Kembalikan Kerugian Negara, KPK Buru Aset Tersangka

Jum'at, 22 September 2017 - 15:03 WIB
Kembalikan Kerugian...
Kembalikan Kerugian Negara, KPK Buru Aset Tersangka
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya mengembalikan kerugian negara dalam dua proyek pembangunan gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Provinsi Sumatera Barat dan Riau dengan cara mengusut aset para tersangka dan pihak lain.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, proses penyidikan berbagai kasus yang ditangani KPK terus berjalan. Dua di antara kasus yang menjadi perhatian KPK adalah dugaan korupsi proyek pembangunan gedung kampus ‎IPDN.

Pertama, pengadaan dan pelaksanaan pembangunan gedung IPDN Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun anggaran 2011 dengan kerugian negara Rp35 miliar.

Kedua, pengadaan dan pelaksanaan pembangunan gedung kampus IPDN Tahap II Rokan Hilir, Provinsi Riau ‎tahun anggaran 2011 dengan kerugian negara Rp34 miliar.

Febri memaparkan, ada dua tersangka yang sama dalam dua kasus proyek IPDN . Mereka adalah Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sudah dinonaktifkan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Setjen Kemendagri 2011 Dudy Jocom dan mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan. (Baca juga: KPK Cekal Pejabat Kemendagri Terkait Dugaan Korupsi IPDN )

Sementara pada proyek IPDN Rokan Hilir ada satu tersangka lain, Bambang Mustaqim selaku Senior Manager PT Hutama Karya. Febri mengatakan, KPK berusaha sekuat tenaga menyelamatkan keuangan negara.

Caranya dengan menyita aset-aset yang diduga dimiliki para tersangka dari hasil korupsi. "Kita bisa lakukan pengembalian (keuangan negara-red) pihak-pihak yang menikmati kerugian negara itu," tutur Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (22/9/2017).

Selain terhadap tersangka Dudy, Budi, kata dia, KPK juga menelusuri aliran uang kepada pihak lain. "‎Kita lihat terlebih dahulu pihak yang mendapatkan aliran dana nikmati kerguian negara kami cermati dahulu. Uang pengganti itu dibebankan maksimal yang diperoleh terdakwa. Kalau lebih itu tidak bisa lakukan uang pengganti namun hakim bisa menjatuhkan vonis yang berlaku," paparnya.

Febri mengakui insitusinya terus menelusuri bukti-bukti tambahan untuk memastikan dugaan keterlibatan sejumlah direktur maupun petinggi perusahaan swasta. "Tentu kami dalami peran mereka sesuai dengan bukti yang kuat dan relevan," ucapnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6251 seconds (0.1#10.140)