Terima 841 Laporan Masalah Tanah, KPK Minta Pengarsipan Pertanahan Terdigitalisasi

Jum'at, 15 Oktober 2021 - 14:37 WIB
loading...
Terima 841 Laporan Masalah Tanah, KPK Minta Pengarsipan Pertanahan Terdigitalisasi
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyebut lembaganya menerima 841 laporan masalah tanah sejak 2017. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sejak 2017 sampai dengan 2021, terdapat 841 keluhan terkait dengan masalah pertanahan.

“Isu ini juga menjadi substansi yang sangat tinggi jika kita lihat, termasuk di pengadilan Tipikor, PTUN, isu ini juga menjadi salah satu yang sering disengketakan,” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Jumat (15/10/2021).

Hal diungkapkan Lili, saat KPK melakukan kajian pencegahan korupsi pada layanan pertanahan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) 2021.

”Kajian ini juga merupakan bentuk dari tugas KPK dalam melakukan koordinasi dan supervisi terhadap lembaga-lembaga negara yang menjalankan fungsi pelayanan publik. Hal ini menjadi tugas monitoring terkait kajian sistem pengelolaan administrasi untuk lembaga negara dan lembaga pemerintahan,” katanya.

Lili menerangkan, kajian sistem pengelolaan pertanahan kali ini berfokus pada pendaftaran, pengukuran, serta penyelesaian sengketa dan konflik.

Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil menyambut baik upaya KPK dalam menertibkan tata kelola pertanahan. Dia juga setuju bahwa problematika pengelolaan pertanahan harus segera dibenahi. “Ada dilema besar dan pengawasan yang kurang dan tidak terlalu efektif, sehingga jutaan hektare HGU dan HGB yang diberikan kurang sesuai. Tetapi kita juga tidak punya kapasitas dan mandatori untuk mengawasi,” ungkap Sofyan

Sebelumnya, KPK melakukan kerja sama dengan beberapa instansi di pemerintah pusat dan daerah serta BUMN/BUMD dalam tata kelola bidang tanah sebagai salah satu upaya penyelamatan aset negara.

Dalam pertemuan, Lili berharap agar sistem pengarsipan pertanahan terdigitalisasi sehingga menghindari penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang supaya tidak semakin menyulitkan penegakan hukum saat proses pembuktiannya. Dengan demikian, celah rawan korupsi pada sektor ini dapat ditutup.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1818 seconds (0.1#10.140)