seconds (0.1#10.140)