126 Juta Bidang Tanah di Indonesia Masih Belum Bersertifikat

Kamis, 21 September 2017 - 16:21 WIB
126 Juta Bidang Tanah...
126 Juta Bidang Tanah di Indonesia Masih Belum Bersertifikat
A A A
TANGERANG - Menteri Agraria Tata Ruang (ATR) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A Djalil mengatakan, ada 126 juta bidang tanah di Indonesia yang belum bersertifikat.

"Sertifikat tanah secara nasional kami targetkan tahun 2025. Seluruh Indonesia masih ada 126 juta bidang tanah," kata Sofyan, kepada Koran SINDO, di Gedung BPN Tangerang Selatan, Kamis (21/9/2017).

Dari 126 juta bidang tanah yang belum bersertifikat itu, tahun 2016 baru ada 46 juta bidang yang bersertifikat. Tahun 2017 ini, ditargetkan 51 juta bidang tanah lagi yang akan dibuatkan sertifikatnya.

"Sedang tahun 2018, ditargetkan ada 58 juta bidang tanah lagi yang disertifikatkan. Tahun 2019, target ditambah lagi menjadi 67 juta. Tapi mudah-mudahan target 2025 bisa lebih cepat," ungkap Sofyan.

Target itu, sambung Sofyan, bisa menjadi lebih cepat dengan adanya peran aktif dari pemerintah daerah yang melakukan pengarsipan tanah, seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Tangsel, Bitung, dan Bali.

"Target 2019, paling sedikit semua bidang tanah terdaftar. Bisa dibayangkan, 412.000 arsip, dan itu perlu gedung arsip. Setiap sertifikat ada warkah, ada buku tanahnya, dan itu harus kita simpan," jelasnya.

Dengan mulai dibangunnya gedung arsip pertahanan di Kota Tangsel, Sofyan berharap, pelayanan BPN di Kota Tangsel menjadi lebih optimal. Sehingga, tidak ada lagi bidang tanah yang tak bersertifikat.

"Gedung baru ini untuk melayani Tangsel. Selama ini kantornya berpindah-pindah. Sekarang sudah permanen, dan lokasinya strategis. Mudah-mudahan BPN bisa melayani dengan lebih baik," ungkapnya.

Untuk mengurus sertifikat tanah, diakui Sofyan, ada biaya yang harus dikeluarkan masyarakat. Biaya itu cukup besar, karena banyak birokrasinya. Menurutnya, hal ini jadi salah satu yang menghambat.

"Kalau program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari BPN itu gratis. Tapi ada beberapa yang harus dibayar oleh masyarakat seperti prangko, materai, saksi di kelurahan," jelasnya.

Aturan membayar itu, sesuai keputusan Kemendagri, BPN, dan Menteri Desa, yang diputuskan berdasarkan rapat desa atau tingkat kota. Biaya yang harus dibayar masyarakat antara Rp100-200 ribu.

"Jadi enggak sampai jutaan. Calo kali itu, mungkin dulu-dulu atau minta tolong ke pihak ketiga. Mungkin juga ada bayar pajak PBB, BPHTB, PPH, dan lain-lain. Itu resmi pembayaran ke negara," terangnya.

Aturan yang menyatakan tanah wajib bersertifikat ada dalam UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, pelaksanaannya oleh negara sejak saat itu lambat.

"Ini tugas negara yang terlambat sejak UU No 5 Tahun 1960. Tetapi selama ini gerakannya sangat lambat. Sekarang kami diperintahkan mempercepat. Maka kita kerja jungkir balik," sambung Sofyan.

Sementara Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany mengatakan, di wilayahnya ada 160 ribu bidang tanah yang belum bersertifikat. Tahun ini, sudah 40 ribu bidang yang dibuatkan sertifikat.

"Ada sebanyak 160 ribu bidang yang belum bersertifikat, dan tahun ini sudah 40 ribu yang sudah. Sisanya, 120 ribu bidang lagi. Tapi kalau dihitung pertahun 50 ribu, berarti akan selesai 2020," tukasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1815 seconds (0.1#10.140)